Foto; Bupati Trenggalek melihat langsung mekanisme penukaran sampah (Mondes/Her) TRENGGALEK – Mondes.co.id | Program “Sangu Sampah” bagi siswa, akhirnya dilaunching oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek.
Peresmiannya berbarengan dengan sosialisasi Perda RPJMD Kabupaten Trenggalek tahun 2025-2029 di Balai Desa Malasan, Kecamatan Durenan.
Aplikasi Sangu Sampah bertujuan untuk mengajak para pelajar mengumpulkan sampah, yang nantinya dalam kurun waktu 3 bulanan bisa dikonversi menjadi uang saku.
Melalui itu, setidaknya ada alternatif dalam membantu mengurangi beban orang tua karena uang saku anaknya tercover.
“Kemudian cita-cita besarnya adalah siswa dapat mengajak anggota keluarga untuk ikut memilah sampah. Bisa menjadi tambahan penghasilan juga,” sebut Bupati Trenggalek, Mochammad Nur Arifin.
Dengan begitu, lanjut dia, permasalahan tentang sampah diharapkan mampu terurai.
Kemudian, cita-cita Net Zero Carbon bisa tercapai dengan baik.
Apalagi, telah didukung pula dengan upaya pelestarian alam yang dilakukan secara masif.
Memilah sampah untuk nilai ekonomis bukanlah suatu hal yang hina.
Ketika benar-benar ditekuni, juga menjadi sumber penghasilan.
“Barang sisa pakai yang dianggap tidak berguna tetap akan bernilai, bilamana dipilah dan dikelompokkan. Maka dari itu, dibiasakan mau memilah sampah di rumah sebelum dibuang,” imbuhnya.
Menurut Gus Ipin, sapaan akrab bupati, konsep awalnya adalah mengekonomikan barang sisa pakai atau sampah.
Melalui tata kelola mekanisme literasi digital yang terstruktur akan terbangun inklusi keuangan.
Jika misi tersebut sukses, cakupan lebih luasnya tetap ditawarkan kepada masyarakat.
Untuk tahap awal, program sangu sampah masih difokuskan pada level jenjang pendidikan.
Mulai dari tingkat SD, SMP, maupun SMA sederajat di wilayah Trenggalek.
“Di tiap jenjang nanti tetap ada yang dijadikan pilot project sebagai percontohan. Setelah itu menyusul sekolah atau lembaga pendidikan lain, seperti pondok pesantren,” jelas Gus Ipin.
Disinggung tentang keterbatasan penggunaan gadget di sejumlah lingkup pendidikan, dirinya mengatakan bahwa disisi teknis akan dikelola oleh penanggung jawab masing-masing.
Sebagai contoh, pada pondok pesantren yang menjadi user-nya nanti adalah pengurus pondok.
Sedangkan untuk siswa SD, mungkin diberikan delegasi kepada komite, wali murid, atau guru melalui pembagian perkelas atau kelompok belajar.
“Sedang yang SMA maupun perguruan tinggi, tiap orang menggunakan satu akun dan satu rekening,” tandas Gus Ipin.
Guna memudahkan, ujarnya, klasifikasi sampahnya dibedakan menjadi 8 kategori.
Yakni, bekas minuman kemasan plastik, jenis plastik yang secara umum (sachet-sachet kebutuhan rumah tangga), kaca, kain, logam, elektronik, dan ada minyak goreng bekas (jelantah).
Pihak sekolah akan mengompulir sesuai pengelompokannya, setelah itu secara berkala petugas khusus yang mengambilnya.
“Pemkab sudah punya jaringan dengan TPS 3R, PT. JET dan Bank Sampah. Nanti akan diambil off taker-off taker untuk kemudian dipres, diolah, dan dibawa ke Recycle Processing lebih lanjut,” pungkasnya.
Editor; Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar