dirgahayu ri 80

Ritual Ngumbah Gaman, Tradisi Sakral dan Penuh Magis di Bulan Suro

waktu baca 3 menit
Minggu, 7 Jul 2024 16:57 0 1594 Vindi Agil

PATI – Mondes.co.id | Masyarakat Jawa pasti tidak asing dengan istilah “Ngumbah Gaman”. Tradisi ini bisa juga disebut membasuh atau memandikan pusaka warisan leluhur saat memasuki awal bulan Suro atau Muharram.

Benar, tradisi ini memang kental dengan unsur magis yang penuh kesakralan dan masih terus dilestarikan sebagian masyarakat Jawa, tak ubahnya di Kabupaten Pati.

Suparno, salah seorang mantan penggiat spiritual dari Kabupaten berjuluk Bumi Mina Tani, menyebut jika tradisi Ngumbah Gaman sudah ada sejak zaman dahulu, tepatnya saat Indonesia masih pada era kerajaan.

Ritual Ngumbah Gaman yang kental dengan unsur gaib, dijelaskannya bukan semata perilaku musyrik atau syirik dan menyekutukan Sang Maha Pencipta.

Sebagai umat muslim yang taat dan seorang yang dititipkan amanah untuk menjaga benda-benda pusaka, ia meyakini hal tersebut adalah sebagai penghormatan kepada leluhur-leluhur yang terdahulu.

“Ngumbah Gaman ini sebagai bukti jika kita tetap menghormati pusaka warisan leluhur yang terdahulu,” ujarnya, Minggu (7/7/2024).

Lelaki berusia lebih dari 65 tahun ini menceritakan, pusaka seperti keris, pedang, tombak dan sebagainya adalah suatu simbol kekuatan bagi sang pemilik.

Pusaka yang dimiliki para leluhur ini, konon bersemayam roh, kekuatan, atau penunggu yang mempunyai kekuatan maha dahsyat pada zaman itu.

Tak hayal, jika hingga saat ini masih banyak orang yang melakukan ritual Ngumbah Gaman sebagai tanda bakti kepada leluhur-leluhur.

Kakek berambut putih ini juga mengungkapkan, jika Ngumbah Gaman tidak serta merta dilakukan begitu saja.

BACA JUGA :  Holiday, Jasa Sewa Alat Outdoor di Pati Ini Laris Manis

Ada ritual khusus yang dilakoni, sebelum pusaka-pusaka tersebut dibasuh menggunakan air bunga tujuh rupa.

“Ada yang berpuasa mutih dulu sebelum Ngumbah Gaman, juga ada yang pergi bertapa ke tempat terpencil,” ungkapnya.

Bahkan, jika ada salah satu pusaka seperti keris yang mempunyai umur ratusan tahun, pemilik biasanya merendamnya dahulu dengan cairan khusus, untuk membersihkan karat serta corak dan pamor keris tersebut masih tetap bertahan.

Tak hanya habis di situ, lelakon Ngumbah Gaman masih berlanjut lagi sampai dalam tahap penyimpanan benda pusaka yang dianggap sangat sakral itu.

Berbagai minyak wewangian serta bunga berbagai rupa disiapkan sang pemilik.

Bahkan, kadang kala ada pemilik pusaka yang juga menyiapkan kain mori (kain kafan) untuk membungkus benda-benda keramat ini.

“Biasanya setelah dicuci dikasih wewangian, terus dibungkus pakai mori dan dimasukkan berbagai bunga di dalamnya,” katanya sembari menghisap dalam-dalam rokok kretek di tangan.

Bunga-bunga serta wewangian ini, dikatakan jika sebagai makanan utama para penunggu barang pusaka.

Konon jika tidak diberikan makan, maka benda-benda pusaka ini akan marah dan para penunggunya akan berpindah. Bahkan tak jarang malah akan mengganggu pemiliknya.

“Mesti ngamuk wong ora dipakani, biasane glodakan nek njero lemari, kadang ono sing ganggu wonge,” tukas Suparno dengan bahasa Jawanya.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini