Sambangi Tondomulyo Jakenan, Aktivis Internasional Ajak Warga Diskusi Pencegahan Kekerasan Anak

waktu baca 2 menit
Jumat, 28 Jun 2024 18:48 0 327 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Desa Tondomulyo, Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati kedatangan tamu istimewa, mereka adalah aktivis anti kekerasan dari sejumlah negara.

Mereka mengajak warga setempat berdiskusi mengenai pencegahan kekerasan pada anak. Kegiatan itu berlangsung hari ini, Jumat (28/6/2024).

Acara diselenggarakan di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Miftahul Huda.

Diketahui, acara yang berlangsung tersebut, merupakan rangkaian Workshop dari Rumah Damai dengan tema “Creating Culture Justice and Peace”.

Kegiatan tersebut dikoordinir oleh Petrus selaku pimpinan rombongan aktivis lintas etnis lintas negara itu.

“Rekan-rekan ingin bersama-sama membangun hidup damai antar umat beragama. Kami membagikan kekuatan kebaikan dari anak-anak,” terang Petrus dalam kegiatan itu.

Para peserta dari mancanegara ikut serta, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, Filipina, Kamboja, Korea, Malaysia, Myanmar, Nepal, dan Samoa.

Kedatangan mereka juga saling bertukar pikiran tentang langkah pelestarian lingkungan sungai di negeri masing-masing.

Sebagai informasi, acara berlokasi di MI Miftahul Huda, karena satuan pendidikan tersebut memiliki sistem pembelajaran yang Hidup Tanpa Kekerasan (HTK).

Rangkaian diskusi dibuka oleh pengurus Yayasan MI Miftahul Huda, Sunadi. Ia melaporkan, sekolah yang ia kelola mengadopsi metode pembelajaran berbasis anti kekerasan dan cinta lingkungan.

Metode tersebut digunakan, karena dulunya Desa Tondomulyo pernah mendapat predikat sebagai desa tingkat kekerasan tertinggi di Kecamatan Jakenan.

“Sejak 2008 daerah saya mayoritas Islam. Ketika ada non Islam masuk sangat sensitif. Di 2009 saya kenal Pak Petrus. Saya ingin membongkar prasangka atau pemahaman tersebut. Sekolah ini dibangun untuk membentuk karakter anak,” terangnya.

BACA JUGA :  Hardiknas 2025, Momentum Peneguhan Komitmen Cerdaskan Bangsa

Dalam sesi diskusi, aktivis dari Nepal bernama Sita mengaku, sangat hangat dan aman berada di Indonesia.

“Saya fasilitator HTK di Nepal. Saya ingin belajar bagaimana teman-teman bekerja sama dengan anak kecil,” tuturnya.

Sementara itu, Siti Fatimah yang berasal Myanmar mengikuti program Peace Place Pati, dengan harapan mampu menyerap ilmu dan menerapkan metode anti kekerasan dari Indonesia.

“Saya dari Myanmar, di sana terjadi banyak kasus kekerasan seperti yang anda ketahui. Ingin belajar tentang HTK dan menerapkannya di negara saya jika ada kesempatan,” ujarnya.

Tidak hanya peserta dari luar negeri saja yang ikut partisipasi, diskusi tersebut juga diikuti oleh masyarakat berbagai suku di Indonesia. Di antaranya Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Ada pula peserta dari kalangan guru dan penyuluh agama.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini