dirgahayu ri 80

Rambu Peringatan bagi Pejabat Memihak Sudewo, Hati-hati Rekam Jejak Dibongkar Netizen

waktu baca 3 menit
Rabu, 13 Agu 2025 12:30 0 219 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Gerak-gerik politik Bupati Pati bersama para jajarannya sedang disorot seluruh warga Indonesia.

Pasalnya, langkah kebijakan Bupati Pati Sudewo yakni kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 250 persen, penerapan 5 hari sekolah, dan watak arogannya, mencederai hati masyarakat Bumi Mina Tani.

Hari ini, Rabu, 13 Agustus 2025, puluhan ribu massa menggeruduk Kompleks Alun-alun Simpang Lima Pati.

Dua gedung besar, yakni Kantor Sekretariat Daerah (Setda) atau rumah dinas Bupati Pati dikepung warga, begitu pun Kantor Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati.

Aliansi masyarakat Kabupaten Pati tumpah ruah bagaikan lautan manusia di jantung Kota Pati.

Api semangat berkorbar menuntut supaya Sudewo lengser dari posisinya sebagai Bupati Pati.

Di lain sisi, sejumlah pejabat lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati, mulai dari Aparatur Sipil Negara (ASN) Organisasi Perangkat Daerah (OPD), camat, kepala desa (Kades), hingga pejabat lainnya masih setia untuk mempengaruhi masyarakat Kabupaten Pati.

Yang dinanti-nanti yakni wakil rakyat alias anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati juga tak punya taji.

Bahkan, selama awal pemerintahan Sudewo, tak satu pun yang berani mengkritisi kebijakan dan gaya kepemimpinan pria asal Desa Slungkep, Kecamatan Kayen itu.

Situasi ini pun ditanggapi oleh akademisi, sekaligus pengamat kebudayaan Universitas Negeri Semarang (UNNES), Sucipto Hadi Purnomo.

Ia yang juga pria asal Kabupaten Pati, mengatakan apabila pejabat yang masih berada di pihak Bupati Sudewo perlu mewaspadai situasi akhir-akhir ini, karena era digital bisa memungkinkan terjadi hal-hal yang di luar perkiraan mereka.

BACA JUGA :  Gempar Gempa Megathrust, Masyarakat Pati Diimbau Waspada dan Tetap Tenang

“Untuk kepala desa, camat sebaiknya tidak menjadi badut yang tidak lucu dalam menghentikan aksi massa Pati ini. Mereka perlu hati-hati dengan segala insiden yang menimpa jajaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati, di antaranya aksi penyitaan minuman dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), pencopotan Kepala Satpol PP, insiden bentrok antara koordinator aksi dengan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Riyoso, serta postingan larangan demo di media sosial (medsos),” ujar aktivis yang pernah turut serta Gerakan 1998 itu saat dihubungi Mondes.co.id, Rabu, 13 Agustus 2025.

Kades dan camat diminta berhati-hati untuk bertindak, apalagi mereka yang konsisten membela kebijakan Sudewo.

Ia memperingatkan jika rekam jejak mereka bisa saja menjadi bumerang bagi karir dan kehidupan pribadi mereka.

“Camat punya track record, sewaktu-waktu akan dibongkar netizen malah nanti, makanya camat dan Kades pinter-pinternya baca tanda. Ingat! Menengok perjalanan puluhan tahun lalu, 1997-1998 kurang apa pergerakan rakyat? Soeharto saja bisa tumbang,” ungkap Sucipto.

Dosen Bahasa Jawa UNNES tersebut mewanti-wanti supaya Kades memberikan jalan untuk warga dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Apalagi, era genting seperti ini spirit masyarakat sulit dibendung.

“Termasuk ke para kepala desa untuk tidak menjadi pelawak yang tidak lucu, jangan jadi badut-badut yang tidak lucu, mahasiswa juga,” ujarnya.

Ia menambahkan, bila situasi ini membuat DPRD Kabupaten Pati terdiam.

Mereka khawatirkan soal anggaran jika mengambil jalur berseberangan dengan Bupati, mengingat anggaran untuk DPRD tetap bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten.

“Banyak orang mempertanyakan DPRD ke mana? Bagaimana pun wakil rakyat secara administrasi terprogram tidak pernah lepas dari Pemkab, utamanya anggaran mereka tak pernah lepas dari APBD,” ungkapnya.

BACA JUGA :  Tidak Mau Terlena, Persijap Siapkan Strategi Hadapi PSIM Yogyakarta

Hal itulah yang menjadi dasar statemennya, kenapa DPRD Kabupaten Pati ciut dalam hal mengontrol kebijakan Bupati Pati.

DPRD dinilai tak punya nyali untuk menghadapi masyarakat, lantaran ketakutan bila kedoknya dibongkar juga.

Editor: Mila Candra 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini