PATI – Mondes.co.id | Pergerakan Mahasiswa IsIam Indonesia (PMII) Cabang Kabupaten Pati menggelar demontrasi di depan Kantor Bupati Pati, Selasa (3/6/2025).
Demontrasi ini dipicu kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati untuk menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga mencapai angka 250 persen.
Selain menjeritkan sejumlah tuntutan, pendemo juga nampak memboyong sejumlah spanduk bertuliskan kegelisahan.
Seperti, “Pajak yang kau dapat harus kau pertanggungjawaban terhadap PBB 250 % yang kau naikkan!”
Koordinator Aksi, Muhajirin menilai, Pemkab Pati terlalu gegabah untuk membuat kebijakan PBB-P2 yang meroket naik hingga 250 persen.
“Kami ingin mengklarifikasi Bupati Pati Sudewo yang menaikkan PBB hingga 250 persen,” ujarnya.
Ia mengaku, pihaknya sebelumnya sudah melakukan kajian dan membuat posko aduan tentang kebijakan tersebut. Berdasarkan kajian mendalam, pihaknya menolak keras.
PMII Kabupaten Pati menilai bahwa kebijakan tersebut perlu dibatalkan. Serta meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati untuk lebih menyerap partisipasi masyarakat untuk menaikkan PBB.
“Sebelumnya kami sudah terjun kemasyarakatan dan melakukan kajian. Kami juga membuat pengaduan kepada masyarakat,” terangnya.
Diketahui, setidaknya ada empat poin tuntutan dalam aksi unjuk rasa ini. tuntutan tersebut yakni, meminta Pemkab Pati meninjau ulang kebijakan tersebut dan mempertimbangkan prinsip keadilan, keberpihakan terhadap rakyat kecil, serta kesinambungan sosial.
PMII Pati mendesak Pemkab Pati membuka ruang dialog dengan masyarakat, akademisi, dan organisasi sipil guna mengevaluasi skema kenaikan tarif agar lebih adil dan proporsional.
“Kita menuntut meninjau ulang kebijakan dan (melakukan) kebijakan secara partisipatif,” tegasnya.
Pihaknya menilai, kebijakan kenaikan PBB ini bisa dilakukan dengan cara bertahap dalam jangka waktu 2-3 tahun, bila penyesuaian perlu dilakukan.
Ini diperlukan untuk memberi waktu adaptasi kepada masyarakat.
“Dua, kebijakan bertahap, tranparansi, dan sosialisasi publik,” lanjut dia.
Ia juga menilai bahwa Pemkab Pati perlu transparan dan melakukan sosialisasi publik dalam proses penyesuaian tarif.
Termasuk dasar perhitungannya harus disosialisasikan secara terbuka dan masif, termasuk melalui media digital, RT/RW, dan forum desa.
“Mendorong DPRD untuk serta menanggapi keluh kesah masyarakat. bukan hanya DPRD diam,” teriaknya.
PMII Pati juga meminta kepada Pemkab Pati untuk tranparan dalam alokasi PAD dan mengevaluasi, serta mengoptimalkan semua instrumen pemerintah dalam meningkatkan PAD.
“Terakhir, transparasi penggunaan PAD, sebelum menaikkan PBB seharusnya bupati Pati mengevaluasi PAD di Kabupaten Pati,” pungkasnya.
Muhajirin mengaku, tuntutan ini muncul usai pihaknya melakukan kajian dan membuka posko aduan untuk masyarakat yang terdampak atas kebijakan tersebut.
Selain itu, Muhajir juga mengingatkan janji kampanye calon bupati yang menyatakan tidak akan menaikkan pajak, sehingga kebijakan ini dianggap bertentangan dengan harapan masyarakat.
“Ekonomi di Pati belum siap menerima kenaikan pajak sebesar ini. Janji kampanye harus menjadi komitmen yang dijaga demi kesejahteraan rakyat,” ujarnya.
PMII menilai kenaikan ini memberatkan masyarakat dan meminta agar kebijakan tersebut segera dievaluasi.
PMII Pati mengeklaim, mewakili suara masyarakat yang merasa belum mendapatkan informasi dan sosialisasi yang memadai terkait kenaikan PBB.
Oleh sebab itu, pengunjuk rasa menekankan pentingnya transparansi maupun dialog antara pemerintah dan masyarakat agar kebijakan pajak dapat diterima dengan baik.
Selain itu, mahasiswa juga mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan peningkatan pajak pada sektor usaha seperti karaoke, yang dinilai lebih mampu memberikan kontribusi tanpa membebani masyarakat kecil.
“Aksi damai ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi pemerintah Kabupaten Pati untuk melakukan evaluasi dan mencari solusi terbaik demi kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat,” terangnya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar