Perjuangan Karnawi, Sang Penyelamat Lingkungan di Pesisir Pati

waktu baca 5 menit
Senin, 30 Okt 2023 14:52 0 934 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Karnawi tampak seperti orang biasa. Kesederhanaan, sifat rendah hati, dan pembawaan yang ramah kepada sesama membuatnya disegani masyarakat, baik yang kenal maupun yang belum mengenal.

Pria tersebut selalu tampil ceria dan cerah kapan pun dan di mana pun, pengaruhnya memberi teladan warga Kabupaten Pati dalam mendedikasikan waktu, tenaga, dan materi untuk memelihara lingkungan, terutama di kawasan pesisir Bumi Mina Tani.

Karnawi tinggal di Desa Tunggulsari, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati. Hidup di kawasan pesisir, menjadikannya tergerak untuk menanam tumbuhan bakau di tepi laut yang berada di desanya. Sejak 1989, kecintaan pada alam memantik warga setempat bahu-mambahu untuk menjaga keutuhan tepi laut dari desiran ombak Laut Jawa. Ia bersama warga dan kelompok, menanam ribuan mangrove sejak dulu hingga sekarang.

Tujuan Karnawi menanam mangrove di pesisir, demi menyelamatkan lingkungan agar tidak terjadi abrasi. Bahkan, semenjak ada tanaman mangrove di pesisir desanya, turut menguntungkan bagi warga, karena areal pemukiman dan tambak aman dari sapuan gelombang air laut. Itu sebabnya, Karnawi berupaya memperkokoh kawasan pesisir dengan membuat pagar alami berupa tanaman bakau ini.

“Saya dan teman-teman pemerhati lingkungan bertindak sebagai penyelemat dengan tujuan ‘mageri segoro’ (memberi pagar pesisir), dengan menumbuhkan beberapa tanaman mangrove. Bukan hanya di Desa Tunggulsari saja, wilayah kecamatan lain seperti Dukuhseti, Trangkil, Margoyoso juga menjadi target kami tanami mangrove,” ucapnya saat diwawancarai Mondes.co.id di lokasi hutan mangrove Desa Tunggulsari, kemarin.

Tanaman mangrove yang ia budidaya berjenis Avicennia dan Rhizophora. Ia bersama rekan-rekannya menanam mangrove seluas 25 hektare, mulai dari tepi laut hingga mencakup ke desanya. Bukan hanya wilayah yang ia tempati saja, pihaknya pun menanam mangrove hingga ke kecamatan sekitar di Kabupaten Pati, khususnya yang ada di pesisir Laut Jawa.

BACA JUGA :  Gelar Konsolidasi, DPD Partai Perindo Pati Bagikan Asuransi Kecelakaan Gratis

Ia bersyukur, upaya yang dilakukan mendapat dukungan dari warga setempat, pemerintah, dan lembaga swasta mancanegara. Bahkan di tahun 2023 ini, Karnawi dianugerahi penghargaan Kalpataru oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jawa Tengah kategori Pembina Lingkungan. Tak hanya itu saja, kerap kali Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tingkat kabupaten dan provinsi, membersamainya melestarikan lingkungan hutan mangrove yang sudah ditanaminya sejak lama.

“Pihak-pihak dari DLHK Provinsi Jawa Tengah, DLH Kabupaten Pati, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Tengah, Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Dinporapar) Kabupaten Pati senantiasa mendukung langkah mulia ini. Karena saya sendiri mengimplementasikan program ‘mageri segoro’ dengan nama ‘Gemar Selingkuh’ yang mempunyai kepanjangan Gerakan Masyarakat Selamatkan Lingkungan,” ujar Karnawi saat sedang memperlihatkan hutan mangrove yang ditanaminya.

“Saya di tahun ini mendapatkan penghargan Kalpataru kategori Pembina Lingkungan, saya mendapat pembinaan, trofi, dan sertifikat. Yang menegusulkan DLH Pati ke tingkat provinsi. Penilaiannya dilihat dari upaya saya yang sejak lama pada 1989 sampai hari ini masih aktif merehabilitasi tumbuhan mangrove,” sambungnya.

Kategori Pembina Lingkungan dimenangkan oleh Karnawi. Pasalnya, sosok pria yang aktif di kegiatan sosial ini, kerap mengedukasi masyarakat umum, pelajar, dan mahasiswa. Bahkan, ia mengatakan jika ada utusan pemerintah dan akademisi datang ke Desa Tunggulsari, ia mewajibkannya untuk menanam mangrove dengan bibit yang sudah disiapkan.

“Sebagai pembina lingkungan, ada edukasi yang kami terapkan ke masyarakat, dari TK sampai SMA, kita bimbing anak-anak supaya cinta pada lingkungan. Ketika ada tamu dari pihak pemerintahan atau tokoh kami wajibkan menanam satu sampai dua tanaman mangrove yang kami sediakan,” terangnya.

Ia menegaskan bahwa menanam mangrove tak semudah membalikkan telapak tangan. Setiap tumbuhan mangrove yang ditanam kerap kali rusak karena diterjang gelombang laut, sehingga ia tak henti-hentinya menanam. Kejadian merugikan sempat dirasakan pada 2011. Saat itu, tanaman mangrove jenis Rhizophora ditanam di pesisir desa. Namun, karena ombak gorong yang dahsyat menyebabkan rob dan tumbuhan bakau yang ditanami pun rusak.

BACA JUGA :  Melestarikan Batik Lokal Ala Meyda di Dunia Fashion Kekinian

“Tak semudah membalikkan telapak tangan dalam menanam mangrove. Penanaman paling banyak 2009, di 2010 subur, tetapi 2011 hilang semua. Kita rintis lagi, kemudian merubah jenis mangrove yang awalnya Rhizophora menjadi Avicennia, karena tumbuhnya cepat 2 sampai 3 tahun,” ungkap Karnawi sembari meninjau lokasi bekas tanaman mangrove yang kena abrasi.

Berbagai faktor yang mempengaruhi kerusakan tanaman mangrove terdiri dari banyak sebab. Di antaranya karena faktor abrasi yang mengikis lahan pesisir dan faktor berikutnya adalah gangguan 3W. Karnawi menjelaskan bahwa 3W (Wong, Wedhus, Widheng) atau dalam Bahasa Jawa berarti ‘wong’ (manusia), ‘wedhus’ (kambing), dan ‘widheng’ (hama perusak).

“Hambatan menanam mangrove datang dari alam dan datang dari ulah makhluk hidup sekitar. Faktor alam biasanya dari gelombang yang tinggi maupun abrasi, karena hal itu tak bisa kita hindari. Sedangkan, faktor lainnya ada dari 3W yang sering kita hadapi.

Meskipun, kini ia mendapat banyak support dari berbagai pihak, tapi ketika merintis penanaman pohon mangrove, ia mengaku sering dicemooh. Ia tak memperdulikan suara-suara negatif yang dikatakan orang lain dan memilih untuk fokus pada misinya menyelamatkan lingkungan.

Setelah terjadi kerusakan pesisir lantaran gelombang besar menghantam permukiman dan tambak masyarakat, akhirnya masyarakat sadar. Alhasil, perjuangan Karnawi memperoleh daya dukung dari masyarakat setempat bisa terwujud.

Diketahui, tanaman mangrove memiliki banyak potensi, seperti menjadi bahan masakan (buah dan biji) maupun pewarna batik (kulit batang dan akar).

“Dulunya dicemooh, karena menanam mangrove disamakan kayak orang gila, karena tidak mendapat penghasilan, tetapi ini dirumati. Bahkan sampai bertengkar sama teman-teman. Tanaman mangrove ada manfaatnya, saat gelombang besar menyapu tambak dan areal tempat mereka tinggal. masyarakat baru sadar,” ujarnya.

BACA JUGA :  Tahun Politik di Depan Mata, TNI-Polri Makin Mesra

Keuntungan menanam mangrove membuat kawasan pesisir Desa Tunggulsari aman dari hantaman gelombang laut. Selain itu, keberadaan hutan mangrove yang mulai rimbun menjadikan wilayah tersebut punya daya tarik pariwisata. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan kepala desa mendukung pembukaan tempat wisata mangrove di desa tersebut pada 2018. Pihak pemerintah pun sering datang menggelar kegiatan tanam mangrove.

Sejauh ini, Karnawi menyediakan bibit sendiri dengan cara budi daya. Dirinya kini membudidayakan 30.000 bibit tanaman mangrove. Dirinya biasanya memanfaatkan bibit untuk ditanam di pesisir Tunggulsari, maupun dipasok ke beberapa kawasan pesisir lainnya, sebagai tanaman yang mampu ‘mageri segoro’.

“Dengan Kalpataru harapannya kita teruskan ke tingkat nasional. Kita bina ke anak muda supaya bisa cinta lingkugan seperti saya. Mari wujudkan ‘Gerakan Masyarakat Selamatkan Lingkungan (Gemar Selingkuh),” tutupnya.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini