Prevalensi Stunting di Pati Turun Berkat Penanganan Optimal

waktu baca 4 menit
Kamis, 11 Des 2025 12:26 0 24 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Terjadi tren penurunan prevalensi stunting di Kabupaten Pati.

DBHCHT TRENGGALEK

Hal ini membuktikan bahwa langkah nyata pencegahan dan penanganan stunting berjalan optimal.

Diperkuat dengan pernyataan Ketua Tim Gizi Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pati, Evi Rosdiana Sari.

Ia mengungkapkan, sejak 2022 ke 2023 terjadi penurunan prevalensi stunting dari 23 persen menjadi 18,5 persen.

Berlanjut dari 2023 ke 2024 terjadi penurunan lagi dari 18,5 persen menjadi 16,5 persen.

“Harapan kami prevalensi tahun ini bisa mencapai target kabupaten yang sudah ditetapkan yaitu 16 persen,” ujarnya kepada awak media, Kamis, 11 Desember 2025.

Perlu diketahui, angka stunted (balita perawakan pendek) di Kabupaten Pati per bulan Oktober 2025 sentuh 5.222 kasus.

Sedangkan, angka balita yang terdiagnosis stunting di Kabupaten Pati sentuh 92 kasus.

“Yang harus menjadi perhatian masyarakat adalah bahwa anak berperawakan pendek itu belum tentu stunting, namun kalau balita terdiagnosis stunting pasti pendek. Saat ini data di nasional yang digunakan masih berupa data balita perawakan pendek, jadi belum terpilah antara stunted dan stunting. Kabupaten Pati sudah berhasil memilah data tersebut dengan inovasi program Berdenting” jelas Evi.

Perlu diinformasikan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati dalam dua tahun berturut-turut meraih penghargaan peringkat 2 terbaik se-Provinsi Jawa Tengah.

Kabupaten Pati juga meraih penghargaan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) karena masuk dalam 197 kabupaten/kota sebagai daerah berkinerja baik dalam pencegahan dan penurunan prevalensi stunting.

Hanya ada 11 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang masuk kategori tersebut.

BACA JUGA :  Jalan ke Pulau Seprapat Amblas, Warga: Kayak Gempa!

“Alhamdulillah bisa mendapat penghargaan baik di tingkat nasional maupun provinsi, semoga bisa mempertahankan dan meningkatkan apa yang telah kita raih. Saat ini Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pati menerima penghargaan tersebut di Salatiga,” imbuhnya.

Ia menjabarkan, penilaian itu dilihat dari pencapaian kinerja pencegahan prevalensi stunting yang diinput dalam aplikasi website Bangda Kemendagri, inovasi dan praktik baik, serta penilaian secara langsung melalui interview dan tanya jawab.

Inovasi Berdenting menjadi praktik baik yang dilaksanakan untuk memilah antara balita stunted dan stunting.

“Di Pati ada inovasi Berdenting itu yang dilaksanakan oleh di Dinkes Kabupaten Pati bersama rumah sakit dan Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat), serta stakeholder lainnya sehingga bisa memilah yang mana stunting dan yang mana balita perawakan pendek, tapi bukan stunting. Untuk pengembangan inovasi, maka Berdenting yang awalnya manual itu nanti akan kita alihkan dengan metode digitalisasi,” paparnya.

Langkah yang dijalankan Dinkes Kabupaten Pati dalam mencegah dan mengatasi stunting yakni dengan intevensi spesifik dan intervensi sensitif.

Disampaikannya bahwa intervensi spesifik menyasar langsung pada sasaran terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan.

Pemenuhan gizi menjadi sangat penting, seperti ibu hamil (bumil) mendapatkan MMS sebanyak 180 tablet selama masa kehamilan, kemudian remaja putri mendapat suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD).

Selanjutnya, pemberian Air Susu Ibu (ASI) ekslusif bagi bayi 0-6 bulan, serta Pemberian Makanan Tambahan (PMT) lokal bagi balita bermasalah gizi dan bumil Kurang Energi Kronis (KEK) atau risiko KEK.

“Bumil harus memeriksakan kesehatan secara teratur minimal enam kali selama masa kehamilan. Anak harus mengonsumsi protein hewani dan lemak yang cukup, lalu kebutuhan ASI ekslusif untuk anak juga perlu, dan rutin ke Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) pantau pertumbuhan dan perkembangan setiap bulan. Kami juga rutin beri vitamin A dan obat cacing,” paparnya.

BACA JUGA :  Terpidana Mati Pembantai Satu Keluarga Di Rembang Dipindahkan ke Lapas Purwokerto 

Sedangkan, intervensi sensitif yang dilakukan oleh Dinkes Kabupaten Pati adalah edukasi kesehatan dan gizi bagi remaja, bumil, bahkan anak-anak.

Kemudian, pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), gerakan hidup sehat, serta kampanye strategi komunikasi perubahan perilaku untuk stunting.

Intervensi sensitif juga lebih banyak dijalankan oleh lintas sektor.

“Kontribusi intervensi spesifik sebesar 30 persen. Sedangkan kontribusi intervensi sensitif sebesar 70 persen terhadap upaya pencegahan dan penurunan prevalensi stunting,” lanjut Evi.

Evi menjelaskan, dalam upaya penanganan stunting di Kabupaten Pati, pihaknya melaksanakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) lokal dan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK).

Perlu diketahui, PMT lokal merujuk pada program makanan berbahan pangan lokal untuk mengatasi stunting di Kabupaten Pati.

Sedangkan, PKMK merupakan intervensi khusus bagi balita stunting yang pemberiannya diawasi dan diresepkan oleh dokter spesialis anak.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini