Foto: Dona, seorang guru berstatus ASN yang pernah berjuang dari titik nol (Mondes/dok. pribadi)
GROBOGAN – Mondes.co.id | Wanita ini pernah menjalani hari sebagai karyawan swasta, bekerja keras meski hatinya selalu tertambat pada dunia pendidikan.
Ia hampir putus asa karena impian menjadi guru tidak kunjung terwujud, meski ijazahnya jelas mengarah ke sana.
Tekadnya tak pernah benar-benar padam, hingga suatu kesempatan besar akhirnya datang menghampiri.
Ia bernama Dona Ayu Saputri (35) yang mewujudkan mimpinya menjadi guru, bahkan kini mengabdi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Saya sebenarnya lulus SMA (Sekolah Menengah Atas) 2008, sebenarnya gak pengen kuliah jadi guru, pengennya menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil) jabatan teknis. Namun, background orang tua guru, sehingga seolah turun-temurun. Dari situ saya kuliah seperti air mengalir, hingga lulus 2012, setelah itu kerja sebagai karyawan swasta di bawah naungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” tutur perempuan asal Desa Sugihmanik, Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan, Selasa, 25 November 2025.
Lulusan program studi (Prodi) Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Negeri Semarang (Unnes) tahun 2012 itu pernah merasakan atmosfer dunia pendidikan selama satu tahun, sebelum akhirnya ia bekerja di bidang finance.
Sambil fokus kerja, Dona juga mencari peluang mendaftar jadi seorang PNS di setiap periodenya, walau kerap gagal.
“Pernah mengajar setahun lalu banting setir di OJK, saya pun bekerja sambil mencoba daftar CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) empat kali formasi guru ataupun teknis. Kerja dari tahun 2014 sampai 2019 di keuangan, kemudian pada 2019 ada PHK (Pemutusah Hubungan Kerja) besar-besaran, saat itu saya kerjanya di Kudus,” ucapnya saat diwawancara Mondes.co.id.
Ia sempat montang-manting ketika PHK massal semasa pandemi Covid-19.
Kemudian, Dona pun mengalami fase menganggur pasca resign dari tempat kerjanya pada 2019.
Dalam benaknya berpikir untuk menjadi guru lagi, tetapi terbentur regulasi, sehingga gagal.
“Di 2019 sampai 2022 jadi pengangguran sambil bantu jadi tenaga sensus penduduk. Mencoba masuk guru gak bisa karena gak ada peluang dan channel. Lalu ikut PPG (Pendidikan Profesi Guru) Prajabatan,” tuturnya.
Pada pertengahan 2022, Dona berkesempatan kuliah profesi dengan harapan bisa menjadi tenaga pendidik dengan modal tittle S.Pd.
Tanpa optimisme besar, ia hanya mengikuti alur kehidupan.
Setahun berselang ia lulus, dan takdir membawanya menjadi guru berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Ia lolos menjadi PPPK berkat memiliki nilai di atas passing grade dan memenuhi kuota formasi yang diikuti.
“Dari situ gak berharap banyak, karena kesempatan bagi lulusan PPG Prajabatan untuk PPPK saat itu kecil. Awalnya pesimis juga karena orang tua dan suami kurang meridhoi saya mendaftar di Kendal, karena orang tua pengen saya daftar Grobogan (tempat kelahiran) dan suami pengen saya daftar Kudus (tempat tinggal suami),” bebernya.
Dari sini, ia memulai kesempatan kedua itu.
“Dengan feeling aja bisa mendaftar di Kendal, alhamdulillah saya bisa menjadi ASN dengan penuh lika-liku perjalanan. Saya bersyukur karena sekarang ini di banding duniaku dulu, dan menjadi guru kembali ke tujuan sebagai bentuk mencari ridho dari Allah,” imbuh Dona.
Fase sedih pernah ia alami, mendapat banyak cemooh dari tetangga, dibandingkan dengan teman kuliah, bahkan diremehkan saudara karena bekerja melenceng dari ijazah kuliahnya.
Apalagi, ucapan tidak mengenakkan terjadi sewaktu ia menganggur, ejekan dan hinaan banyak menyakiti hati.
Namun, ia membuktikan bahwa mampu menjadi seorang guru berstatus ASN melalui jalan yang ia tempuh tanpa orang dalam.
Memperingati Hari Guru Nasional, Dona berpesan agar guru menjalankan perannya sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, yang mengutamakan kewajiban mengabdi tanpa pamrih.
Terlebih guru adalah profesi yang menjadi ladang pahala dan sedekah.
“Guru itu pahlawan tanpa tanda jasa. Sebenarnya prinsipku ingin membangun pendidikan dengan sistem yang jauh dari gratifikasi karena karakter seperti itu harus diperbaiki dari diri guru pada umumnya,” ucapnya.
Menariknya, ia menyoroti etos kerja guru yang beraktivitas seenaknya sendiri dengan menyepelekan tanggung jawab sebagai abdi negara.
Menurutnya, profesi guru itu harusnya disyukuri, karena pekerjaan lain jauh lebih berat dibandingkan profesi guru di satuan pendidikan.
Ia mengakui, pengalaman kerja di perusahaan swasta yang penuh target dari pimpinan, jauh lebih berat dibandingkan jobdesk seorang guru di sekolahan.
Ketimpangan ini terjadi karena ternyata kalkulasi gaji pokok dan tunjangan guru lebih banyak daripada karyawan swasta yang kerja lembur penuh tekanan.
“Karakter yang harus diperbaiki guru, jangan cuma melihat gaji, gaji guru udah enak, jobdesk enak. Mari dari hati nurani diperbaiki,” ungkapnya.
Dona menegaskan tanggung jawab guru mencerdaskan generasi bangsa, oleh karena itu tantangan demi tantangan perlu dihadapi di setiap era.
Guru harus adaptif dengan perubahan zaman dan Sumber Daya Manusia (SDM).
“Dengan kita menjadi guru, kita mencerdaskan anak-anak kita, memahami perkembangan anak sekarang karena pasti beda dengan kondisi 10 tahun yang lalu. Kerja guru mendidik karakter anak, mengajarkan attitude dengan keadaaan anak-anak yang kurang sopan santun, itu jadi tantangan kami,” pungkas guru yang kini mengabdi di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Kertosari, Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar