PATI – Mondes.co.id | Advokat asli Pati bersama aktivis Pati mengajukan eksaminasi publik atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Pati pada tahun 2020.
Tidak hanya itu, mereka juga menggelorakan Seruan Bela Sukesi. Dimana rumah dan tanah janda tuna tulis asal Trangkil itu, terancam eksekusi berdasarkan putusan PN Pati.
Ketua Sahabat Komisi Yudisial (SKY) masa bakti tahun 2015-2017, Joko Sutrisno mengajak PN Pati dan semua advokat se-Nusantara untuk melakukan eksaminasi publik.
“Agar masyarakat paham. Pengertian eksaminasi publik merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh masyarakat umum (bukan kalangan hakim atau jaksa) terhadap produk pengadilan. Eksaminasi ini kerap dilakukan terhadap produk peradilan,” ujarnya, Rabu 5 Oktober 2022.
Beberapa hal yang patut diperhatikan dari hasil eksaminasi ini, lanjut dia, tidak bermaksud untuk melakukan intervensi terhadap proses hukum di PN Pati. Namun hanya sumbangan pemikiran dari komunitas masyarakat hukum.
Serta sebagai ruang publik yang harus mulai dibangun, agar lembaga-lembaga negara tidak lepas dari kontrol masyarakat.
Setidaknya, jelas Joko, terdapat tiga kriteria perkara yang layak dieksaminasi.
Pertama, kontroversial, dalam hal ini terdapat kejanggalan atau cacat hukum dalam tahapan proses peradilan, atau hukum formil dan hukum materiil. Tidak diterapkan secara baik dan benar, seperti bertentangan dengan asas penerapan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
“Kedua, memiliki pengaruh atau dampak sosial bagi masyarakat. Dampak perkara tersebut bagi masyarakat bisa bersifat langsung maupun tidak langsung, dan di level nasional maupun internasional,” imbuhnya.
Pembina Insan Pers Independen Pati (IPIP), Slamet Widodo menambahkan, ketika ada indikasi mafia peradilan (judicial corruption) seperti indikasi korupsi, kolusi, penyalahgunaan wewenang atau bentuk pelanggaran hukum pidana lainnya, hingga menyebabkan hukum tidak diterapkan secara baik dan benar.
Kemudian, apakah eksaminasi publik ini dapat dilakukan terhadap putusan yang belum berkekuatan hukum tetap, menurutnya, ada dua pendapat berbeda yang harus diperhatikan.
“Pendapat pertama, eksaminasi hanya untuk perkara yang berkekuatan hukum tetap, agar tidak terjadi intervensi terhadap independensi hakim dalam menjatuhkan putusan,” terangnya.
Sambung pria yang akrab disapa Om Bob itu, “Kedua, eksaminasi dapat dilakukan terhadap putusan peradilan yang belum berkekuatan hukum tetap.”
Dalam hal eksaminasi ini, Om Bob meminta agar pihak terkait meninjau ulang perkara yang sudah menimpa Sukesi atas putusan PN Pati pada tahun 2020 yang lalu, apakah sudah riil sesuai dengan prosedur atau masih menyimpang.
“Karena menurut analisis teman-teman di lapangan, putusan itu diduga belum sesuai dengan kronologi yang sudah di ceritakan oleh Sukesi (tergugat) pada hukum perdata,” tegas Aktivis Pati itu.
Sebelumnya, Sukesi warga Trangkil yang juga seorang tuna tulis, mengaku kaget saat mendapatkan panggilan dari PN Pati, untuk sidang kasus penyelesaian hutang piutang.
Betapa kagetnya Sukesi, karena di pengadilan, ia dipaksa menandatangani surat pengakuan hutang sebesar Rp 75 juta dan oleh hakim diputuskan wajib membayar sebesar Rp 80 juta.
“Saya hanya bisa menulis nama saya. Jadi waktu sidang saya diminta tanda tangan ya saya tandatangani. Tapi tidak tahu apa isinya itu. Selanjutnya sertifikat tanah saya juga diminta dan tanda tangan di notaris. Karena saya tidak tahu, saya asal ikut saja. Dan tahu-tahu katanya rumah saya mau dieksekusi,” beber Sukesi, beberapa waktu lalu. (Dn/Dr)
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar