REMBANG – Mondes.co.id | Hidup dengan karya yang abadi merupakan impian seseorang yang memilih jalan menulis.
Hal ini karena menulis meninggalkan jejak yang tak akan ada hentinya untuk dibaca.
Dengan tulisan, maka banyak orang menikmati hasil karya yang dapat dibaca di berbagai masa.
Motivasi ini juga ada pada perempuan asal Kabupaten Rembang bernama Ayu Lestari (24).
Ayu merupakan seorang penulis di berbagai platform digital.
Wanita bernama pena Lestari Sastra itu mulai menulis sejak 2019 lalu di berbagai media, di antaranya NU Online, katakutip.co, rembangtoday.com, junaliska.or.id, hingga Lingkar Jateng
Di samping itu, Ayu juga aktif menulis buku, menciptakan puisi, cerita pendek (cerpen), dan esai.
Kadangkala ia pun berkarya melalui platform pribadinya sendiri, seperti dailysastra.com, ayusastra.com, digstraksi.com, kompasiana.com, kotomono.co, kopisenja.id (khusus karya tulis sastra).
Hingga hari ini, penulis asal Desa Sumbergirang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang telah menyelesaikan buku karyanya untuk ke-10 kalinya.
Lima di antaranya buku karya solo, sedangkan lima lainnya berupa antalogi dari kolaborasi dengan penulis lain.
“Saya lebih banyak menulis kumpulan puisi, lalu beberapa kali cerpen dan esai. Kalau karya saya pernah menulis berita, feature di beberapa media massa lokal, serta menulis di website saya pribadi. Pekerjaan saya saat ini penulis buku, wartawan, MC, public speaker, dan karyawan swasta,” ungkapnya kepada Mondes.co.id, Jumat, 22 Agustus 2025.
Di samping itu, Ayu gemar menulis tentang kebudayaan lokal dan fenomena politik yang terjadi di dalamnya.
Ada pun salah satu tulisannya yang mengungkap tentang kebudayaan Desa Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang.
Dalam menulis, ia terjun langsung mengamati situasi yang terjadi di masyarakat setempat, sekaligus menginvestigasi tradisi lokal yang terjadi.
Apalagi waktu itu, masyarakat di desa tersebut sedang berjuang mempertahankan lahannya dari gempuran perusahaan pabrik semen.
“Yang mengesankan mengenai kebudayaan di Lasem dan fenomena politik di Rembang, serta kegiatan-kegiatan literasi yang saya lakukan. Ada salah satu tulisan saya tentang kebudayaan Tegaldowo, Kupatan Kendeng namanya. Saya sampai meluangkan waktu menginap di kediaman tokoh Kartini Kendeng untuk mengikuti serangkaian acara selametan itu. Tradisi tersebut dilakukan untuk menjaga Ibu Bumi dari kerusakan alam dan oknum perusahaan tambang semen yang merugikan warga. Tradisi itu juga menjadi bentuk perlawanan dan kepedulian warga sekitar dalam menjaga kelestarian alam,” urainya.
Perempuan lulusan Sarjana (S1) Fakultas Tarbiyah Program Studi (Prodi) Pendidikan Agama Islam di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Hidayat Lasem itu mengaku lebih suka menulis karya non fiksi.
Dengan menulis non fiksi, membawanya lebih leluasa mengeksplorasi imajinasi dan ide yang sangat kompleks.
“Saya lebih suka non fiksi karena saya lebih leluasa mengeksplore imajinasi dan ide saya menjadi lebih kompleks. Motivasi saya sederhana hidup dengan memperkaya karya karena selepas saya meninggal dunia, saya dapat meninggalkan sebuah karya (buku), bisa dinikmati oleh banyak orang, termasuk keluarga dan teman-teman, jadi saya punya target satu tahun satu terbitan buku,” tutur Ayu.
Keuletannya menulis, membuat Ayu leluasa mengeskpresikan keluh kesah, gagasan, pemikiran, dan memperkaya kosakata.
Ia menemukan dan mengembangkan ide di saat-saat tertentu, ketika di tempat tidur bahkan di kamar mandi, sebab di kedua tempat itulah ia nyaman menggali ide.
“Enaknya jadi penulis, saya bisa leluasa menuangkan keluh kesah, gagasan, pemikiran, dan membuat kosakata semakin lebih banyak, Alhamdulillah sampai saat ini saya tidak kebingungan untuk memulai sebuah tulisan. Menulis menginsipirasi diri saya sendiri, membiasakan hidup produktif, meninggalkan jejak langkah di dunia lewat prestasi non akademik melalui literasi dan membuat buku,” jelas penulis yang kerap menggunakan bahasa kiasa, satire, dan lugas itu.
Ayu menulis setiap saat, ia meniti karya tulis secara konsisten di sela-sela pekerjaan, istirahat, sebelum tidur, bangun tidur.
Ia menemukan berbagai tantangan, seperti ide yang tepat kala suara bising di berbagai tempat, maupun mengontrol emosi yang menggebu kala menulis sesuatu yang sensitif dan kontroversi.
“Saya sering menemukan dan mengembangkan ide di kamar mandi karena menurut saya kamar mandi bukan hanya tempat pembuangan kotoran, tapi tempat ternyaman untuk menggali ide, sehingga imajinasi saya keluar jika di tempat itu. Kedua, di tempat tidur menjadi ruang ternyaman saya saat ingin menulis sesuatu, baik menulis puisi, cerpen, berita, artikel, opini, esai, maupun yang lainnya karena terhindar dari suara bising,” ujar pemilik akun Instagram @lestarisastra.
Dalam kepenulisan, Ayu mengacu pada referensi yang didapat dari kelas insentif mengajarkannya menulis, terutama dari ajaran senior di dunia literasi.
Selain itu, sejumlah penulis ternama juga menginspirasinya seperti Joko Pinurbo, Gus Mus, dan Agus Noor.
Di samping itu, Ayu juga sering mengikuti lomba cipta puisi maupun lomba cipta quote pada 2018.
Lalu mengikuti workshop penulisan cerpen pesantrean di Pondok Pesantren (Ponpes) Kauman Lasem di 2023.
Selanjutnya, ia mengikuti kelas jurnalistik di NU Online Institute pada 2023, sehingga membawanya mahir menulis berita.
Selebihnya, ia mempelajari secara otodidak dalam memperdalam penulisan esai dan artikel.
Ia memimpikan anak-anak di berbagai penjuru Indonesia gemar membaca dan akses literasi semakin dipermudah.
Sehingga kondisi ini mendorong lahirnya penulis-penulis lokal yang hebat dalam memberikan kontribusi di dunia sastra.
“Harapannya semoga anak-anak Indonesia, khususnya di pedesaan dan pedalaman bisa gemar membaca, akses buku di pedesaan dan pedalaman dipermudah, makin banyak penulis lokal supaya dapat diajak untuk berkontribusi saat berkegiatan,” pungkasnya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar