PATI – Mondes.co.id | Generasi Z (Gen Z) di Kabupaten Pati masih banyak yang mengajukan permohonan menikah, meski usianya di bawah batas minimal.
Hal ini banyak ditemukan saat Mondes.co.id mendatangi Kantor Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak & Keluarga Berencana (Dinsos P3AKB) Kabupaten Pati.
Menurut pandangan Kepala Dinsos P3AKB Kabupaten Pati, Aviani Tritanti Venusia, maraknya sepasang anak di bawah umur datang meminta rekomendasi menikah, lantaran desakan dari orang tua mereka.
Pasalnya, kondisi tersebut disebabkan oleh pandangan usang yang menganggap bahwa setelah sekolah formal, sudah waktunya berumah tangga.
“Desakan orang tua bisa, misalnya ada orang tua yang anaknya gak mau sekolah, luntang-lantung, disuruh nikah saja. Kalau alasan lain banyak, ada yang mentalnya sudah siap, ada yang usianya dianggap matang, ada yang MBA (Married By Accident),” ujarnya, Sabtu, 4 Oktober 2025.
Pihaknya melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) melakukan konseling kepada calon pengantin (catin) beserta wali masing-masing.
Puspaga memberi pendekatan psikologis untuk melihat kesiapan mental, ekonomi, dan lain sebagainya.
“Di kita ada konseling, mereka datang ke sini sama orang tuanya pihak putra dan putri, dikonseling dua kali, ada yang sama orang tuanya dan ada yang khusus calon pengantinnya aja melalui Puspaga. Ditanyakan, diberikan pendekatan psikolog, apakah kejiwaan dan mental sudah siap atau belum, mental mungkin siap, ekonomi apakah siap? Ke depan rumah tangga gak cuma seneng-seneng saja,” ungkapnya.
Pihaknya kemudian mengeluarkan surat rekomendasi yang didasarkan pada hasil konseling tersebut.
“Hasil konseling kami tuangkan pertimbangan pada surat rekomendasi, apakah direkomendasikan, apakah belum, misal MBA kita sampaikan di situ, mereka terus terang, apa yang kalian lakukan, mereka menjawab, tetapi ada yang gak jujur juga. Kita asesmen kesiapan mental, finansial, rencana setelah nikah mau bagaimana, kita sampaikan dalam pertimbangan,” urainya.
Surat rekomendasi tersebut berisi tiga simpulan, yakni disetujui, ditolak, dan ditunda.
“Kemudian kita rekomedasikan sebagai kesimpulan, masuk nikah atau menolak, atau menunda. Itu sih rekomendasinya. Kebanyakan menunda pernikahan, karena masih bocah-bocah,” imbuhnya.
Tahap tersebut dilakukan demi meminimalisir angka pernikahan di bawah umur.
Ia juga menyarankan kepada catin untuk meluruskan niat menikah. Pasalnya, menikah bukan hanya sebatas tren yang harus diikuti belaka.
“Menikah itu bukan fomo, mentang lihat Medsos ada kemesraan-kemesraan langsung ikut tren menikah. Dan menikah itu banyak kerikilnya, kalau sekarang baru habis nikah lagi masih hangat-hangatnya, coba kalau udah merasakan beras habis dan lain-lain,” pesannya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar