REMBANG – Mondes.co.id | Kecemasan melanda ratusan keluarga di Rembang. Pasalnya, sejak 1 Juni 2025, pabrik semen PT Semen Gresik di Kecamatan Gunem menghentikan produksi sementara.
Akibatnya, 478 pekerja outsourcing terpaksa dirumahkan. Jika tak ada solusi hingga Juli, jumlah pekerja yang terdampak diprediksi akan terus bertambah.
Bupati Rembang, Harno, baru-baru ini mengakui bahwa upaya penanganan yang dilakukannya belum membuahkan hasil.
Ia sudah bertemu dengan Kepala Desa Tegaldowo, Kundari, Camat Gunem, Kastari, serta menerima penjelasan dari pihak PT Semen Gresik.
“Saya sudah mengundang berbagai pihak, kira-kira seminggu yang lalu terkait hal itu,” terang Harno.
Bupati Harno mengungkapkan dirinya sempat menawarkan beberapa opsi, namun belum ada kesepakatan.
“Sudah saya sampaikan semua, kuncinya ada di pihak desa atau Pemdes Tegaldowo,” tegasnya, mengindikasikan bahwa bola panas penyelesaian masalah ini ada di tangan Pemerintah Desa Tegaldowo.
Penghentian produksi ini bermula dari penutupan akses jalan Brumbung menuju lokasi tambang PT Semen Gresik oleh Pemerintah Desa Tegaldowo.
Penutupan ini didasarkan pada kepemilikan sertifikat tanah yang diakui sebagai aset desa.
Dua kali persidangan di PTUN Semarang dan PTTUN Surabaya telah menguatkan bahwa jalan tersebut memang milik desa.
Menurut Kepala Desa Tegaldowo, Kundari, keputusan penutupan ini sesuai dengan hasil musyawarah desa (Musdes).
“Sesuai hasil musyawarah desa (Musdes) Tegaldowo, PT Semen Indonesia apabila ingin memanfaatkan aset desa harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni UU tentang desa, Peraturan Mendagri, serta Peraturan Bupati,” jelas Kundari.
Penutupan jalan ini berdampak vital. Truk-truk besar berkapasitas 30 Ton yang seharusnya mengangkut bahan baku tak bisa keluar masuk, membuat pasokan terhenti dan memaksa pabrik menghentikan operasionalnya.
Pihak PT Semen Gresik (dahulu Semen Indonesia Group/SIG) menjelaskan bahwa saat pembebasan tanah untuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) pada tahun 2017, status jalan tersebut adalah tanah negara bebas dan belum bersertifikat.
Namun, pada 4 Juli 2017, Pemdes Tegaldowo mengajukan surat ke SIG, mengklaim jalan di dalam IUP dan menuntut kompensasi sebesar Rp1,5 miliar per tahun.
Pada tahun 2020, sempat ada kesepakatan tertulis, di mana Pemdes Tegaldowo mendukung pengajuan hak atas tanah jalan oleh SIG.
Namun, pada Mei 2024, muncul sertifikat hak pakai jalan sebagai aset desa, diikuti dengan surat dari Pemdes Tegaldowo kepada Pj Gubernur Jawa Tengah untuk mengeluarkan jalan tersebut dari IUP.
SIG mengajukan keberatan kepada BPN, namun ditolak. Audiensi dengan berbagai pihak pun tak kunjung menemukan solusi.
Akhirnya, pada 16 Agustus 2024, SIG mengajukan gugatan kepada BPN Rembang melalui PTUN Semarang untuk mendapatkan kepastian hukum.
Di tingkat PTUN dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, penerbitan sertifikat tersebut dikuatkan. Kini, gugatan tersebut berlanjut ke tingkat kasasi.
Dengan nasib ratusan pekerja yang menggantung dan dampak ekonomi yang semakin membesar, semua mata tertuju pada penyelesaian sengketa jalan ini.
Apakah ada harapan bagi pekerja yang dirumahkan dan kapan pabrik Semen Gresik Rembang bisa kembali beroperasi?
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar