Khas dan Unik, Menilik Sejarah Pengolahan Kuningan di Juwana

waktu baca 3 menit
Kamis, 12 Sep 2024 14:55 0 505 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Tidak hanya terkenal dengan potensi laut dan budayanya, di Kecamatan Juwana Kabupaten Pati juga terdapat cluster kuningan yang cukup tersohor.

Ternyata, kehidupan ekonomi sebagian masyarakatnya dipengaruhi dengan adanya pengolahan logam yang sudah ada sejak masa kedatangan penjajah Belanda.

Artinya, produksi logam kuningan yang membuat Kabupaten Pati terkenal, khususnya di wilayah Juwana, sudah berjalan sejak era kolonial.

Bermula dari pusat kerajinan kuningan yang berada di Desa Pajeksan, kemudian berpindah ke Desa Kudukeras, dan akhirnya mencapai puncaknya di Desa Growong Lor dan Growong Kidul.

Pergeseran ini disebabkan oleh populasi yang semakin besar dan lingkungan yang menerima kondisi dari adanya dampak proses produksi.

Dalam sejarah logam kuningan, adapun tokoh tersohor yang dikenal sebagai pengrajin kuningan asal Juwana adalah mendiang Mbah Rewok.

Mbah Rewok, diketahui turut dalam proyek pembangunan Jalan Anyer-Panarukan di bawah kendali Herman Willem Daendels.

Sebagai ahli peleburan logam kuningan, Mbah Rewok memperkenalkan teknik pengecoran kuningan di daerah tersebut kepada pekerja rodi.

Mendiang Mbah Rewok wafat dan dikebumikan di Desa Pajeksan, Kecamatan Juwana. Kesaksian itu datang dari pengrajin kuningan asal Juwana, Sutrisno.

Sutrisno sendiri memulai usahanya pada tahun 2005 usai memperoleh pengalaman dari salah satu pengusaha kuningan yang telah meninggal. Ia pun melanjutkan usaha tersebut.

“Saya memutuskan untuk melanjutkan usaha ini sendiri dan mengembangkan keterampilan yang telah saya pelajari,” ujarnya, baru-baru ini.

Menurut Sutrisno, menekuni usaha pembuatan kuningan dipilih lantaran lingkungannya sangat mendukung. Apalagi industri kuningan sudah ada sejak era kependudukan Belanda, itulah sebab Juwana dikenal sebagai Kota Kuningan.

BACA JUGA :  Ternyata Ini Penyebab Lonjakan Inflasi di Pati, Penasaran? 

Ia menceritakan, jika masyarakat Juwana belajar cara mengolah logam dari penjajah. Perkembangan industri berangkat dari kebutuhan perbaikan kapal milik Belanda waktu itu.

“Awalnya di Juwana itu mulai sejak penjajahan Belanda. Ada kapal-kapal penjajah yang mau masuk ke Jawa, tapi kapalnya pada rusak. Masyarakat setempat belajar mengolah logam dari penjajah guna perbaikan kapal Belanda,” ungkapnya.

“Kemudian mereka membutuhkan kuil atau kipas kapal. Dulu ibaratnya seperti bengkel lah untuk mengganti sparepart atau yang lainnya. Nah, dari situlah mulai dikenalkan oleh orang Belanda cara pengecoran logam,” paparnya.

Banyaknya pekerja yang membangun industri di rumah masing-masing, membuat produksi kuningan semakin berkembang. Tidak hanya untuk memperbaiki perkakas yang rusak, tapi juga membuat hiasan bangunan.

“Awal mulanya dari situ, berkembang puluhan tahun karena kebutuhan dari sekitar membutuhkan alat-alat yang berbahan logam. Maka yang dari awal mula pengecoran kipas itu dialihkan kebutuhan sehari-hari seperti alat-alat peralatan, sendok, timbangan, engsel sampai saat ini berkembang menjadi patung,” beber Sutrisno.

Berlatar belakang historis yang panjang dan perkembangan yang kontinyu, kerajinan kuningan Juwana berinovasi dan beradaptasi dengan target market tradisional maupun modern.

Unggulnya kerajinan logam kuningan asal Juwana berada pada cara membuatnya. Pengecoran kuningan Juwana beda dari yang lain, karena memakai teknik pengetokan.

Lebih lanjut, proses pembuatan kuningan dimulai dengan membuat mal atau pola, yang kemudian dicetak dengan cetakan inti, serta cetakan kulit menggunakan dapur krus.

Setelah pembersihan inti cor dan sistem gating, dilanjutkan dengan pabrikasi, permesinan, dan perakitan awal. Sebelum akhirnya melakukan finishing, pemolesan, pelapisan, dan perakitan akhir.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini