Gunretno: Tambang Legal Maupun Ilegal Tetap Merusak Lingkungan

waktu baca 2 menit
Sabtu, 6 Des 2025 09:18 0 67 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Aktivis lingkungan Pegunungan Kendeng Gunretno, mengaku semakin bersemangat menolak keberadaan tambang walaupun dipolisikan bos tambang, Didik Setiyo Utomo pada awal November 2025.

DBHCHT TRENGGALEK

Gunretno dituduh menghalang-halangi kegiatan usaha pertambangan yang memiliki izin.

Laporan tersebut bernomor LI/152/XI/RES.5.5./2025/Ditreskrimsus tertanggal 18 November 2025.

“Saya dianggap menghalang-halangi kegiatan tambang legal. Masalah tidak suka tambang, aku sudah dari dulu, baik legal maupun ilegal itu kan menggali dan tetap merusak,” tutur Gunretno, kemarin.

Ia mengaku, laporan ini tidak membuatnya ciut dalam melawan kerusakan alam.

Justru Kang Gun semakin bersemangat menolak keberadaan tambang di Pegunungan Kendeng.

“Tetap menolak tambang legal maupun ilegal. Ini malah tambah semangat berupaya melestarikan Kendeng,” urainya.

Menurutnya, tambang legal maupun ilegal sama-sama merusak.

Sejumlah petani di Pegunungan Kendeng tidak bisa panen, lantaran imbas kerusakan Pegunungan Kendeng.

Tambang membuat Pegunungan Kendeng tidak bisa menyerap air secara maksimal.

Kondisi ini membuat banjir sering terjadi dan kekeringan melanda saat musim kemarau di sejumlah kecamatan wilayah Kabupaten Pati.

“Kita bersuara bahwa karena tambang, teman-teman petani tidak panen karena situasi banjir dan kekeringan menghantui kita di Kendeng. Maka saya berharap (tambang) itu untuk ditutup,” tegasnya.

Selain itu, berdasarkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) wilayah Pegunungan Kendeng semestinya tidak ditambang lagi.

“Isi rekomendasinya ditemukan kerusakan begitu besar dan tidak boleh ada izin yang keluar lagi. Itu tahun 2017 sampai 2019 itu sudah keluar. Sedangkan izin tambang itu tahun 2023,” ungkapnya .

BACA JUGA :  Pesisir Pantai Kedung Darurat Abrasi, Enam Desa Terancam

Pasalnya, kerusakan Pegunungan Kendeng sudah parah.

“Kenapa pemerintah mengeluarkan izin yang dilarang yang direkomendasikan tidak boleh. Dasarku menolak tambang itu,” imbuh Ketua Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) itu.

Gunretno khawatir bila tambang di Pegunungan Kendeng tidak ditutup, maka bencana banjir dan tanah longsor di Pulau Sumatera juga terjadi di Bumi Mina Tani.

“Di luar itu tentang kebencanaan. Jadi kalau kita tidak menolak tambang dari awal kejadian di Sumatera, lebih dulu di Pati, faktanya banyak pertanian yang tidak panen kan,” tandasnya.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini