PATI – Mondes.co.id | Paguyuban Seniman Dangdut Lawas se-Eks Keresidenan Pati jadi wadah melestarikan budaya seni musik dangdut original yang berada di wilayah eks Keresidenan Pati.
Keberadaan Paguyuban Seniman Dangdut Lawas tersebut mempunyai misi agar genre musik dangdut original di Indonesia tidak punah tergerus zaman.
Choirul Amin selaku Penasehat Paguyuban Seniman Seniwati Dangdut Lawas se-Eks Keresidenan Pati mengungkapkan, perkumpulan tersebut sebagai sarana untuk menyambung silaturahmi antar seniman dangdut, mulai dari penyanyi dan grup musik dangdut lawas yang ada di Bumi Mina Tani dan sekitarnya.
Ia menjelaskan bahwa genre musik dangdut original menjadi identitas musik yang khas, sehingga pihaknya tak ingin genre musik dangdut original hilang begitu saja karena kalah eksis dengan musik-musik dangdut genre terbaru.
“Paguyuban ini dibentuk bertujuan melestarikan budaya seni musik dangdut klasik agar tetap eksis, karena hampir tergerus oleh maraknya dangdut genre baru. Selain itu, adanya paguyuban ini bisa mempererat tali silaturahmi seniman dangdut antar generasi, mulai dari 1970, 1980, 1990, dan era milenium. Setiap satu bulan sekali kami mengadakan arisan bersama,” ungkap Amin kepada Mondes.co.id, Sabtu, 8 Februari 2025.
Paguyuban ini berdiri sejak 2018 dan berkantor pusat di Desa Tambaharjo RT 07/RW 03 Kecamatan Pati.
Hingga kini ada 54 anggota yang ikut di paguyuban tersebut, serta empat grup musik dangdut original.
“Anggota terdiri dari pengurus tetap maupun anggota kehormatan. Total kami ada 54 anggota. Mereka berasal dari Pati, Kudus, Purwodadi, dan Jepara,” imbuh Amin.
Sejauh ini, Paguyuban ini juga sukses di kancah belantika musik dangdut kawasan Eks Keresidenan Pati maupun pantai utara (Pantura).
Seniman dangdut klasik seperti grup musik Bernada Remaja, grup musik dangdut Elsitara, Arsita Group, grup musik Kalingga, Kirana Original Music Gendre dan lain-lain menjadi nama-nama beken yang diorbitkan paguyuban tersebut.
“Grup musik yang pernah eksis pada zamannya yakni Bernada Remaja dari Juwana, Elsitara dari Pati, eks penyanyi Arsita di Demak, Kalingga dari Jepara tergabung di paguyuban ini. Bahkan paguyuban ini berisi oleh seniman-seniman muda dan senior dari musia 30 hingga 70 tahun,” ujar personel Kirana Original Music Genre.
Ia memandang, minat terhadap musik dangdut original di Eks Keresidenan Pati menurun.
Banyak kawula muda yang lebih menyukai genre metal, rock, pop, indie, dan dangdut era modern.
Meski begitu, menurut basis Kirana Original Music Genre tersebut, beberapa wilayah Pati masih menggemari musik dangdut klasik, di antaranya Pati bagian selatan.
“Pecinta musik dangdut original masih ada di Kayen dan Sukolilo di sana masih banyak. Di luar Pati seperti Demak juga masih banyak. Sedangkan, minat musik dangdut di Jepara imbang antara dangdut lawas dan dangdut modern,” jelasnya.
Menurut Amin, minat musik tergantung selera masing-masing.
Ia mengaku skill memainkan musik dangdut original atau lawas lebih sulit dibanding dangdut modern yang cenderung bergenre koplo.
“Tingkat kesulitan dangdut original lebih tinggi. Seniman dangdut modern pun belum tentu bisa memainkan dangdut lawas. Namun, seniman dangdut lawas pasti bisa memainkan dangdut modern yang cenderung apa-apa di-koplo-in,” tuturnya.
Perlu diketahui, Amin bersama rekan-rekannya menyarankan agar kawula muda tidak meninggalkan genre musik dangdut original alias dangdut lawas ini.
Hal tersebut sebagai upaya mengenalkan para seniman muda bahwa dangdut original merupakan cikal bakal dari lahirnya musik-musik dangdut modern.
“Kepada pecinta dan seniman dangdut, ayo sebaiknya belajar dangdut ori (original),” saran pria yang menggeluti permusikan sejak bangku SMA tersebut.
Sebagai informasi, Paguyuban Seniman Dangdut Lawas se-Eks Karesidenan Pati diketuai oleh Haryono yang dibantu oleh wakil ketua Moch. Amin.
Dalam menjalankan paguyuban terdapat pula dua sekretaris Mamik dan Ummi Khulsum, serta dua bendahara yakni Endang Sadtiyanti dan Dwi Any Safari.
Sedangkan, posisi penasehat terdapat Tejo Sunardi dan Amin itu sendiri.
Ia menjelaskan bahwa grup musik dari paguyuban ini kerap manggung di berbagai acara. Tarif rata-rata Rp15 juta sampai dengan Rp20 juta.
“Kalau grup musik yang kami naungi biasanya manggung rata-rata tarifnya Rp15.000.000 sampai Rp20.000.000, itu komplit. Kami sering mengandalkan penyanyi lokal,” jelas pria yang berdomisili di Desa Kebonsawahan, Kecamatan Juwana.
Amin berpesan agar musik dangdut tak dipandang sebelah mata.
Seharusnya, seniman menikmati dan mencintai musik dangdut tidak sekedar berdasar royalti, tetapi juga seniman harus memiliki jiwa melestarikan budaya musik sebagai identitas.
“Jangan terlalu larut pada hingar bingar royalti. Hargailah musik sebagai kebudayaan yang harus dilestarikan,” tutupnya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar