Kapuk Fiber jadi Produk Inovatif Pemuda Karaban Hingga Lesatkan Industri Lokal ke Panggung Internasional

waktu baca 5 menit
Selasa, 1 Agu 2023 17:17 3 2073 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Kabupaten Pati menjadi salah satu wilayah penghasil serat tanaman randu terbesar di Indonesia. Serat randu ini biasa dikenal dengan sebutan kapuk atau kapuk randu.

Wilayah Bumi Mina Tani yang terkenal sebagai penghasil produk kapuk randu berada di Desa Karaban, Kecamatan Gabus.

Di desa ini mayoritas warganya bermata pencaharian sebagai pelaku usaha kapuk, mulai dari pengepul, produsen olahan bahan mentah, bahkan eksportir.

Salah satu pelaku usaha kapuk asal Karaban bernama Afif Khoirul Hidayat (27) turut berkontribusi memajukan produksi kapuk randu yang ada di daerah asalnya.

Bahkan, di usia muda Afif telah menjadi produsen kapuk fiber tersohor di desanya. Menurut pengakuannya industri kapuk yang ia geluti sudah menjangkau pasar luar negeri, seperti di India, Bangladesh, Jepang, dan Malaysia.

“Fokus saya sebagai eksportir komoditas kapuk fiber. Kapuk-kapuk yang saya kumpulkan dari petani dan pengepul akan diolah dengan mesin yang ada di pabrik saya. Ketika sudah bersih akan dipackaging, setelah jadi pun di-ekspor,” ungkap pria yang merupakan lulusan Universitas Telkom Bandung saat diwawancarai Mondes.co.id, Selasa 1 Agustus 2023.

Pola bisnis yang Afif lakukan merupakan buah inovasi dari ide yang muncul ketika melihat potensi desa.

Perlu ada produk olahan kapuk yang memiliki standar kualitas unggul agar meningkatkan minat pembeli produk kapuk asal Desa Karaban.

Ia pun mengajak para pengepul-pengepul lain menjadi mitra demi mangsa pasar yang lebih luas.

Ditambah dirinya kerap mempromosikan produk kapuknya di berbagai kanal media sosial. Bahkan ia tengah melebarkan sayapnya untuk menjangkau pasar Benua Biru.

BACA JUGA :  Manfaatkan Keterampilan Make Up Jadi Ide Bisnis Menjanjikan

“Ada ratusan wiraswasta yang berkecimpung di komoditas kapuk. Karena saya ingin mengajak gerak bareng, maka saya jadikan pelaku usaha lain sebagai mitra. Individu yang pencar ini ingin saya satukan dalam satu wadah, satu harga, satu kualitas, satu standar, dan satu market alias one windows,” tutur Afif.

“Kalau pelaku usaha lain biasanya mereka eskpor ke kawasan domestik hingga ke luar Jawa. Namun, kalau senantiasa menjamah pasar internasional bukan ke lokal,” imbuhnya.

Menurutnya pelaku usaha lain yang ada di Desa Karaban pun memiliki standar mutu yang bagus.

Buktinya banyak dari mereka yang telah laku ke Sumatera maupun Kalimantan. Itulah sebabnya Afif berupaya mencari peluang pasar lain.

Tidak main-main, ia justru menjual produk bahan mentah kapuk ke mancanegara. Pada 2020 ia memulai usaha ini pembeli pertamanya datang dari Kolkata Port, India.

Sejak saat itu, usahanya mulai merangkak naik secara signifikan dengan jejaring yang dimiliki dan kualitas produk yang berstandar tinggi.

“Saya dulu bekerja di Kementerian Kominfo. Lalu 2020, saya memutuskan resign karena saya ingin bekerja di tempat kelahiran saya. Sebelumnya tidak langsung besar seperti ini, saya dulu sempat kesulitan cari pekerjaan saat pulang ke kampung halaman karena bersamaan dengan datangnya pandemi. Kemudian saya melihat potensi desa, saya mengambil peluang dengan melihat banyaknya pelaku usaha kecil mengolah kapuk,” ucapnya saat diwawancarai di gudang pengolahan kapuk fiber.

Sebagai informasi, ada ratusan pelaku usaha kapuk dan 30 gudang besar di Desa Karaban. Rata-rata tiap gudang mampu memproduksi 1,3 hingga 1,5 ton kapuk per hari. Dari puluhan gudang tersebut, 10 di antaranya telah memenuhi standar ekspor. Untuk Afif sendiri kini mengelola tiga gudang yang diperuntukkan produksi dan pengemasan.

BACA JUGA :  Dexlite dan Pertamina Dex Resmi Turun Harga Hari ini

Ia menyebut telah mampu memproduksi rata-rata 35 ton dalam satu bulan. Sebanyak satu kontainer mampu mengangkut 7 ton paket kapuk fiber siap ekspor.

Selama satu minggu ia bersama 15 rekan kerjanya memproduksi 7 ton kapuk fiber. Awalnya kapuk-kapuk tersebut ia kumpulkan kemudian dijemur hingga 100 persen kering. Kemudian kapuk pun diolah ke mesin hidrolik.

Lalu dibungkus per pack 22,4 kilogram. Kemasan harus disesuaikan dengan permintaan pembeli.

“Sejauh ini, di Karaban ada 30 gudang besar, kapasitas sehari 1,3-1,5 ton produksi. Tapi tak semua berstandar ekspor, mereka belum punya kualitas produksi yang baik standar ekspor, hanya 5-10 gudang saja. Sedangkan kalau di tempat saya sudah berstandar ekspor, rata-rata 35 ton mampu kami hasilkan dalam satu bulan,” sebut Afif.

Perlu diketahui, kapuk fiber memilik ragam manfaat di antaranya sebagai material dinding pesawat terbang, bahan kedap suara di dalam ruangan, campuran kain, dan bahan pembuatan bantal-guling-kasur.

“Kalau menurut riset Presiden BJ Habibie, kapuk fiber dimanfaatkan untuk material dinding pesawat karena bahannya ringan tapi kuat. Selain itu, di Eropa sana kapuk fiber digunakan untuk isian ruangan kedap suara. Sedangkan, kalau di India digunakan sebagai bahan campuran kain dan bahan bantal, guling, Kasur,” ungkapnya.

Pada umumnya harga kapuk sebesar Rp20.000 per kilogram. Sedangkan jika sudah memasuki musim panen harga mengalami penurunan menjadi Rp17.000 per kilogram.

Dengan harga tersebut, ia memasok kebutuhan produksi dari petani serta pengepul lainnya. Ia mampu mendulang omzet sebesar ratusan juta rupiah per bulan.

Afif menambahkan ada banyak hal-hal yang musti dipenuhi untuk melakukan ekspor kapuk fiber. Beberapa dokumen harus lengkap yang meliputi Bill Of Lading, Certificate of Origin, Fumigasi, dan Phytosanitary.

BACA JUGA :  Wujudkan Pengarusutamaan Gender dan Pemberdayaan Perempuan, Pati Raih KLA Pratama

“Dokumen ekspor harus benar-benar siap untuk transaksi antar negara, khususnya kapuk. Jika ada dokumen yang kurang maka akan kena denda 20.000 dollar atau sekitar Rp250.000.000,” ujarnya.

Menurutnya tantangan menjadi pelaku usaha kapuk sangat kompleks, mulai dari permainan fluktuasi harga, antisipasi campuran bahan baku, dan kurangnya inovasi dalam berbisnis.

Ia berharap Desa Karaban mampu menjadi kawasan industri yang tidak hanya mengekspor bahan mentah saja, melainkan mampu memproduksi bahan jadi sehingga ada nilai lebih.

“Saya bermimpi desa ini bisa ekspor berupa produk jadi bukan kapuk saja. Tapi bisa ekspor seperti kasur, bantal, guling dan sebagainya yang kemudian menambah nilai lebih dibandingkan bahan mentah saja,” pungkasnya. (Sing/Mr)

3 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    Nancy Wirawan
    1 tahun  lalu

    boleh di share no wa nya mas Afif, saya sedang mencari kapok utk export.

    tks/nancy

    Balas
    Dani
    1 tahun  lalu

    Maju trus ekonomi desssaaa

    Balas
      admin
      1 tahun  lalu

      terimakasih suport-nya kak

      Balas
LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini