Cuaca Tak Mendukung Ganggu Produktivitas Tanaman Jahe di Pati

waktu baca 3 menit
Kamis, 10 Jul 2025 09:31 0 74 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Petani jahe mengalami kesulitan dalam menghasilkan produk yang bagus pada tahun 2025 ini.

Kondisi tanaman jahe sekarang tidak seperti biasanya, lantaran memiliki perkembangan yang buruk, padahal umur jahe sudah waktunya untuk dipanen pada bulan Juli ini.

Menurut petani jahe asal Desa Gunungsari, Kecamatan Tlogowungu, Kabupaten Pati, Ngarjono, kondisi jahe yang ia tanam mengalami kelainan, dikarenakan faktor cuaca yang tak bisa diprediksi, sehingga kurang bersahabat bagi tanaman dengan nama latin Zingiber officinale.

Secara fisik, ukurannya tidak sebesar jahe normal pada umumnya yang biasanya 0,75 kilogram per rumpun, kini hanya 0,5 kilogram per rumpun.

“Perkembangan jahe tahun ini tidak sepeti biasanya karena cuaca yang biasanya Juni-Juli wayahe ambil (panen). Sebelumnya di Maret-April udah pada merah kekuning-kuningan, saya cek di umbinya perkembangannya kurang bagus, tidak bisa besar,” ujarnya saat dihubungi Mondes.co.id, Kamis, 10 Juli 2025.

Ia menanam 3.000 bibit jahe pada masa tanam kali ini.

Ngarjono menargetkan panen jahe miliknya bisa mencapai 33.000 rumpun.

Perlu diketahui, jahe miliknya mulai tua pada Maret 2025, sehingga Juli 2025 ini sudah bisa dipanen.

Ngarjono mulai menanam jahe-jahenya di kebun pada awal September 2024, dengan mulai mengatur penyemaian di polybag terlebih dahulu hingga Oktober 2024.

Lebih lanjut, jahe yang sudah besar, kemudian ditanam di lahan perkebunan miliknya seluas 2.000 meter persegi.

Jenis jahe emprit yang ditanamnya dipindahkan dari polybag ke lahan kebun setelah dua bulan persemaian, dengan ketinggian 2 sentimeter.

BACA JUGA :  Baznas Harapkan ZIS di Ramadan Tahun ini Meningkat

Perlakuannya selama budi daya jahe sangat telaten, ia melakukan pemupukan selama tiga kali sejak masa tanam hingga mendekati produksi.

Tanah yang cocok untuk menanam jahe harus gembur dan memiliki ketinggian 300 meter di atas permukaan laut (mdpl).

“Perlakuan ekstra keras dengan pemupukkan tiga kali. Ketika tanam pertama menggunakan polybag awal September 2024, kemudian semai Oktober, selama dua bulan sudah ketinggian 2 sentimeter dipindahkan ke lahan, sehingga langsung hidup,” jelas Ngarjono.

Ia menanam jahe di lahan yang berada di Desa Tajungsari, Kecamatan Tlogowungu dengan ketinggian 500 mdpl. Jahe ia tanam di lahan terbuka.

“Jahe emprit pola budi dayanya sama gak ada beda, cuma pengolahan lahannya lebih sederhana. Sebetulnya kalau mau dipercepat masa produksi, tanah dikasih berambut,” terangnya.

Untuk masa panen jahe ini, ia memprediksi mampu mencapai 4 sampai 5 kilogam.

Namun, ia juga berekspektasi jika jahenya mampu menghasilkan produksi 7 sampai 8 kilogram.

Sebagai informasi, harga jahe emprit saat ini mengalami penurunan dibandingkan beberapa bulan lalu.

“Kisaran 4 sampai 5 kilogram hasilnya, kalau berhasil 7 sampai 8 kilogram. Harganya sendiri sekarang Rp20.000 per kilogram, padahal kemarin di Maret-April Rp26.000 per kilogram,” tambahnya.

Jika dibandingkan, maka harga jahe gajah lebih murah.

“Perbandingan jahe gajah dengan jahe emprit sistem budi daya, hasil (jahe gajah) lebih gede. Selisih harga lebih murah, Rp17.500 per kilogram sampai Rp18.000 per kilogram,” ungkap Ngarjono.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini