Kisah Rubit Yuliya, Gadis Rembang Jalani Kehidupan Penuh Corak di Paris

waktu baca 4 menit
Selasa, 30 Des 2025 08:25 0 37 Singgih Tri

REMBANG – Mondes.co.id | Hidup di negeri orang perlu beradaptasi untuk menjalani hari-hari demi keperluan studi sekaligus menyambung hidup jangka panjang.

Hal ini dijalani oleh seorang wanita asal Indonesia yang sudah sejak 2018 mengenal kehidupan di Paris, Ibu Kota negara Prancis.

Ialah Rubit Yuliya yang menetap dan beraktivitas sehari-hari di Kota Mode semenjak mengikuti program pertukaran budaya Au Pair.

Melalui Au Pair, Rubit mendapat pintu awal mengenal kehidupan dan kebudayaan Eropa secara langsung.

“Saat ini saya menetap dan beraktivitas di Paris, Prancis. Perjalanan saya ke Prancis dimulai pada Desember 2018 melalui Au Pair, yang menjadi awal saya mengenal tata kehidupan dan budaya Eropa secara langsung,” ujar perempuan asal Desa Mlatirejo, Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang, Selasa, 30 Desember 2025.

Setelah menyelesaikan program tersebut, ia melanjutkan pendidikan Master di Ascencia Business School melalui jalur alternance, yaitu sistem pendidikan yang mengombinasikan perkuliahan dengan pengalaman kerja profesional.

Sistem ini menuntut mahasiswa mampu menyeimbangkan tanggung jawab akademik dan pekerjaan secara bersamaan.

“Saat ini saya bekerja sebagai responsible di sebuah kafe di Paris, dengan tanggung jawab pada operasional harian, manajemen tim, serta kualitas pelayanan,” ungkapnya.

Sehari-hari, ia bekerja sembari menempuh kuliah dengan manajemen yang teratur.

Menurutnya, tinggal di Prancis memberikan banyak pelajaran berharga, mulai dari cara mengelola kehidupan mandiri, memahami sistem sosial yang menghargai privasi dan profesionalitas, beradaptasi dengan ritme hidup yang cepat dan terstruktur, serta memperkuat iman.

BACA JUGA :  Sepekan 3 Kali Diterjang Banjir, Warga Gadingrejo Mengaku Capek Bersihkan Lumpur

Tantangan sebagai pendatang ia lalui, terlebih Rubit merupakan seorang Muslimah yang berpenampilan dengan hijab.

Masih banyak ditemukan Islamophobia di negara tersebut, sehingga membuatnya harus memiliki mental yang kuat.

“Kalau aku pribadi dulu 2 hari full sekolah dari pukul 9.00 sampai 17.00 dan 3 hari full kerja 8 jam per hari, serta 2 hari libur. Mahasiswa tidak dipungut biaya sekolah, tapi malah dapat gaji full SMIC alias UMR (Upah Minimum Regional) Prancis. Lingkungan kerja berjalan efektif, namun juga menuntut kemandirian dan ketahanan mental terutama bagi pendatang dengan Bahasa Prancis yang masih kurang memadai, menjadi tantangan saya apalagi di dunia professional. Ditambah, dengan hijab yang saya pakai, seperti yang diketahui khalayak bahwa Prancis adalah salah satu negara yang sangat rasis dan Islamophobia,” urainya.

Hijrah ke mancanegara sendirian bukan hal mudah, ia harus sabar dan mampu menyesuaikan diri dengan corak yang ada di Prancis.

Bahkan, ketika pertama kali menginjakkan kaki di sana, ia mengalami momen-momen paling berat.

Ia mengaku ada tekanan kerja yang besar, biaya pajak yang tinggi, dan persaingan antar individu yang ketat.

Namun, di balik birokrasi yang rumit dan tantangan mengatur diri, kota global ini menyimpan banyak kelebihan.

“Sistem kerja yang jelas dan terstruktur, di Paris jam kerja, hak karyawan, cuti, dan kontrak diatur dengan sangat jelas. Sebagai pekerja, kita tahu batas tanggung jawab kita dan apa yang menjadi hak kita, sehingga memberi rasa aman terutama bagi pendatang. Yang kedua, work life balance yang benar-benar diterapkan, bekerja di Paris mengajarkan bahwa hidup tidak hanya tentang pekerjaan, ada waktu istirahat, hari libur, dan cuti dihargai, maka setelah jam kerja, urusan pribadi tetap menjadi prioritas,” bebernya.

BACA JUGA :  Asti Indah, Anak Petani dari Pati Tembus IPB Lewat OPI 2025

Kewajiban dan hak bekerja di negeri kelahiran Napoleon itu diatur dengan sangat baik, maka dari itu ia nyaman bekerja di sana.

Menurutnya, gaji untuk pekerja di Prancis, asuransi kesehatan, dan tunjangan hari libur juga diberikan dengan layak.

“Upah minimum di Prancis cukup untuk hidup layak jika dikelola dengan bijak, dengan UMR 1.300 sampai 1.800 € (Euro). Selain itu, ada perlindungan sosial seperti asuransi kesehatan dan tunjangan libur berbayar 3 bulan per tahun,” paparnya.

Mobilitas Prancis yang tinggi, membuat penggunaan transportasi publik dipilih lantaran efisien.

Tanpa memiliki kendaraan pribadi, pekerja tetap tenang untuk datang di suatu tempat tepat waktu walau tinggal dari tempat yang jauh.

Selain itu, letak yang strategis, menjadikan Prancis sebagai kiblat peradaban modern.

“Akses mudah ke negara-negara Eropa lain karena dari Paris, bepergian ke negara Eropa lain relatif mudah dan terjangkau. Ini membuka wawasan budaya sekaligus peluang bisnis dan jejaring,” ucapnya.

Bekerja di Prancis, membantu Rubit membuka jaringan internasional dan wawasan lintas budaya yang sangat berharga untuk karir jangka panjang maupun bisnis.

Ia bertekad membangun masa depannya melalui jalan yang dipilih sendiri dengan konsisten, meski harus menjalani kehidupan penuh dengan lika-liku.

“Sebagai perempuan dari latar keluarga sederhana, tujuan saya di Prancis adalah mandiri secara ekonomi, terus belajar, dan membangun masa depan lewat proses yang saya jalani sendiri. Tapi tujuan saya di Prancis bukan soal seberapa cepat, tapi seberapa konsisten saya bisa bertahan dan berkembang,” tegasnya.

Kebudayaan antara Prancis dengan Indonesia ada perbedaan dan persamaan.

“Perbedaan paling mencolok dengan Indonesia terletak pada budaya sosial dan komunikasi, masyarakat Prancis cenderung lebih individual, sangat tertutup, bahkan sampai sekarang bisa dihitung jari kawanku yang orang Prancis. Sementara, Indonesia dikenal dengan kehangatan dan kekeluargaan. Namun, keduanya memiliki kesamaan dalam menghargai kebersamaan, terutama dalam konteks komunitas dan budaya makan,” tandasnya.

BACA JUGA :  Pelaku Pencurian Motor Milik Petani Wonorejo Berhasil Diringkus Polisi

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini