Petambak Garam Pati Didorong Tingkatkan Kualitas Produksi

waktu baca 3 menit
Senin, 14 Jul 2025 07:26 0 76 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pati mengajak petambak garam di pesisir Bumi Mina Tani melakukan upaya peningkatan kualitas produksi.

Hal itu berangkat dari kencangnya persaingan jual-beli garam di pasaran.

Menurut Petugas Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir Bidang Pengolahan dan Pemasaran Produk Kelautan & Perikanan (P3KP) DKP Kabupaten Pati, Triana Shinta Dewi, langkah paling dekat yang bisa disiasati petambak garam tradisional yakni penggunaan geo-membran.

Menurutnya, produksi garam petambak lokal masih perlu ditingkatkan, sehingga geo-mebran jadi sarana yang cocok.

“Kami mendorong agar garam lebih berkualitas karena mereka akan tahu kalau gak mau bersaing dengan petambak yang sudah modern, maka mereka kalah di pasar. Kali ini kemarau basah, maka perlu gunakan geo-membran supaya memudahkan olah garam dengan kualitas dan kuantitas yang bagus,” ujarnya saat diwawancarai Mondes.co.id di ruangannya, Senin, 14 Juli 2025.

Menurut wanita yang akrab disapa Nana, petambak garam di Kabupaten Pati merasa tanpa geo-membran sudah bisa menghasilkan garam sesuai ekspektasi.

Sehingga mereka merasa tidak urgen jika harus keluar modal untuk pengadaan geo-membran.

Sebelumnya, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dikelola Provinsi Jawa Tengah, yaitu PT Sarana Pembangunan Jawa Tengah (SPJT) yang merupakan pabrik garam industri akan mulai menyerap garam petani lokal.

Pabrik yang berdiri di Desa Raci, Kecamatan Batangan tersebut bakal menyerap hingga 30.000 ton garam dari petambak lokal setiap tahunnya, sekaligus mendukung upaya swasembada garam nasional.

BACA JUGA :  Pemkab Pati Masih Punya PR Entaskan Ribuan Masyarakat Miskin Ekstrem

Oleh sebab itu, DKP Kabupaten Pati mendorong petambak supaya berbenah.

Pasalnya, PR SPJT mensyaratkan garam yang bisa diserap memiliki kadar di atas 94 persen.

“Sudah ada SPJT, salah satu jalan untuk pemasarannya dan merangsang petambak garam biar mau produksi garam berkualitas. SPJT sendiri sudah mensyaratkan garam bisa masuk dengan kadar di atas 94 persen, maka buat petambak gak usah cepat-cepat garuk, di tahan dulu biar masuk SPJT karena harganya kan nanti beda kalau di SPJT,” imbau Nana.

Sejauh ini, ia menyebut kadar garam produksi olahan SPJT mencapai 97 persen.

Sedangkan, kadar garam olahan petambak tradisional di empat kecamatan Kabupaten Pati, yakni Batangan, Juwana, Wedarijaksa, dan Trangkil paling maksimal 94 persen.

“Harga SPJT kadar 97 persen Rp2.500, kalau garam dari petambak tradisional di Batangan sudah 94 persen, tetapi kalau kadar garam di Juwana masih 90 persen, bahkan ada yang di bawah itu. Sangat jelas kalau garam olahan industri harganya meningkat. Harga garam dari petambak tradisional mulai Rp1.500,” ungkapnya.

Selama ini, petambak garam lokal telah dibina terus-menerus.

Pihaknya selalu mengimbau agar tidak terburu-buru mengeruk garam.

Namun, kondisi kebutuhan ekonomi membuat mereka terpaksa segera menjual garam demi mendapat uang.

“Pembinaan lapangan tahu untuk merangsang mau meningkatkan kualitas garam mereka. Tapi mereka juga perlu mencukupi kebutuhan, kalau mereka suruh nunggu, mereka tetap garuk,” ucapnya.

Bagi petambak garam lokal, keberadaan geo-membran bukan sesuatu yang darurat.

Maka dari itu, mereka masih berpikir dua kali untuk menggunakan geo-membran, lantaran tanpa geo-membran sudah bisa menghasilkan garam.

Sayangnya, tidak berlaku ketika cuaca tidak bisa diprediksi.

Terlebih tahun 2025 diprediksi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terjadi kemarau basah, hal itu memungkinakan petambak garam akan menghasilkan produksi yang lebih sedikit ketimbang tahun 2024 lalu.

BACA JUGA :  Head Coach Baru Persipa Pati, Welcome Bambang Nurdiansyah 

“Dulu geo-membran susah sekali, tetapi setelah kemarau basah mereka yang pakai geo-membran bisa produksi sedangkan yang lain gak bisa. Akhirnya mereka terangsang dan tanya ada bantuan geo-membran atau ndak, setelah kemarau basah mereka tahu rasanya,” pungkasnya.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini