REMBANG – Mondes.co.id | Pemerintah Kabupaten Rembang melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) menyelenggarakan sosialisasi intensif mengenai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Kegiatan ini dilaksanakan sebagai upaya penguatan kewenangan pemerintah daerah dalam pelayanan perizinan berusaha dan pengawasan kegiatan usaha.
Sosialisasi yang melibatkan perwakilan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) ini berlangsung di salah satu rumah makan di Jalan Pemuda pada Selasa, 7 Oktober 2025.
Digelar dengan tujuan utama menyamakan persepsi dan menyelaraskan koordinasi antar perangkat daerah.
Kepala DPMPTSP Kabupaten Rembang, Budiyono, menyatakan bahwa penyelarasan pemahaman ini adalah langkah krusial untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif, transparan, dan efisien, sehingga pelayanan perizinan di daerah dapat berjalan dengan cepat dan memiliki kepastian hukum.
Ia merincikan tiga poin fundamental dari empat pilar utama yang diusung dalam PP 28 Tahun 2025.
1. Penerapan Service Level Agreement (SLA) yang Jelas: Setiap tahapan proses perizinan, mulai dari pendaftaran, penilaian, verifikasi, hingga penerbitan izin, kini memiliki batas waktu pelayanan yang terukur dan pasti.
2. Mekanisme Fiktif-Positif: Mekanisme ini memberikan garansi hukum untuk percepatan birokrasi.
3. Penyederhanaan Proses bagi UMKM dan Penataan Ulang Kewenangan: Proses perizinan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) disederhanakan melalui pengurangan birokrasi.
Apabila otoritas terkait tidak memberikan respons dalam waktu yang ditentukan sesuai SLA, sistem Online Single Submission (OSS) akan secara otomatis melanjutkan proses ke tahap berikutnya.
“Jadi tidak lagi ada pelayanan perizinan yang melewati waktu yang sudah ditetapkan. Dalam PP 28 sudah ada garansi hukum melalui mekanisme fiktif-positif,” jelas Budiyono.
Poin paling signifikan adalah penataan ulang kewenangan penerbitan persyaratan dasar berdasarkan lokasi kegiatan usaha.
“Misalnya lokasi usahanya berada di Rembang, maka kewenangannya ada di Pemerintah Kabupaten Rembang,” terangnya.
Ini mencontohkan perubahan kewenangan pada perizinan sektor pertambangan yang kini menjadi tanggung jawab kabupaten.
Budiyono juga menekankan pentingnya koordinasi terintegrasi dalam fungsi pengawasan.
Dalam PP 28 Tahun 2025, DPMPTSP ditunjuk sebagai koordinator utama pengawasan dan seluruh kegiatan pengawasan wajib tercatat dalam basis data OSS-RBA (Risk Based Approach).
”Ini perlu frekuensi yang sama ketika PP 28 ini dijalankan bersama. Jangan sampai terjadi ego sektoral, masing-masing OPD melakukan pengawasan sendiri-sendiri tanpa koordinasi,” tegasnya.
Sementara itu, Penata Perizinan Ahli Muda DPMPTSP Provinsi Jawa Tengah, Tije Hindarto, menambahkan bahwa PP 28 Tahun 2025 membawa perubahan signifikan, khususnya pada persyaratan dasar perizinan.
Persyaratan dasar seperti Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), Persetujuan Lingkungan, Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) kini menjadi kewenangan penuh Pemerintah Kabupaten/Kota.
“Sekarang perizinan berusaha menjadi kewenangannya siapa yang penting persyaratan dasar KKPR dan persetujuan lingkungan serta PBG dan SLF Kabupaten/Kota yang mengurus,” pungkasnya.
Melalui kejelasan pembagian kewenangan ini, Pemkab Rembang berkomitmen untuk memberikan pelayanan perizinan yang lebih cepat, pasti, dan berpihak kepada dunia usaha.
Sekaligus memperkuat ekosistem perizinan yang mendukung pertumbuhan investasi dan kepastian hukum.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar