Melestarikan Tradisi Nyantrik Ukir yang Mulai Hilang

waktu baca 3 menit
Jumat, 21 Nov 2025 16:51 0 11 Dian A.

JEPARA – Mondes.co.id | Kerajinan ukir di Jepara sudah mendunia, akan tetapi saat ini dihadapkan problem regenerasi pengrajin ukir yang semakin menurun.

DBHCHT TRENGGALEK

Bagaimana upaya untuk melakukan regenerasi ukir agar tetap membumi di Jepara?

Jepara Wood Carving Performance yang direncanakan rutin digelar di galeri Pantai Kartini Jepara bukan hanya atraksi wisata, tetapi juga tempat belajar, ruang regenerasi, dan ruang pelestarian budaya ukir bagi anak-anak Jepara.

Hal tersebut diungkapkan oleh Bupati Jepara Witiarso Utomo dalam sambutan tertulisnya yang disampaikan oleh Staf Ahli Bupati Bidang PKSDM Sridana Paminto saat membuka Kelas Mengukir Angkatan I  yang diikuti oleh 20 pelajar SMP  di  Kabupaten Jepara, Jumat (21/11/2025).

Siswa ini berasal dari SMPN 1 Jepara dan SMPN 3 Jepara.

Pembukaan acara ini ditandai dengan penyerahan palu secara simbolis kepada peserta.

Kegiatan dilaksanakan oleh Yayasan Pelestari Ukir Jepara ini menghadirkan narasumber Sutarya, Sutrisna, Suyoto, Rumini, Shokib, dan Istiyanto.

Dalam perjalanan panjang seni ukir Jepara, memiliki tradisi berharga yang telah lama hilang, yakni tradisi nyantrik.

Nyantrik ini istilah berguru kepada orang yang sudah mempunyai keahlian mengukir.

Selain dari jalur formal, dulu anak-anak Jepara belajar mengukir dengan cara ngrewangi atau membantu tukang ukir yang sudah mahir.

“Mereka memegang alat, mempersiapkan bahan, hingga diajari semua teknik mengukir,” paparnya.

Dua pola hubungan ini saling menguntungkan.

“Tukang ukir terbantu pekerjaannya, sehingga proses produksi menjadi lebih cepat, sementara si cantrik, anak-anak Jepara masa itu, mendapat ilmu langsung dari ahlinya. Anak-anak yang belajar ini sering mendapat bagian dari upah pengerjaan. Dari pola pewarisan inilah lahir banyak maestro ukir Jepara,” ungkapnya.

BACA JUGA :  Banjir Rendam Desa Ketitang Wetan Pati, Warga Bertahan di Rumah

Namun realitas kita hari ini sudah sangat jauh berbeda.

“Pola nyantrik hampir tidak ada lagi. Jika kita biarkan, anak-anak Jepara bisa tercerabut dari akar budaya ukirnya sendiri. Maka kegiatan Kelas Mengukir seperti ini menjadi jembatan baru untuk memulihkan mata rantai pewarisan itu, dengan pendekatan yang relevan dengan zaman,” paparnya.

Witiarso Utomo juga menilai, kegiatan pelatihan ukir untuk siswa ini sejalan dengan VISI Jepara Mulus: “Bersama Membangun Kabupaten Jepara yang Makmur, Unggul, Lestari, dan Religius.”

Memakmurkan, karena furnitur dan seni ukir adalah tulang punggung ekonomi Jepara.

Mengunggulkan, karena melatih kreativitas dan keahlian yang menjadi unsur SDM unggul.

Melestarikan, karena menjaga warisan budaya Jepara yang telah mengakar ratusan tahun.

Serta merefleksikan nilai religius, karena mengukir adalah proses yang penuh kesabaran, ketekunan, dan penghormatan terhadap karya ciptaan Tuhan.

Dengan demikian, kelas ini bukan hanya mengajar teknik memegang tatah, tetapi menghubungkan kembali generasi muda dengan identitas budaya mereka.

“Kalian adalah penerus para maestro ukir Jepara. Semoga dari sini, kreativitas kalian bisa bertumbuh. Dari sinilah kita harapkan lahir generasi pengukir, desainer, dan pelaku industri kreatif yang kelak menjaga nama besar Jepara sebagai The World Carving Center.

Ketua Yayasan Pelestari Ukir Jepara, Hadi Priyanto mengungkapkan bahwa Jepara Wood Carving Performance ini didedikasikan untuk pelestarian dan promosi seni ukir Jepara.

“Harapan kami setelah angkatan pertama ini akan disusul dengan kelas yang lain. Tentu kami sangat memerlukan dukungan para pemangku kepentingan dan kalangan pengusaha,” pinta Hadi.

Editor; Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini