dirgahayu ri 80

Pati Bergolak, Akademisi Menilai sebagai Momen Uji Hak Angket dan Lawan Kebijakan Zalim

waktu baca 5 menit
Sabtu, 16 Agu 2025 12:21 0 35 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Masyarakat memiliki solidaritas tinggi dalam menyuarakan pendapatnya di muka umum, seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Pati.

Pasalnya, di tengah sulitnya memenuhi kebutuhan dasar, justru pemerintah ugal-ugalan menaikkan tarif pajak, sehingga kondisi demikian memantik amarah rakyat.

Situasi tersebut dijelaskan oleh seorang Guru Besar Antropologi Budaya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Negeri Semarang (UNNES), Prof. Dr. Tri Marhaeni Pudji Astuti, M. Hum.

Menurutnya, gerakan massa yang terjadi di Kabupaten Pati lantaran masyarakat sudah geram terhadap kebijakan pemerintah yang menyangkut hajat hidup mereka.

“Kalau kita lihat masyarakat bersolidaritas tinggi, apalagi ini untuk urusan kebutuhan dasar. Masyarakat kita di Indonesia ini makin lama merasa makin sulit karena kebutuhan dasar sulit, pemicu sedikit saja maka jadilah gerakan massa,” ungkapnya saat dihubungi Mondes.co.id, Sabtu (16/8/2025).

Dirinya memandang eskalasi gerakan massa yang terjadi di Kabupaten Pati sebagai luapan masyarakat yang telah lama ditahan.

Kemudian, masyarakat terlecut untuk berdemonstrasi, lantaran kepala daerah blunder dengan bersikap arogan kepada masyarakat, sebagaimana dilakukan Bupati Pati Sudewo.

“Harusnya sebagai kepala daerah atau jadi pejabat sekarang harus hati-hati banget, karena eskalasi gerakan sudah menumpuk. Karena masyarakat kita cari momen, bisa tiba-tiba mengaktualisasi kegelisahannya atau kegeramannya atau kejengkelanya terhadap situasi negara dengan unjuk rasa,” terangnya.

Diketahui, bahwa permasalahan yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini mulai banyak.

Oleh sebab itu, suara rakyat disampaikan ketika momentumnya tepat, yakni di mana pemimpin blunder dengan bertutur yang membuat sakit hati rakyat. Serta dikombinasikan dengan pajak tinggi yang diberlakukan.

BACA JUGA :  Kemarau Panjang, Permintaan Air Bersih Mengalir

“Mulai politik yang carut marut, ekonomi tidak jelas, hidup makin lama semakin sulit, lapangan pekerjaan sulit, Gen Z berpendidikan menumpuk tak ada lapangan kerja sehingga memicu keresahan yang menumpuk. Artinya, sebetulnya bahayanya bagi negara, mereka ini cari momentum merembet kemana-mana karena hampir semua daerah mencekik rakyat dengan pajak pas hutang negara banyak malah gak diurus,” ungkapnya.

Menurutnya, perlawanan rakyat terhadap pajak sudah kerap terjadi, itulah mengapa pemerintah harus pandai membuat kebijakan.

Kemudian, pejabat di Kabupaten Pati saat ini bikin gaduh di tengah situasi ekonomi masyarakat yang semakin susah.

“Kita tidak bisa menyalahkan masyarakat, wong gak digituin masyarakat sudah siap melawan. Apalagi bupatinya gitu menantang dengan sifat arogan, maka terjadilah perlawanan karena sejarah perlawanan pada pajak sudah panjang,” urainya.

Ia menyampaikan bahwa pemerintah harus bisa terbuka untuk melibatkan unsur yang cakap dalam menentukan langkah kebijakan, termasuk melibatkan para akademisi.

Sayangnya, akademisi tidak pernah dianggap pemerintah, sehingga analisis mendalam dari para pakar sering diabaikan.

“Ini bagaikan bom waktu, maka pemerintah harus hati-hati, menteri harus pinter, dan khususnya akademisi harus dianggap untuk terlibat dalam setiap kebijakan. Pasalnya sejauh ini akademisi tidak pernah dianggap seperti di luar struktur, seolah pemerintah tidak butuh akademisi, seolah akademisi dianggap kelompok yang berbeda,” tegasnya.

Dikatakannya, jika Kabupaten Pati menjadi barometer perlawanan masyarakat se-Indonesia.

Ketika kebutuhan sandang, pangan, dan papan sudah sulit dipenuhi, maka kritik terhadap pemerintah siap dilayangkan.

“Jadi masyarakat kita gawat akan kebutuhan dasar yang tak terpenuhi seperti sandang, pangan, papan. Ini terjadi di mana-mana menunggu momentum. Nah, Pati momentumnya, sehingga daerah lain berpikir, ayolah, kenapa Pati bisa, tapi kita enggak?” ujarnya.

BACA JUGA :  Gelar Sosialisasi, Satlantas Polresta Pati Bagikan Hadiah pada Pengendara

Sebagai informasi, sejumlah agenda politik yang dilakukan oleh Bupati Sudewo dalam membuat perubahan besar-besaran di Kabupaten Pati jadi sorotan.

Langkah itu seperti memecat karyawan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) RAA Soewondo besar-besaran, membongkar gapura Kota Pati, merenovasi Masjid Baitunnur, merombak Alun-alun Simpang Lima Pati, dan dinilai menghambur-hamburkan dana untuk melebarkan ruas jalan utama penghubung Pati-Kudus.

“Kalau saya memandang perubahan besar-besaran yang dilakukan kepala daerah baru saat ini untuk melanjutkan program yang ada di pemimpin sebelumnya bohong besar, seperti kepala daerah yang lain kalau bicara ‘Ini kebijakan lama kita teruskan’. Itu bohong, begitu ada pemimpin baru, maka kebijakan pemimpin sebelumnya di-cut seolah-olah itu jelek. Itu kelemahan pemeritahan di Indonesia gak ada yang mengakui, yang baik untuk dilanjutkan,” tuturnya.

Lebih lanjut, ia memandang langkah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati menggunakan hak angket tepat.

Hak angket itu mewadahi tuntutan masyarakat Kabupaten Pati untuk pemakzulan Bupati Pati Sudewo.

Ada pun aturan yang musti ditempuh dalam menggunakan hak angket, serta terdapat mekanisme hukum dan politik dalam pemakzulan kepala daerah.

Oleh sebab itu, menurutnya masyarakat Kabupaten Pati perlu memahami terkait proses pemakzulan.

“Ada aturannya sah-sah menggunakan hak angket, DPRD punya hak itu untuk digunakan karena hak angket belum ketahuan hasilnya, harus mengikuti rule of law. Tuntutanya melalui wakil rakyat pemakzulan bupati, pemakzulan gak bisa tiba-tiba, sehingga masyarakat harus paham bahwa ini lho mekanismenya kayak gini, DPRD bisa memberi pencerdasan,” pesannya.

Dirinya menyampaikan masyarakat Indonesia telah pintar membaca situasi dan kondisi, terlebih akses teknologi dan informasi sangat lancar.

Di samping itu, hadirnya sosok pemimpin daerah dimaknai sebagai pelayan masyarakat, maka perannya bukan untuk menindas masyarakat.

BACA JUGA :  Berikut Rangkaian Wangi Pradesa, Suguhkan Pertunjukan Megah Kolaborasi Sejarah dan Budaya Pati

“Masyarakat kita ngerti teknologi, mengakses kemana-mana, dan kehidupan sejahtera yang sangat sulit mereka rasakan, mereka berjuang untuk kesejahteraan. Masyarakat paham pejabat gak patut disembah, pemerintah adalah aparatur yang harus melayani rakyat, jangan malah memberangus rakyat,” tegasnya.

Walaupun Bupati Sudewo telah memohon maaf kepada masyarakat Kabupaten Pati, akan tetapi masyarakat telah terlanjur geram.

Pasalnya, sudah seharusnya dirinya hadir menjadi pemimpin yang bisa disegani masyarakat, bukan malah menunjukkan sikap arogan dengan mengancam masyarakatnya sendiri.

“Masyarakat terlanjur udah bad mood meski Sudewo telah meminta maaf, hak angket dilakukan dulu, mekanismenya seperti apa sambil dicerdaskan dan disosialisasikan aturan hukumnya ke masyarakat. Kemudian, harus ada sosok yang disenangi masyarakat, harus ada sosok yang meredakan masyatakat, bukan seperti Sudewo,” bebernya.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini