Sejarah Batik Jepara dari Masa ke Masa 

waktu baca 4 menit
Jumat, 4 Okt 2024 09:33 0 732 Dian A.

JEPARA – Mondes.co.id | Sebuah foto terpasang di Museum R.A Kartini Jepara, memperlihatkan tiga orang perempuan sedang melakukan aktivitas membatik.

Diketahui foto perempuan tersebut adalah Raden Ajeng Kartini dan dua saudari perempuannya Roekmini dan Kardinah.

Hingga kini, foto tersebut masih tersimpan rapi di Museum Kartini. Tidak ada angka pasti kapan foto tersebut diambil oleh sang fotografer. Namun, diperkirakan foto tersebut diambil pada akhir abad ke-19.

Foto itu, memperlihatkan kegiatan membatik di Jepara sudah ada pada masa kolonial Belanda.

Awal abad ke-17, Jepara menjadi daerah bawahan Kerajaan Mataram Islam di bawah kekuasaan Kiai Demang Laksana.

Pengaruh kesenian dan kebudayaan kerajaan Mataram Islam masuk ke Jepara, termasuk gaya hidup para bangsawannya yang mulai mengenakan batik gaya Mataraman. Dari para bangsawan inilah, kemudian batik terus berkembang.

Dituliskan dalam buku “Batik Jepara, Identitas dan Perkembangannya” yang ditulis Dr Alamsyah, 2021.

Pada masa Hindia Belanda, tepatnya akhir abad ke-19, di Jepara berkembang seni batik. Keberadaan batik pada saat itu terlacak, berkat kontribusi Kartini yang mengajarkan pelajaran membatik kepada murid-muridnya.

Hasil dari karya membatik tersebut dibawa pada pameran untuk karya wanita di Den Haag pada tahun 1898.

Kartini belajar membatik dari ibundanya sendiri yaitu R.A Ngasirah, dari Mbok Dullah, serta Mbok Kardumah.

Keberadaan Batik Jepara secara luas mulai diperkenalkan R.A Kartini.

Kartini mengenalkan batik ke dunia luar, tidak hanya di luar komunitas masyarakat Jawa, tetapi juga di dunia internasional.

BACA JUGA :  Musim Kemarau Tahun Ini Diprediksi Lebih Panjang, Masyarakat Diimbau Hemat Air

Keterampilan membatik telah dipelajari R.A Kartini saat berumur 12 tahun, sejak ia meninggalkan bangku sekolah Eropasch Lagere School (ELS), kemudian memasuki masa pingitan.

Kartini dan adik-adiknya sangat pandai membatik di bawah bimbingan Mbok Dullah.

Ny. Abendanon, adalah salah satu sahabat yang pernah diberi kain sarung Batik Kartini.

Sarung kain batik inilah yang dipotret oleh Abendanon, dan direproduksi untuk sampul buku Door Duisternis tot Licht, kumpulan surat-surat Kartini dan sahabat-sahabatnya.

Kartini kemudian mengajarkan kepandaian membatiknya dan berbagai macam keterampilan di sekolah perempuan yang diselenggarakannya di serambi Pendopo Kabupaten Jepara.

Menurut Kartini, seorang perempuan harus memiliki keterampilan yang nanti akan menjadi bekal ketika ia sudah menikah.

Karena sering mengajarkan keterampilan membatik pada perempuan di sekitar Pendopo Kabupaten Jepara, maka tidak mengherankan jika kemudian Batik Jepara itu disebut sebagai Batik Kartini.

Asal-usul dinamakan Batik Kartini dikarenakan batik ini menggunakan motif-motif hasil karya R.A Kartini.

Meskipun Jepara bukan merupakan bagian dari sentra batik di Jawa, akan tetapi keterampilan membatik telah ditularkan di berbagai tempat dengan berbagai jenis agen budaya.

Batik yang dihasilkan Kartini, adalah batik berlatar belakang Keraton Mataram dengan motif hias menyesuaikan dengan alam lingkungan sekitar Jepara dan lingkungan pergaulan Kartini.

Karya batik R.A Kartini yang masih bisa ditemukan adalah yang tersimpan di Museum Nasional Jakarta, (gambar batik Kartini).

Pada masa Kolonial, batik Jepara dapat diketahui motifnya yang bersifat mistis, religius, dan bahkan animistis, karena merupakan warisan seni ukir zaman keemasan Majapahit atau sebelumnya.

Ragam hias atau motif semacam itu antara lain, lung hitam sogan, motif kombinasi antara tumbuhan merambat dan hewan seperti gajah, elung bimo kurdo, sido arum, daur ulir putih, dan lain sebagainya.

BACA JUGA :  Mantab Pisan, Santri Kebumen Kembangkan Potensi Ekonomi Masyarakat

Meredupnya Batik Kartini di Jepara, terjadi setelah R.A Kartini pindah ke Kabupaten Rembang.

Kartini masih tetap melakukan kegiatan membatik. Namun, setelah Kartini meninggal dunia, aktivitas membatik yang dilakukan di keraton mulai menurun, yang berakibat hilangnya tradisi membatik di Jepara.

Kebangkitan Batik Jepara

Sepeninggalan R.A Kartini, bisa dikatakan Batik Jepara mengalami mati suri yang cukup panjang.

Kemunculan Batik Jepara kembali pada abad ke-21. Salah satu sosok yang berperan untuk mengangkat batik Jepara yaitu Suyanti Jatmiko. Seorang cucu Raden Ajeng Suci, yang merupakan salah satu murid membatik R.A Kartini.

Suyanti Jatmiko merupakan pecinta batik dan mengembangkan batik dengan motif yang sangat beragam.

Suyanti Jatmiko mulai mengadopsi motif ukir kayu Jepara dijadikan motif batik. Ia juga berhasil mendesain puluhan motif batik.

Dari beragam motif yang dihasilkan, ia selalu mengolaborasikan dengan sesuatu yang ada di Jepara, seperti tumbuhan dan biota laut.

“Setiap motif diberi nama sesuai dengan ciri masing-masing. Seperti motif Bimo Kurdo, gambar batik berukuran besar, sebagai gambaran Bima dalam tokoh pewayangan,” ungkap Suyanti Jatmiko.

Motif Sido Arum, terinspirasi dari batik-batik yang telah ada sebelumnya, antara lain batik Sido Mukti dan Sido Drajat, dengan makna filosofi agar bisa memberi keharuman bagi seisi alam. Hampir seluruh batik karya Suyanti, Mengadopsi motif ukir kayu Jepara.

Sebagai rasa kecintaan terhadap Batik Jepara, Suyanti juga menyimpan beberapa kain batik berusia lebih dari satu abad.

Batik tersebut merupakan peninggalan sang nenek (Raden Ajeng Suci).

Selain memproduksi batik, Suyanti juga mengajarkan bagaimana proses pembuatan batik tulis secara tradisional kepada pelajar, mahasiswa, dan masyarakat umum.

Hingga saat ini, bersama komunitas Batik Jepara, Suyanti Jatmiko tengah memperkenalkan batik Jepara hingga ke mancanegara.

BACA JUGA :  Kaca Rumah Wartawan Senior Pati Dilempar Batu Orang Tak Dikenal, Polisi Lakukan Olah TKP

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini