PATI – Mondes.co.id | Dalam sesi diskusi beberapa waktu lalu, Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati, Sudi Rustanto mengungkapkan bahwa perusahaan besar mulai menginvasi produksi gabah di Bumi Mina Tani.
Padahal, perusahaan-perusahaan besar itu tidak ada kontribusinya bagi daerah maupun Badan Urusan Logistik (Bulog).
Menurutnya, perusahaan swasta besar berani membeli dengan harga yang tinggi dibandingkan Bulog maupun tengkulak mitra Bulog.
Jelas, petani tegiur dengan harga beli tersebut.
“Terkait harga gabah yang diserap Bulog Rp6.500 per kilogram, sedangkan di penggilingan besar banyak yang beli mulai harga Rp7.500 sampai dengan Rp8.000 per kilogram bahkan ada yang di atas Rp8.000, itu menyulitkan kita (mitra Bulog). Alhasil banyak perusahaan besar yang notabene kontribusi sangat rendah bagi Bulog membeli, maka pemerintah wajib memperhatikan nasib kita sebagai mitra Bulog,” ungkapnya mewakili para mitra Bulog beberapa waktu lalu.
Di samping itu, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menyampaikan jika sistem penggilingan padi di Kabupaten Pati banyak yang masih tradisional.
Artinya, masih minim teknologi pertanian untuk mengolah gabah menjadi beras di Kabupaten Pati.
Kondisi demikian menyebabkan penggilingan lokal akan menghasilkan kualitas gabah yang kalah jauh dibandingkan penggilingan dari perusahaan besar.
Oleh karena itu, ia mendorong agar pemerintah memfasilitasi alat mesin pertanian (alsintan) yang bisa mengolah gabah dengan hasil berkualitas bagus.
“Penggilingan padi di Pati cenderung tradisional, alangkah mitra membantu Bulog bisa menyampaikan ke Menko Pangan Zulkifli Hasan, sebab beliau menjanjikan kredit murah untuk alsintan. Itu ke depan bisa ada pengadaan mesin teknologi buat menambah kualitas,” ujar legislator asal Kecamatan Juwana.
Dirinya juga turut menyampaikan permohonan bantuan pengering gabah kepada Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo yang merupakan politisi senior asal Kabupaten Pati.
Legislator senior dari Partai Golongan Karya (Golkar) tersebut dikenal sebagai pemberi aspirasi bantuan pertanian tiap tahun untuk petani di Kabupaten Pati.
“Kepada Bapak Firman, alangkah mitra Bulog Pati banyak yang kurang dryer, saya harap dapat aspirasi dari Bapak Firman,” ucapnya saat menghadiri diskusi yang menghadirkan pembicara Firman Soebagyo.
Menanggapi masukan tersebut, Firman Soebagyo menuturkan jika permasalahan kartelisasi gabah telah merebak ke seluruh penjuru negeri.
Oleh sebab itu, pemerintah harus bisa mengatasi fenomena demikian.
“Hampir problem di nasional ada kartelisasi, pemerintah harus hadir. Bulog kini tidak bisa melebihi produsen, Bulog menyerap padi dengan modal sendiri, di mana mereka tidak diberi modal pemerintah,” ungkapnya.
Ia mendesak supaya pemerintah lebih memberi perhatian ke Bulog, utamanya dalam modal untuk penyerapan gabah ke level produsen.
Sejauh ini, Bulog hanya memiliki modal yang minim.
“Ada Rp16 triliun hanya diberikan garansi meminjam Bank Himbara dengan subsidi bunga, ini akal-akalan. Saya tegaskan kalau Bulog diberikan alokasi menyerap beras nasional minimal 50 sampai 60 persen, kerja sama kemitraan ini diperkuat diberikan pinjaman lunak, maka kualitas akan terjamin dan pembelian pemain besar kita kasih 40 persen maksimal untuk bermain di premium,” tegasnya.
Dengan adanya fenomena ini, pemerintah perlu memperkuat peranan Bulog dan mitra Bulog.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar