Mranggi Supendi, Meniti Kesakralan Warangka Keris di Terjal Era Modern

waktu baca 4 menit
Sabtu, 12 Agu 2023 10:30 0 1595 Heru Wijaya

TRENGGALEK – Mondes.co.id | Keris merupakan salah satu senjata yang masuk kategori benda pusaka warisan budaya Nusantara. Bermacam jenis dan nama dari berbagai era menjadikan keris ini unik serta selalu menarik diulas. Pun begitu, keindahan (keris) tak akan bisa dilepaskan dari aksesoris atau sandangan.

Diantaranya, warangka yang memang menjadi salah satu pendukung penting tampilan keris, diluar fungsi utama sebagai senjata ataupun pusaka.

Dengan bergesernya masa, dewasa ini banyak pembuat keris yang biasa disebut ‘Mpu’ dan pengrajin warangka yang jamak dipanggil ‘Mranggi’ mulai langka.

Mengingat, keahlian untuk menciptakan produk seni dimaksud memang cukup terbatas. Pasalnya, seniman Mranggi ataupun Mpu selain punya skill khusus juga harus menguasai pakem-pakem yang ada.

Pun begitu, meski sudah menjadi profesi yang jarang ada, di salah satu wilayah Kabupaten Trenggalek ternyata masih eksis salah satu Mranggi atau ahli pembuat warangka.

Dia adalah Supendi atau lebih akrab disapa Mranggi Pendik seorang warga Desa Ngulankulon, Kecamatan Pogalan.

Kepada Mondes.co.id, di sela aktivitasnya, dia menceritakan pengalaman selama hampir 20 tahun jadi pengrajin warangka.

Dahulu, Supendi atau Mranggi Pendik ini sebenarnya hanya iseng ketika mencoba membuat warangka keris.

Itupun mencoba-coba karena banyak keterbatasan, modalnya pun hanya tatah dan palu.

Tanpa keilmuan akademik tentang seni rupa, dia tetap memberanikan diri untuk belajar secara autodidak membuat warangka.

Belajarnya, hanya dengan cara menirukan gambar dan felling saja. Waktu yang dibutuhkan untuk proses belajar juga lumayan lama, yakni sekitar dua tahun.

BACA JUGA :  Harga Daging Ayam Merangkak Naik Awal Ramadan, Diperkirakan Hingga Lebaran

Alat dukung pun sangat terbatas karena masih memakai peralatan manual belum mengenal perangkat elektrik.

“Tanpa sekolah seni, selama dua tahun secara autodidak dengan segala keterbatasan alat dukung saya belajar membuat warangka,” kata Mranggi Pendik, Sabtu, 12 Agustus 2023.

Ditambahkannya, beberapa kali diawal masa mencoba dahulu sempat patah semangat.

Sebab, dengan alat manual yaitu tatah, gergaji, ampelas (kertas gosok) dan palu setiap pekerjaan harus dilakukan secara bertahap sedikit demi sedikit.

Sehingga waktu pengerjaan satu warangka saja sangat lama sekaligus memerlukan ekstra kesabaran dan ketelatenan.

“Dalam membuat warangka itu tidak hanya sekadar cepat terselesaikan, melainkan harus bagus, berkualitas dan tak keluar pakemnya,” imbuh dia.

Bersyukur, masih kata Supendi, di tahun kedua sejak mula belajar membuat warangka, sudah mulai dikenal dan banyak pesanan.

Walaupun, masih terbatas teman dekat dalam komunitas pecinta pusaka atau lebih dikenal ‘tosan aji’.

Melihat peluang baru jika produksi warangka akan membuka potensi pekerjaan yang menghasilkan, dirinya pun akhirnya ‘banting stir’.

Akan lebih fokus menjadi pengrajin warangka pusaka, tapi bukan hanya terbatas pada keris saja. Termasuk tombak, pedang, mandau dan jenis senjata lain.

“Sebenarnya dahulu, saya berprofesi sebagai tukang kayu dan batu. Akan tetapi, ketika peluang membuat warangka lebih menjanjikan akhirnya saya lebih fokus ke sisi ini (pembuatan warangka),” ujar Supendi.

Lebih lanjut dia kisahkan, pekerjaan awal sebagai tukang kayu dan batu itu sangat berat. Sudah keluar banyak waktu serta tenaga, penghasilan juga minim.

Sedangkan ketika membuat warangka, tidak perlu keluar rumah dan menguras tenaga. Pendapatan pun jauh lebih tinggi daripada profesi sebelumnya (tukang kayu dan batu).

Betapa tidak, biaya sekali membuat warangka itu mulai 500 ribu rupiah, hingga 1,5 juta rupiah.

BACA JUGA :  Perang Obor Tegalsambi Jadi Magnet Turis Asing

Tergantung pada bentuk, besar kecilnya pesanan, jenis kayu dan tingkat kesulitan.

Sedangkan saat menjadi tukang batu, per hari menerima upah sekitar 80 ribu sampai 100 ribu rupiah. Belum lagi efektivitas waktu, sangat berbeda jauh.

Berkiprah sejak tahun 2005 menggeluti dunia kerajinan warangka, konsumennya sudah merambah kehampir seluruh wilayah Indonesia bahkan menyentuh luar negeri.

“Konsumen sudah merambah hampir seluruh Indonesia, bahkan luar negri. Orang Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam pernah memesan warangka saya juga. Sementara yang diluar pulau Jawa, pernah dari Lampung, Kalimantan, Nusatenggara dan Sulawesi. Kalau pelanggan lokalnya dari Ponorogo, Trenggalek, Blitar, dan Malang,” ceritanya.

Masih menurut Mranggi Pendik, dirinya dalam pembuatan warangka keris mengaku sedikit berbeda dengan Mranggi asli keraton.

Sebab, tidak melalui ritual-ritual khusus seperti penyiapan kelengkapan sesajen, berpuasa dan sebagainya.

Pembuatan warangka benar-benar murni kerajinan dengan menggunakan alat pertukangan modern.

“Dengan didukung alat pertukangan modern dan tanpa ritual. Karena ini adalah bagian dari seni kerajinan, sehingga ada variasi dan ciri khas berbeda di tiap warangka yang saya buat,” sambung Supendi.

Sedikit cerita berbau mistis yang sempat terlontar darinya, bahwa selama 18 tahun berkecimpung menjadi perajin warangka, Mranggi Pendik pernah mengalami kejadian diluar nalar.

Seingatnya, pengalaman tak masuk akal tersebut terjadi ketika membuat warangka untuk beberapa keris tua.

“Pernah beberapa kali saat membuatkan warangka untuk keris sepuh, saya bermimpi bertemu sosok tertentu. Ada yang berupa kakek-kakek, pria berperawakan tinggi besar dengan busana kerajaan dan beberapa perwujudan lain. Mungkin perwujudan dari kodam keris tersebut,” pungkasnya.

Editor: Harold Ahmad

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini