Kisah Spiritual RA Kartini dan Mbah Sholeh Darat yang Jarang Terungkap

waktu baca 3 menit
Selasa, 22 Apr 2025 13:36 0 492 Supriyanto

REMBANG – Mondes.co.id |Sosok Raden Ajeng Kartini, pahlawan emansipasi wanita Indonesia, selama ini dikenal luas melalui surat-suratnya yang kemudian dibukukan dalam karya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Namun, sebuah kepingan sejarah yang tak banyak terungkap menyimpan jejak spiritual mendalam yang membentuk pemikiran Kartini.

Hubungannya yang erat dengan Kiai Sholeh Darat, seorang ulama kharismatik yang berpengaruh di zamannya.

Sebuah fakta menarik terungkap bahwa salah satu kerinduan intelektual dan spiritual Kartini adalah memahami makna Alquran.

Dalam pertemuannya dengan Mbah Sholeh Darat, Kartini secara langsung menyampaikan keinginannya agar kitab suci umat Islam itu diterjemahkan ke dalam bahasa yang ia pahami.

“Selama ini Al-Fatihah gelap bagi saya. Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini, ia menjadi terang-benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab Romo Kyai telah menerangkannya dalam bahasa Jawa yang saya pahami,” ungkap Kartini kepada Mbah Sholeh Darat, sebagaimana dituturkan oleh Ustaz Maskuri pendiri dan pengasuh Majelis Asmaul Husna di Dukuh Jambu, Desa Krikilan, Kecamatan Sumber, Kabupaten Rembang.

Kala itu, di bawah cengkeraman penjajah Belanda, penerjemahan Alquran secara resmi dilarang. Namun, kecintaan Mbah Sholeh Darat pada ilmu dan keinginan untuk memenuhi dahaga spiritual Kartini, mengalahkan rasa takutnya.

Beliau mengambil langkah berani dengan menerjemahkan Alquran ke dalam Bahasa Jawa menggunakan aksara Arab Pegon, sebuah strategi cerdik untuk menghindari kecurigaan penguasa kolonial.

Hasil dari kerja keras dan keberanian Mbah Sholeh Darat itu terwujud dalam sebuah kitab tafsir dan terjemahan Alquran berjudul “Tafsir Faidlur Rahman fi Tarjamati Tafsir Kalam Malikid-Dayyan”.

BACA JUGA :  Truk Tangki vs Truk Boks di Pantura Pati-Juwana, 3 Orang Dilarikan ke Rumah Sakit

Jilid pertama kitab setebal 503 halaman ini mengupas makna Surat Al-Fatihah dan Surat Al-Baqarah.

Karya monumental ini menjadi tafsir pertama Alquran di Nusantara yang berbahasa Jawa dengan aksara Arab.

Lebih istimewa lagi, kitab “Tafsir Faidlur Rahman” jilid pertama ini menjadi hadiah pernikahan yang diberikan Mbah Sholeh Darat kepada RA Kartini saat menikah dengan Raden Mas Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, Bupati Rembang kala itu.

Hadiah yang jauh lebih berharga dari sekadar materi, karena membuka jendela pemahaman Kartini terhadap ajaran Islam.

“Pemberian kitab tafsir ini menjadi bukti kedekatan spiritual antara Kartini dan Mbah Sholeh Darat. Ini menunjukkan bahwa Kartini tidak hanya berjuang untuk emansipasi dalam konteks sosial dan pendidikan, tetapi juga memiliki kerinduan yang mendalam pada pemahaman agama,” kata Maskuri.

Melalui terjemahan Mbah Sholeh Darat inilah, Kartini menemukan ayat suci Alquran yang amat menyentuh nuraninya, yaitu penggalan dari Surat Al-Baqarah ayat 257:

ٱللَّهُ وَلِيُّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ يُخْرِجُهُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ

Yang artinya: “Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya”

Ayat ini diyakini memberikan inspirasi dan kekuatan bagi Kartini dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan melawan ketidakadilan.

Cahaya pemahaman agama yang diperoleh dari Mbah Sholeh Darat menjadi suluh yang menerangi jalan perjuangannya.

“Inilah fondasi spiritual yang mungkin terlupakan dalam narasi besar tentang Kartini, bukan sekadar kumpulan surat-menyurat, tetapi pemahaman mendalam terhadap ajaran agama yang menjadi salah satu pendorong semangat emansipasinya,” imbuhnya.

Sejarah mencatat bahwa Kartini wafat di usia muda yakni 25 tahun, tak lama setelah melahirkan putranya.

Namun, warisan pemikirannya terus hidup dan menginspirasi generasi penerus bangsa.

Mengungkap hubungan spiritualnya dengan Mbah Sholeh Darat memberikan dimensi baru dalam memahami sosok Kartini secara utuh.

BACA JUGA :  Hujan Tak Kunjung Datang, Petani Mulai Resah

Bahwa perjuangannya tidak hanya lahir dari kegelisahan sosial, tetapi juga dari pencarian spiritual dan pemahaman mendalam terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang universal.

Kisah ini menjadi pengingat akan pentingnya peran ulama dan intelektual dalam mencerdaskan bangsa, bahkan di tengah keterbatasan dan tekanan penjajahan.

Keberanian Mbah Sholeh Darat dalam menyampaikan ilmu dan ketulusan Kartini dalam mencari kebenaran, menjadi teladan yang patut dikenang dan diwariskan.

Secercah cahaya dari Mbah Sholeh Darat telah menerangi jalan Kartini, dan cahayanya terus terpancar hingga kini.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini