Pundenrejo Tayu Masih Bergejolak, Apa Sih yang Dituntut? 

waktu baca 4 menit
Sabtu, 16 Sep 2023 17:32 0 1220 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Konflik antara warga Desa Pundenrejo, Kecamatam Tayu, Kabupaten Pati dengan PT Laju Perdana Indah (LPI) tak kunjung selesai. Konflik agraria yang telah berlangsung selama 23 tahun lamanya masih bergulir menampar keberpihakan hukum di negeri ini.

Perlu diketahui, warga Desa Pundenrejo yang mayoritas bekerja sebagai petani tidak terima lahan pertanian yang mereka garap diserobot seenaknya oleh PT LPI. Mereka membentuk aliansi bernama Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo (Germapun) melawan upaya PT LPI yang menduduki lahan pertanian tersebut.

Dalam pantauan, PT LPI melakukan pengrusakan tanaman pertanian warga setempat dengan alasan sudah mengantongi Hak Guna Bangunan (HGB). PT LPI merusak tanaman warga dengan bantuan aparat serta preman. Selain itu, spanduk milik Germapun juga dilenyapkan.

Selama ini, petani sudah melaporkan tindakan itu kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pati. Kemudian, petani juga melaporkan prahara tersebut kepada BPN Provinsi Jawa Tengah, bahkan Kementerian Agraria dan Tata Ruan (ATR)/BPN pusat.

Menurut pengakuan salah satu anggota Germapun, Sutiyono, petani menuntut dua hal. Pertama, BPN Jawa Tengah selaku pihak yang menangani kawasan agraria daerah tersebut mencabut izin HGB PT LPI.

Kedua, warga mendesak BPN melakukan inventarisir lahan dengan melibatkan petani Pundenrejo dengan segala prosesnya.

“Warga menuntut agar Kanwil BPN Jawa Tengah tidak memperpanjang HGB yang disalahgunakan PT LPI. Kemudian tanah dikembalikan ke warga. Kemudian, BPN harus segera membentuk tim inventaris lahan serta melibatkan petani di setiap prosesnya,” tegasnya saat dihubungi Mondes.co.id, Sabtu, 16 September 2023.

BACA JUGA :  Anifa, Desainer Pati Dipercaya Rancang Gaun Salah Satu Model di Paris Fashion Week

Pihak Germapun mewacanakan bertemu dengan BPN lagi untuk menyelesaikan konflik tersebut. Namun, pihaknya belum menemui titik tengah dari hasil pertemuan dengan BPN beberapa waktu yang lalu.

“Usai kami ber-sembilan datang ke Kanwil BPN Jateng, kami menuntut mereka mencabut HGB. Akan tetapi, BPN Jateng malah memberikan jawaban yang tak memuaskan harapan warga. Mereka memilih untuk mempertimbangkan pihak LPI,” imbuhnya.

Bahkan, Sumi yang juga merupakan perwakilan petani perempuan merasa dipermainkan oleh BPN Jawa Tengah saat mengadukan pengrusakan tanaman palawija mereka oleh PT LPI.

Sumi menyatakan, PT LPI datang dengan segenap aparat merusak tanaman petani Pundenrejo. Padahal, lahan seluas 7 hektar itu menjadi garapan petani setempat lebih dahulu.

“Tanaman kami dirusak oleh PT LPI. Kami dengan PT LPI lebih dahulu warga yang ada d situ, apa yang perlu dipertimbangkan lagi?” ujarnya.

Fajar Muhammad Andhika, S.H, yang merupakan anggota tim kuasa hukum Germapun, mengungkapkan bahwa peran BPN Jawa Tengah tidak seharusnya terbatas hanya sebagai perantara. Sebab, mereka memiliki wewenang untuk mengeluarkan atau mencabut izin HGB.

“Berdasarkan Pasal 91 Peraturan Menteri Agraria Nomor 18 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa “Dalam hal keputusan Pemberian Hak Guna Bangunan merupakan kewenangan, a. Kepala Kantor Wilayah..”, b. Menteri_”. Apabila berdasarkan fakta lapangan sudah tidak sesuai syarat perpanjangan HGB sebagaimana yang tertera dalam Pasal 26 PP Nomor 40 Tahun 1996 yang menyatakan _“HGB dapat diperpanjang atau diperbaharui apabila : tanah masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut.” Ungkapnya.

Ia berpendapat bahwa pengambilan tanah oleh PT LPI telah melanggar izin HGB, sebab Pasal 86 Peraturan Menteri Agraria menegaskan bahwa HGB hanya boleh dimanfaatkan untuk keperluan bisnis non-pertanian.

BACA JUGA :  MTsN 1 Pati Koleksi 14.828 Medali Berkat Kurikulum Terintregasi

“Secara lebih detail, ini berhubungan dengan struktur bangunan dan juga izin awal HGB dari PT LPI yang sebenarnya ditujukan untuk pelaksanaan Implesment,” tandas pria yang kerap disapa Dhika.

Menurut penelusuran Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, selaku pihak yang mengawal warga Pundenrejo, sejak tahun 2000 lahan pertanian berpindah tangan menjadi kepemilikan Bappipundip.

Lebih lanjut, pada tahun 2001 lahan dipindahtangankan kepada PT LPI hingga kini. Namun, tanah tersebut diterlantarkan oleh pemegang HGB, sehingga warga menggarap lahan yang terlantar.

Sebagai informasi, pada 2020 peristiwa perampasan besar-besaran terjadi. Pihak PT LPI datang merusak tanaman palawija milik petani Pundenrejo, lalu ditanami tanaman tebu.

Selain itu, November 2022 lalu, petani Pundenrejo sudah mengadukan masalah tersebut kepada Wakil Menteri ATR/BPN agar menekan BPN Jawa Tengah melakukan re-distribusi lahan. Mengingat pelanggaran hukum yang dilakukan PT LPI adalah tak sejalan dengan Pasal 86 Peraturan Menteri Agraria, HGB hanya dapat digunakan untuk usaha non pertanian.

“Konflik ini memberikan ketakutan kepada masyarakat setempat. Apalagi beberapa kali masyarakat didatangi oleh sekelompok orang tak dikenal. Lalu, pada Juni 2023 lalu spanduk pernyataan sikap petani dirusak oleh PT LPI,” jelas Dhika yang juga meripakan anggota LBH Semarang Bidang Sumber Daya Alam.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini