Foto:Novi, perwakilan AMPB ketika ditemui awak media (Mondes/Istimewa) PATI – Mondes.co.id | Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB) mendatangi Kantor Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati, kemarin.
Adapun tujuannya untuk mempertanyakan perkembangan permintaan rekonsiliasi terkait penahanan pentolan AMPB yakni Supriyono alias Botok dan Teguh.
Diketahui, keduanya sudah 25 hari di Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Jawa Tengah.
Sayangnya, upaya itu kembali menemui jalan buntu, setelah tidak satu pun anggota legislatif berani menandatangani permintaan tersebut.
Perwakilan AMPB, Novi menyampaikan kekecewaan karena DPRD Kabupaten Pati tidak menunjukkan empati terhadap kasus yang menimpa rekan mereka.
“Mas Botok sudah hari ke-25 ditahan. Hari ini kami mencoba audiensi dengan DPRD, tapi tidak ada jawaban pasti. Pak Ali bilang penangkapannya tidak jelas, tapi ketika saya minta tanda tangan sebagai bentuk dukungan rekonsiliasi, tidak berkenan,” ujarnya.
AMPB sudah bergerak di lapangan mengumpulkan tanda tangan masyarakat beserta Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai bentuk dukungan moral.
Namun, saat meminta dukungan serupa dari para wakil rakyat, tak satu pun yang bersedia menandatangani.
“Saya minta tanda tangan wakil kami karena hari ini ada paripurna, tapi kenyataannya tidak ada yang berani. Tidak ada yang empati dengan Mas Botok, seharusnya DPRD keluar semua, baik yang pro aliansi maupun pro bupati,” tegas Novi.
AMPB menyebut, ada delapan orang yang ditangkap dalam kasus tersebut.
Mereka menegaskan, perjuangan bukan hanya untuk Mas Botok dan Mas Teguh, tetapi untuk seluruh rekan yang ditahan.
“Ada masukan, kalau tidak demo ya tidak ketemu. Kami sebenarnya sudah lelah, tapi kalau kawan kami sampai satu atau dua bulan ditahan, ya apa boleh buat,” imbuhnya.
Menanggapi desakan AMPB, Ketua DPRD Kabupaten Pati, Ali Badrudin menegaskan bahwa pihaknya pada prinsipnya sepakat dengan adanya rekonsiliasi.
Namun, ia menekankan bahwa DPRD tidak bisa bertindak secara personal, karena semua keputusan harus melalui mekanisme kelembagaan.
“Teman-teman AMPB meminta DPRD menyetujui dan menginisiasi rekonsiliasi. Pada prinsipnya kami setuju, tapi DPRD ini lembaga, kami harus berkoordinasi dengan pimpinan dan fraksi-fraksi lain,” terangnya.
Ali juga menegaskan bahwa proses penahanan dan kemungkinan penangguhan penahanan bukan menjadi kewenangan DPRD Kabupaten Pati, melainkan ranah kepolisian.
“Mas Botok ini kan dianggap melanggar ketertiban dan sudah ditangani kepolisian. Kalau ada upaya rekonsiliasi atau penangguhan penahanan, ya harus disampaikan ke pihak yang menangani, yaitu kepolisian, bukan DPRD,” terangnya.
Pihaknya tidak ingin dianggap mengintervensi proses hukum.
Oleh sebab itu, setiap langkah harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
“Soal tanda tangan, kami diminta untuk mendukung agar rekonsiliasi berjalan, tapi karena DPRD ini lembaga, kami perlu berembuk. Tidak bisa bertindak sendiri-sendiri,” tegasnya.
Ia berharap, ada titik temu antara AMPB dan kepolisian, sehingga proses hukum terhadap Botok dan kawan-kawan dapat menemukan jalan keluar yang terbaik.
“Saya berharap ada solusi sehingga Mas Botok bisa keluar. Tapi sekali lagi, kewenangan penahanan sepenuhnya ada di kepolisian,” pungkasnya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar