Harga Sapi di Pati Anjlok karena PMK Mewabah, Pedagang Rugi Besar 

waktu baca 3 menit
Selasa, 7 Jan 2025 18:18 0 409 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) mewabah ke berbagai penjuru, salah satunya di Kabupaten Pati, sehingga binatang-binatang ruminansia dikhawatirkan terjangkit penyakit menular berbahaya tersebut.

Sejauh ini, PMK banyak menyerang sapi, termasuk yang dirasakan oleh pedagang sapi asal Desa Klecorenggonang, Kecamatan Winong, Kabupaten Pati bernama Halim.

Sebagai pedagang sapi lokal, dirinya merasakan kerugian besar lantaran harga sapi hidup menurun drastis.

Dari yang semula Rp16 juta sampai Rp20 juta per ekor, saat ini harga sapi miliknya hanya di angka Rp6 juta hingga Rp7 juta per ekor. Situasi hukum alam ini membuatnya pusing tujuh keliling.

“Hukum alam memang kondisi PMK, PMK yang saya alami dibanding 2022 kemarin ini jauh lebih parah. Banyak sapi dipotong paksa bahkan harga jual turun drastis yang semula Rp16 sampai Rp20 juta per ekor, saat ini setelah PMK Rp6 sampai Rp7 juta per ekor, bahkan parahnya ada yang cuma Rp1,5 sampai Rp3 juta saja,” sebutnya kepada Mondes.co.id, Selasa, 7 Januari 2024.

Ia merasakan kerugian besar, bahkan menurutnya sebagian besar penjual sapi bangkrut, imbas PMK yang mulai merebak sejak Desember 2024.

Halim menilai kondisi demikian, tidak ada pedagang sapi yang bertahan karena hukum alam ini.

“Kami selaku pedagang trauma, dari sudut pandang kami persentase kerugian 50 persen. Pokoknya pelaku usaha sapi lokal sebenarnya sudah finish (bangkrut), tidak satu atau dua karena rata-rata pedagang sapi collapse, tidak ada pedagang sapi yang survive hari ini,” tegasnya.

BACA JUGA :  Ada 33 Perajin Industri Batik di Pati, Khas Bakaran dan Pesantenan Jadi Andalan

Di samping itu, banyak sapi miliknya yang kerap dibawa ke jagal, lantaran mengharuskan potong paksa sebelum mati.

Bila sapi sudah merasakan mulut berbusa, kondisi panas, dan rubuh tak mampu berdiri, maka sudah waktunya ia membawa sapi ke pemotongan.

“Kecepatan terserang PMK dari gejala sampai mati kurang dari semalam, karena secara umum PMK sekarang sama kayak 2022 lalu, yaitu mulut berbusa, panas, lumpuh (tidak bisa berdiri). Bedanya dulu ada bercak darah di kuku, tapi sekarang tidak ada. Begitu sapi gak kuat berdiri, itu tandanya sebentar lagi mati, sehingga langsung kami potong paksa, rata-rata semalam sudah rubuh,” sesal Halim.

Ketika masa normal, jagal kedatangan satu sampai dua ekor sapi saja per hari. Namun, kini jagal menerima sapi yang siap potong mencapai 10 sampai 20 ekor per harinya.

Usai dipotong, daging sapi pun sudah tak laku edar di pasaran, melainkan disimpan di lemari pendingin lantaran peredarannya overload.

Semakin parah lagi, kerugian pedagang sapi ditambah karena turunnya harga daging sapi yang di bawah Rp100 ribu per kilogram, padahal selama masa normal harga jual daging sapi Rp120 per kilogram.

“Ketika dipotong paksa di harga Rp60 ribu hingga Rp95 ribu per kilogram, kadang ada yang Rp105 kilogram. Harga ratusan hanya angka karena kebanyakan sapi yang dipotong dagingnya tidak terserap ke pasar, melainkan dimasukkan freezer lantaran tiap hari pemotongan kedatangan puluhan sapi dibanding masa normal yang hanya satu atau dua saja,” pungkasnya.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini