Petani Lereng Pegunungan Kendeng Pati Waswas saat Musim Penghujan

waktu baca 3 menit
Kamis, 30 Okt 2025 08:18 0 35 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Petani di kawasan lereng Pegunungan Kendeng Kabupaten Pati mulai menjalani musim tanam di masa datangnya penghujan pada Oktober 2025 ini.

DBHCHT TRENGGALEK

Petani di kawasan ini pun mewaspadai jika lahannya terkena terjangan banjir bandang.

Kekhawatiran ini dituturkan oleh salah satu petani yang memiliki lahan di Desa Durensawit, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Suharno.

Disebutkannya bahwa pada Oktober, musim penghujan sudah mengguyur.

Sehingga menjadi tantangan baginya ketika areal pertanaman terkena dampak.

Terlebih selama bertahun-tahun banjir bandang dari hulu sering mengalir ke area hilir.

“Petani di sekitar Kendeng sesuai musim jadwal tanam di musim penghujan itu di antara Oktober, kami persiapan sudah mengolah lahan. Harapanya intensitas hujan tidak terlalu begitu deras,” ungkap Harno kepada Mondes.co.id, Kamis, 30 Oktober 2025.

Perlu diinformasikan, kondisi hutan di Pegunungan Kendeng telah gundul.

Banyak petani setempat yang mengalihfungsikan lahan dengan menanam tanaman palawija yang menurut mereka jauh lebih menguntungkan daripada tanaman berakar keras.

Situasi itu memunculkan fenomena gagalnya tanah di kawasan Pegunungan Kendeng menyerap air.

Pasalnya, tanaman berakar keras yang harusnya membantu penyerapan air, sudah jarang ditemukan.

“Kita tahu Pegunungan Kendeng gundul, gundulnya karena ditanami jagung, jadi meyerap air kurang, jadi air mengalir ke bawah menyebabkan banjir di wilayah bawah. Dampak terasa bagi petani di Kayen, tetapi kalau di Pegunungan Kendengnya sendiri masih tinggi, sehingga dampak bagi mereka gak begitu besar karena air masuk ke sawah kurang,” jelasnya.

BACA JUGA :  Pengurus Baru PMI Pati Dilantik, Targetkan Tiap Desa Punya Relawan Kemanusiaan

Dampak dari banjir bandang merugikan sektor pertanian.

Menurut Harno, material lumpur yang dibawa aliran arus banjir bandang turun membanjiri areal tanam petani di kawasan hilir Pegunungan Kendeng, sehingga tanaman menjadi tidak subur.

“Dampaknya jelas ketika menggenangi areal pertanaman, seperti cabai jadi layu, kalau padi kena endapan lumur, sehingga lahan kurang subur,” ucapnya.

Ia berpesan kepada masyarakat, khususnya petani di Pegunungan Kendeng agar memanfaatkan ruang kosong di lahannya untuk tanaman berakar keras.

Petani mesti menanam tanaman berakar keras di setiap sela yang menjadi jarak antar tanaman komoditas pertanian mereka, agar bisa menciptakan area resapan air yang maksimal.

“Mohon untuk warga yang menggarap lahan di Pegunungan Kendeng, sekiranya memang untuk budi daya jagung, jangan lupakan tanaman tegakkan keras. Minimal setiap beberapa meter ada tegakkan keras untuk membuat resapan air,” pesannya.

Di tempat yang berbeda, Kepala Seksi (Kasi) Ketentraman dan Ketertiban (Trantib) Kecamatan Kayen, Adi Winarno menuturkan bahwa wilayah Kecamatan Kayen kerap dilanda banjir ketika curah hujan tinggi.

Banjir yang dialami di Kecamatan Kayen ada yang bersifat bandang, maupun genangan lama.

“PR (Pekerjaan Rumah) besar di Kayen kalau untuk cuaca seperti ini memang banjir, tapi sifatnya bandang. Dan terutama keadaan cuaca seperti ini di Desa Pasuruhan itu tergenang terlalu lama,” tutur Adi.

Kekhawatiran terjadi pada saat curah hujan tinggi di wilayah Kecamatan Kayen bagian rawa, terutama Desa Pasuruhan.

Menurutnya, desa tersebut selalu menjadi titik yang parah ketika banjir terjadi di Kecamatan Kayen.

“Di sana memang suasana hujan yang intensitasnya tinggi dikhawatirkan air banjir bandangnya bermuara ke Pasuruhan, masyarakat kasihan,” tandasnya.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini