TRENGGALEK – Mondes.co.id | Dampak dari kenaikan retribusi pasar yang hampir menyentuh angka 400% sesuai Perda no. 5 tahun 2024, lantas memantik reaksi para pedagang di Kabupaten Trenggalek.
Sehingga, mereka pun secara serentak menggelar unjuk rasa besar-besaran di halaman Pendopo Manggala Praja Nugraha.
Menanggapi aksi tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek melalui Wakil Bupati Trenggalek, Syah Muhammad Natanegara buka suara. Dirinya pun menyampaikan, jika bentuk protes masyarakat tersebut harus disikapi secara bijak. Mengingat, hal itu juga menjadi salah satu sarana ‘check and balancing’ terhadap suatu produk hukum.
“Menurut para pedagang, angka kenaikan (retribusi) ini cukup memberatkan bagi mereka. Sehingga, menuntut kenaikan tarif retribusi yang rasional dan bisa ditolerir sebesar 30%,” ungkap Syah Natanegara, Selasa (7/5/2024).
Dirinya menjelaskan, bahwa kenaikan retribusi tidak berlaku kepada seluruh pedagang, melainkan hanya kepada pengelola kios saja. Untuk yang menempati los dan di pelataran masih sama. Hanya yang membedakan, bila biasanya ditarik karcis tiap seharga Rp300/hari/meter persegi, kini ditarik bulanan atau 3 bulan, sehingga kelihatannya banyak.
Sedangkan, untuk kenaikan, lebih kepada tarif kios. Yakni, yang sebelumnya Rp100/hari/meter persegi disesuaikan menjadi sekitar Rp350/hari/meter persegi.
“Sehingga kelihatan besar, hampir mencapai 400%. Padahal, untuk tarif Rp100 itu sudah berlaku 12 tahun dan belum dirubah sama sekali hingga diterbitkan tarif baru berdasar Perda No. 5 tahun 2023 itu,” imbuhnya.
Pun begitu, masih kata Syah Natanegara, antusiasme para pedagang itu tetap akan diakomodir untuk menjadi bahan evaluasi dalam mengambil kebijakan ke depan. Pemerintah tidak ada niatan merugikan warganya, segala sesuatu akan dicarikan solusi terbaik bagi semua pihak.
“Seperti sama-sama kita tahu, tidak ada tindakan (pemerintah) yang diniatkan untuk merugikan warganya. Jadi kita akan berupaya mencari solusi terbaik bagi semua. Termasuk pedagang-pedagang yang ada di pasar se-Kabupaten Trenggalek,” imbuh wabup.
Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro dan Perdagangan (Komindag) Trenggalek, Saniran menambahkan jika tata kelola penggunaan pasar itu terbagi menjadi 3 objek yaitu, pelataran, los dan kios.
Di dalam Perda lama, retribusi untuk los itu tidak sama, rata-rata Rp300-an/meter persegi/hari. Sedangkan Kios itu rata-rata masih Rp100 rupiah/meter persegi/hari.
“Atas dasar itu, di PP 35 pasal 33, dalam penyusunan tarif, harus mengacu pada prinsip salah satunya azas keadilan. Makanya kalau tadi disebut los itu sudah Rp300/meter persegi/hari sedangkan kios Rp100/meter persegi. Maka di Perda baru ini, untuk kios ini dinaikkan sedikit diatas los. Sehingga ada yang diatas Rp350,” jelasnya.
Pada dasarnya, sambung Saniran, saat ditinjau dari sisi itu, sebenarnya pemanfaat kios dari dulu lebih rendah daripada los yang berada di kisaran angka Rp300 banding Rp100. Hanya saja, kalau dahulu kepada pedagang yang menempati los, dilakukan penarikan menggunakan karcis setiap hari, sehingga tidak terasa.
Sementara yang kios, perhitungan retribusi dalam hitungan satu tahun menggunakan skema penarikan periodik tiap bulan.
“Sehingga setornya memang kelihatan agak tinggi. Misalnya Rp50 ribu/0bulan sedangkan Los Rp300 per hari, karena perbedaan inilah, mungkin kelihatannya angka menjadi besar,” pungkas dia.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar