PATI – Mondes.co.id | Harga Eceran Tertinggi (HET) gas elpiji ukuran 3 kilogram naik, dari yang awalnya Rp15.500 menjadi Rp18.000.
Ketetapan harga tersebut berlaku di seluruh pangkalan, termasuk di Kabupaten Pati.
Berdasar Ketetapan Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana, HET tabung elpiji 3 kilogram di pangkalan adalah harga yang diterima konsumen, dan apabila terjadi penjualan di atas HET maka akan dikenai sanksi administrasi dan pemberhentian penyaluran.
Lebih lanjut, dalam hal faktor geografis yang membutuhkan transportasi khusus, dapat ditetapkan komponen tambahan HET sebagai kompensasi angkut yang ditetapkan oleh kepala daerah.
Situasi tersebut pun diresahkan oleh sejumlah masyarakat lokal, pasalnya mereka harus mengeluarkan banyak isi dompet semenjak kenaikan harga elpiji di pangkalan.
Naiknya harga di pangkalan secara otomatis membuat harga di tingkat toko akan lebih mahal dibanding sebelumnya.
“Astaghfirullah, apa tidak kasihan pihak pemerintah kepada masyarakat yang kehidupan saat ini sedemikian susah. Menaikkan HET menjadi Rp18.000 sedangkan dengan HET Rp15.500 saja, masyarakat harus menebus gas 3 kilogram minimal Rp22.000 sampai dengan Rp23.000,” ucap salah satu masyarakat yang resah atas naiknya HET gas elpiji 3 kilogram, Adim.
Ia mempertanyakan harus menebus dengan harga berapa sekarang, apabila harga di pangkalan semakin naik.
Ia membandingkan kondisi masyarakat menengah ke bawah dengan kondisi masyarakat menengah ke atas.
Berdasarkan temuan lainnya oleh masyarakat Kabupaten Pati, ia harus merogoh dompet hingga Rp28.000 untuk mendapat gas elpiji 3 kilogram.
Padahal, ia membeli di daerah pusat Kota Pati, malah menjumpai harga elpiji yang amat sangat tinggi.
“Aku beli di Pasar Puri Rp28.000,” ucapnya.
Menurut keterangan lain yang dipantau oleh Mondes.co.id, terdapat warga yang membeli elpiji 3 kilogram seharga Rp30.000. Ia menemukan harga itu di warung-warung.
“Pangkalan jual elpiji ke warung-warung kecil, dan warung kecil patok harga Rp25.000 sampai Rp30.000,” sebutnya.
Sementara, menurut salah satu pelaku usaha di sebuah toko menyatakan bahwa mereka kerap mengambil untung dari penjualan elpiji 3 kilogram.
Pasalnya, mereka butuh biaya operasional untuk mendapatkan elpiji dari pangkalan.
Terkadang, harga jual elpiji di toko-toko dinaikkan menyesuaikan kondisi geografisnya.
Selain itu, pangkalan juga terkadang tidak menerapkan HET yang berlaku.
“Jadi kadang kalau dapat dari agen pangkalan Rp19.000, kalau dapat dari luar agen lebih tinggi harganya. Masalahnya Rp19.000 ini di agen juga sudah ambil untung, masa kami penjual menjualnya ke konsumen gak boleh untung,” tutur salah satu pedagang yang tidak berkenan disebutkan identitasnya, Senin, 16 September 2024.
Di level toko, ia menjual elpiji 3 kilogram masih dengan harga yang wajar, yakni antara Rp20.000 hingga Rp22.000.
Ia mengaku tak se-masif pedagang lain dalam memasok elpiji, sehingga ketika kehabisan stok, dirinya hanya menunggu saja dari pangkalan yang biasa bekerja sama.
“Kadang saya jual Rp20.000 jika itu dapat dari agen, kadang Rp22.000 kalau dapat dari luar agen. Saya gak pernah jual mahal,” tegasnya.
Ia mengira, pedagang yang memasang harga tinggi, dipengaruhi oleh tingginya biaya transportasi dari retail menuju pangkalan.
“Mungkin yang mahal karena cari di sana-sana yang jauh, jadi mikir transportasi, kalau mereka gak ambil untung mustahil. Sebetulnya gak dimahal-mahalkan karena transportasi saja sudah jauh,” pungkasnya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar