PATI – Mondes.co.id | Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati melalui Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (Dinsos P3AKB) Kabupaten Pati intensif menjalin koordinasi dengan berbagai pihak guna memperkuat sistem perlindungan anak.
Dalam serangkaian pertemuan strategis dengan kepolisian, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Balai Permasyarakatan (Bapas), Lembaga Permasyarakatan (Lapas) hingga Pengadilan Negeri (PN), serta berbagai pihak lainnya membahas terkait permasalahan anak dan menguatkan Kabupaten Pati yang layak anak.
Terdapat sekitar 18 instansi di lingkungan Pemkab Pati yang turut serta dalam pertemuan tersebut.
Diketahui, tercatat lonjakan kasus pelecehan seksual dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terhadap perempuan dan anak.
Hal ini dapat dilihat dari pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Unit (Kanit) PPA Kepolisian Resor Kota (Polresta) Pati, Imam Fakhrudin.
“Saat ini kasus yang berkaitan dengan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), khususnya pelecehan seksual dan TPPO mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan perlu menjadi perhatian serius kita bersama. Dalam penanganannya, tentu kami harus memastikan bahwa setiap kasus yang masuk benar-benar memenuhi unsur pidana dan didukung dengan bukti yang kuat. Untuk perkembangan data, kami akan terus memperbaruinya secara berkala. Kami juga terbuka untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak terkait demi penanganan yang maksimal,” terangnya memantik persoalan yang dibahas pada forum tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, Sub Koordinator PPPA Dinsos P3AKB Kabupaten Pati, Anggia Widiari menuturkan jika kasus yang selama ini ditangani oleh Dinsos P3AKB Kabupaten Pati diharapkan dapat diatasi secara kompak antar sektor.
Ia juga menekankan agar Satpol PP Pati dapat menanggapi masalah ini dengan lebih serius.
Ia menemukan banyak kasus yang terjadi di sejumlah kos-kosan di Kabupaten Pati. Lokasi-lokasi tersebut harus mendapat perhatian yang lebih intensif dari pihak yang berwenang, supaya mengantisipasi kasus yang tidak diinginkan.
“Dalam penguatan 11 layanan perlindungan perempuan dan anak di Kabupaten Pati. Kami menyadari pentingnya kolaborasi lintas sektor, khususnya dengan Margo Laras dan pihak-pihak terkait lainnya,” ujarnya saat menjadi narasumber.
Oleh karena itu, diperlukan sinergi yang kuat antar instansi untuk melakukan pencegahan dan penanganan secara komprehensif.
“Saat ini kami menghadapi meningkatnya fenomena kos-kosan short time yang disinyalir menjadi tempat terjadinya hubungan seksual di luar nikah. Hal ini berkontribusi terhadap meningkatnya kasus pernikahan dini di wilayah Kabupaten Pati,” papar Anggi.
Sementara, Kepala Bidang (Kabid) Peraturan Hukum Daerah (PPHD) Satpol PP Pati, Herman Setiawan menekankan pentingnya pendekatan edukatif terhadap anak pelaku kekerasan.
Menurutnya, anak harus dipandang sebagai korban dari pengaruh lingkungan dan media, bukan sekadar pelaku yang harus dihukum.
“Mencegah lebih baik daripada mengobati, prinsip ini sangat relevan dalam perlindungan anak. Banyak kasus perilaku menyimpang pada anak bukan semata-mata kesalahan mereka, tapi dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti lingkungan keluarga, pergaulan, bahkan media sosial,” ungkapnya.
“Maka, pencegahan harus dilakukan secara menyeluruh dengan melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Kita semua punya peran membentuk karakter anak sejak dini agar mereka tumbuh dalam lingkungan yang aman dan positif,” imbuh Herman.
Lalu, Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Pati menambahkan bahwa pendidikan akhlak di sekolah, baik melalui pelajaran agama maupun penyuluhan masyarakat, menjadi salah satu garda terdepan dalam membentuk karakter anak yang beretika dan berakhlak.
“Pelajaran agama untuk pendidikan akhlak di sekolah maupun penyuluhan di masyarakat jadi garda terdepan membentuk karakter anak yang beretika dan berakhlak,” kata Kepala Seksi (Kasi) Pendidikan Agama Islam (PAIS) Kantor Kemenag Kabupaten Pati, Sukawi.
Dinsos P3AKB bersama BPBD Kabupaten Pati bersepakat menjalankan edukasi kebencanaan di sekolah, menyediakan ruang ramah anak di pengungsian, serta pelatihan psiko-sosial bagi relawan dan pendamping anak pasca-bencana.
Lebih lanjut, isu kenakalan remaja turut dikemukakan dalam rapat dengan Bapas Kabupaten Pati, dibahas 27 kasus anak yang terlibat tawuran dan kepemilikan senjata tajam.
Bapas Kabupaten Pati menekankan peran pendampingan hukum dan pembinaan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), sementara Dinsos P3AKB Kabupaten Pati menyiapkan shelter aman, serta layanan psik-sosial dan pembinaan keluarga.
Di samping itu, koordinasi dengan Cabang Dinas Pendidikan Wilayah III Provinsi Jawa Tengah juga menghasilkan rekomendasi peningkatan pengawasan sekolah, termasuk pemeriksaan tas dan penguatan pendidikan karakter.
Sementara itu, Lapas Kelas II B Pati menyampaikan kondisi over-kapasitas dan belum tersedianya fasilitas khusus untuk tahanan anak.
ABH saat ini masih dititipkan di lapas dewasa, meski penanganannya berusaha dipisahkan secara ketat.
Disebutkan bahwa Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pati juga mencatat 31 anak terinfeksi HIV, dengan sebagian besar sudah didampingi, namun masih terkendala stigma dan dukungan keluarga.
“Saat ini Lapas Pati masih menghadapi kondisi over-kapasitas dan belum memiliki fasilitas khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Anak-anak ABH terpaksa dititipkan di lapas dewasa, meskipun kami berupaya keras memisahkan mereka dalam penanganannya. Ini menjadi perhatian serius yang memerlukan dukungan lintas sektor,” ungkap perwakilan dari Lapas Pati dalam rapat koordinasi perlindungan anak.
Dalam aspek ketenagakerjaan, pengawasan pekerja anak masih menjadi tantangan besar.
Koordinasi dengan pengawasan ketenagakerjaan dan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Pati menunjukkan bahwa pekerja anak masih marak di sektor informal.
Program penarikan anak dari tempat kerja ke bangku sekolah telah berjalan, namun terkendala SDM dan anggaran. Diperlukan strategi nasional yang lebih kuat serta dukungan dari semua pihak.
Selanjutnya, Pengadilan Negeri (PN) Kelas I A Pati melengkapi langkah ini dengan penerapan mekanisme diversi atau penyelesaian perkara anak di luar peradilan, demi melindungi hak-hak anak dan menghindari dampak buruk proses hukum.
“Pendekatan restoratif ini menjadi cerminan kolaborasi humanis antara lembaga hukum dan instansi perlindungan anak,” ucap Ninik salah satu staf PN Pati.
Koordinasi lintas sektor ini menegaskan komitmen Pemkab Pati dalam menjadikan perlindungan anak sebagai prioritas utama.
Berbagai isu seperti lonjakan kekerasan seksual, TPPO, penyalahgunaan NAPZA, pekerja anak, hingga kenakalan remaja dan pernikahan dini menjadi perhatian bersama.
Tantangan seperti over-kapasitas lapas dan stigma terhadap anak dengan HIV turut mengemuka.
Melalui pendekatan edukatif, preventif, dan penguatan karakter anak, sinergi antara kepolisian, Satpol PP Pati, Dinsos P3AKB Kabupaten Pati, Bapas Kabupaten Pati, Lapas Pati, Dinkes Kabupaten, Kantor Kemenag Kabupaten Pati, BPBD Kabupaten Pati, Cabang Dinas Pendidikan Wilayah III Provinsi Jawa Tengah, dan PN Pati terus diperkuat.
Harapannya, anak-anak di Kabupaten Pati dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman, sehat, dan siap menjadi generasi emas masa depan.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar