Tradisi Prasah, Arak-arakan Kerbau Adat Pernikahan Desa Sidigede

JEPARA – Mondes.co.id | Terlihat seekor kerbau besar dikerumuni ratusan warga.

Mereka bersorak-sorai untuk mengarak kerbau tersebut.

Baca Juga

2 bulan  lalu

Daya Beli Warga Pati Menurun, UMKM Terimbas Hebat

612 Vindi Agil

Dalam tradisi ini, seekor kerbau jantan sebelumnya sudah diikat menggunakan tali dadung atau tali tambang pada bagian kaki, leher, dan kepalanya.

Kemudian diarak dari kediaman pengantin laki-laki menuju kediaman pengantin perempuan.

Selama diarak, kerbau yang sudah dijinakkan dibracut atau disoraki oleh warga yang menyaksikan.

Baca Juga

9 bulan  lalu

Masih Menggantung, Masyarakat Pertanyakan Kejelasan Kasus Dugaan Korupsi Dindikpora Rembang

2806 Supriyanto

Tradisi ini dilakukan oleh Warga Desa Sidigede, Kecamatan Welahan pada saat melangsungkan pernikahan.

Di belakang kerbau, terdapat barongan, mobil pengantin laki-laki, yang kemudian diikuti rombongan pengantin yang membawa barang seserahan yang akan diberikan kepada pengantin perempuan.

Sebelum diarak, pada malam hari sebelum acara pernikahan, tokoh agama akan membacakan doa agar kerbau tidak mengamuk selama perjalanan.

Pelaksanaan tradisi tersebut, juga selalu disambut antusias dan mengundang perhatian warga sekitar.

Tradisi itu biasanya dilakukan sejak pagi sekitar pukul 07.00 WIB sebelum akad pernikahan berlangsung.

Kepala Desa Sidigede, Abdul Hakim menjelaskan tradisi Prasah biasanya dilakukan oleh orang tua yang memang sebelumnya sudah memiliki niat untuk melakukan tradisi tersebut.

“Tradisi Prasah itu, kalau ada orang punya gawe (hajat) dari pihak laki-laki, biasanya punya niat atau ujat dan punya uang yang banyak. Tapi belum tentu orang yang mampu bawa Prasah itu belum tentu,” katanya, Senin (3/11/2025).

Dalam tradisi itu, Abdul menyebutkan kerbau yang dibawa biasanya memiliki harga sekitar Rp50-100 juta.

Tradisi Prasah, menurut Abdul merupakan tradisi yang menjadi ciri khas Warga Desa Sidigede.

Meskipun terkadang terdapat juga Warga Desa Guwosobokerto, Kecamatan Welahan yang juga melakukan tradisi tersebut.

“Tidak harus dua-duanya dari Desa Sidigede. Kemarin ada yang laki-laki dari Guwosobokerto, perempuan dari Sidigede. Tapi kebanyakan memang dari Sidigede,” sebutnya.

Tradisi tersebut, menurutnya sudah terjadi sejak lama, sehingga diwariskan secara turun temurun oleh warga Desa Sidigede.

Mudin Desa Sidigede, Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara, Nurrofi’i menjelaskan tradisi Prasah merupakan bentuk penghargaan dan menjunjung tinggi anak laki-laki yang sudah melangsungkan pernikahan.

Menurut Nur, warga Sidigede mempunyai karakter atau ciri karena rasa percaya dirinya yang tinggi.

Tradisi ini bersifat sukarela dan tidak wajib. Sebab ongkos seserahan kerbau yang terbilang mahal dan tidak semua orang bisa.

Kerbau yang dibawa juga harus berjenis kelamin jantan, mempunyai postur yang bagus dan berkualitas.

“Bahasanya sebagai sedekah, prasah ini sebagai seserahan manten dengan cara ikhlas, berangkat dari hati nurani,” ungkap Nur.

Terkait anak-anak atau remaja yang memukuli kerbau saat diarak, kata Nur, bukanlah hal yang diperbolehkan.

Menurutnya, hal itu sama saja dengan menyakiti binatang yang juga makhluk hidup.

“Sebenarnya itu tidak boleh, tetapi memang kondisinya sangat ramai, saking banyaknya yang mengiring kerbau, jadi tukang bracut hanya mengingatkan,” jelasnya.

Salah satu warga Desa Sidigede RT 14 RW 3, Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara yang menyaksikan tradisi prasah, Wakhid (43) mengungkapkan bahwa tradisi turun temurun ini selalu dinanti warga.

“Kalau anak laki-laki di Sidigede menikah membawa prasah sebagai seserahan ke mempelai putri, biasanya satu desa atau tetangga desa,” kata Wakhid di lokasi.

Jika mempelai laki-laki menikah dengan luar Desa Sidigede, maka prasahnya diantar menggunakan kendaraan terlebih dahulu, sebelum diarak ketika sudah dekat dengan lokasi mempelai putri.

Editor: Mila Candra