Fakta Batas Wilayah Desa Tambaharjo dan Payang

waktu baca 2 menit
Rabu, 26 Nov 2025 17:10 0 60 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Sengketa batas wilayah antara Desa Tambaharjo dan Desa Payang di Kecamatan Pati kembali memanas setelah memasuki persidangan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Pati.

DBHCHT TRENGGALEK

Kuasa Hukum Desa Tambaharjo, Dedy Gunawan, menegaskan bahwa sejumlah dokumen resmi memperkuat klaim bahwa ruas jalan sepanjang sekitar 450 meter yang dipersoalkan berada di wilayah Desa Tambaharjo.

Menurut Dedy, peta 2017 menjadi dasar kuat penegasan batas desa.

Dalam dokumen tersebut, semua desa yang berbatasan dengan Tambaharjo, termasuk Mulyoharjo, Payang, Tambahsari, Wonorejo telah melakukan tanda tangan dan stempel sebagai bentuk persetujuan batas wilayah.

“Termasuk jalan yang disengketakan, itu masuk wilayah Tambaharjo,” tegasnya di lokasi pengukuran ruas jalan, Rabu, 26 November 2025.

Hal serupa juga terjadi pada pemutakhiran peta batas desa tahun 2022.

Dedy mengungkapkan, semua desa yang berbatasan, menandatangani dokumen tersebut, kecuali Desa Payang.

Namun, pada peta resmi milik Desa Payang sendiri, seluruh desa sekitar, termasuk Tambaharjo telah menandatangani persetujuan batas.

“Artinya jelas, wilayah Payang hanya seluas yang mereka akui. Jalan yang disengketakan tidak masuk wilayah Payang,” ujarnya.

Pemerintah Desa (Pemdes) Tambaharjo bahkan telah mengirimkan surat hingga ke Presiden Prabowo Subianto agar sengketa ini mendapat perhatian nasional.

“Kami yakin majelis hakim akan mendapat hikmat dalam memutuskan perkara ini,” kata Dedy.

Kepala Desa (Kades) Tambaharjo, Sugiyono menambahkan bahwa jalan tersebut tidak pernah ditutup dan telah lama menjadi akses umum bagi warga.

Ia menegaskan bahwa persoalan ini bukan soal akses jalan, melainkan kepastian hukum wilayah.

BACA JUGA :  Hingga Desember 2024, Demam Berdarah di Pati Sentuh 606 Kasus

Sugiyono juga menyatakan siap mengadukan persoalan ini hingga ke Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), bila putusan dinilai tidak adil.

“Ini negara hukum, bukan kerajaan. Segala sesuatu harus berdasar aturan dan peta wilayah resmi,” tegasnya.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini