PATI – Mondes.co.id | Sistem perlindungan anak yang komprehensif dan berkelanjutan dikuatkan oleh Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak & Keluarga Berencana (Dinsos P3AKB) Kabupaten Pati.
Hal ini pun memerlukan koordinasi lintas sektor.
Dalam hal ini turut melibatkan sejumlah instansi di antaranya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pati, Dinas Pendidikan (Disdik) Wilayah III Provinsi Jawa Tengah, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas II Kabupaten Pati, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pati, Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B (Lapas) Kabupaten Pati, Margo Laras Pati, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian Resor Kota (Polresta) Pati, serta Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Pati.
Pertemuan yang berlangsung kemarin ini bertujuan mempererat kolaborasi antar instansi dalam mencegah keterlibatan anak dalam proses hukum, serta memperkuat pendekatan pencegahan yang berbasis keluarga dan komunitas.
Upaya ini selaras dengan visi Kabupaten Pati sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA), tempat di mana setiap anak mendapatkan perlindungan dan ruang tumbuh yang aman, sehat, dan bermartabat.
Berdasarkan laporan dari Kepala Bidang (Kabid) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Dinsos P3AKB Kabupaten Pati, Hartini, menekankan persoalan anak berhadapan dengan hukum tidak bisa dipandang sebagai tanggung jawab satu pihak saja.
“Pencegahan anak berhadapan dengan hukum tidak bisa dilakukan secara sektoral, maka diperlukan sinergi dan koordinasi antar instansi, mulai dari tingkat desa hingga kabupaten, agar intervensi yang dilakukan tepat sasaran. Upaya preventif di masyarakat dan keluarga harus diperkuat sebagai garda terdepan perlindungan anak,” tegasnya.
Di lain sisi, Sekretaris Dinsos P3AKB Kabupaten Pati, Hartotok, mengajak semua pihak untuk menyatukan langkah menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak.
“Kasus kekerasan yang melibatkan anak dan remaja seperti tawuran pelajar, aksi kreak, hingga klitih kini menjadi potret keprihatinan yang tidak bisa diabaikan. Meningkatnya intensitas dan dampak kekerasan ini, bahkan hingga menimbulkan korban, menegaskan pentingnya perhatian serius dari semua pihak. Inilah alasan mengapa koordinasi lintas sektor menjadi kunci dalam membangun ekosistem perlindungan anak yang lebih responsif, preventif, dan berkelanjutan,” ujarnya.
Kemudian, pemaparan materi oleh Akhmad Syakur dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Klaten menyoroti bahwa anak-anak yang berhadapan dengan hukum seringkali merupakan korban dari berbagai faktor risiko yang ada di sekitar mereka.
“Anak-anak yang berhadapan dengan hukum sering kali terdorong oleh berbagai faktor, mulai dari lingkungan keluarga, pengaruh digital, hingga pergaulan. Salah satu yang mengkhawatirkan adalah maraknya akses anak terhadap konten pornografi dan video call seks, yang berdampak serius hingga ada anak-anak yang menjadi korban perdagangan. Ini adalah persoalan bersama yang menuntut kita untuk melakukan perubahan mendasar,” ungkapnya.
Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak cepat melabeli anak nakal atau bermasalah tanpa memahami akar persoalannya.
“Anak yang bermasalah adalah anak yang sedang patah hati. Kita tidak bisa menilai mereka hanya dari apa yang tampak di permukaan. Lihatlah latar belakangnya setiap anak punya cerita. Jangan biarkan mereka dihukum dua kali hanya karena kita abai. Indonesia harus menjadi tempat yang layak dan ramah untuk semua anak,” tambah Akhmad.
Anggia Widiari selaku Sub Koordinator Pemberdayaan Perempuan Dinsos P3AKB Kabupaten Pati turut menegaskan pentingnya keterlibatan aktif seluruh elemen masyarakat.
“Kita tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan yang terjadi di sekitar kita, khususnya di Kabupaten Pati,” ungkapnya.
“Bapak Sudewo (Bupati Pati) telah menekankan pentingnya keterlibatan semua sektor untuk menciptakan generasi anak yang berkarakter. Salah satu upaya konkret yang harus diperkuat adalah pengasuhan positif dalam lingkungan keluarga dan masyarakat,” imbuh Anggia.
Senada dengan hal tersebut, perwakilan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kabupaten Pati turut memberikan penjelasan mengenai pendampingan hukum terhadap anak.
Perlu diketahui, data dari Bapas Kabupaten Pati mencatat bahwa selama tahun 2025 terdapat 32 kasus anak yang berhadapan dengan hukum, dengan jumlah terbanyak berasal dari Kecamatan Sukolilo sebanyak 10 kasus.
Angka ini menjadi alarm penting bahwa pendekatan preventif dan kolaboratif harus segera diperkuat.
Dinsos P3AKB Kabupaten Pati berharap dapat memperkuat koordinasi lintas sektor, menyusun langkah bersama, serta mendorong lahirnya kebijakan lokal yang berpihak pada kepentingan terbaik anak.
Kolaborasi antara pemerintah, aparat penegak hukum, masyarakat, dan keluarga menjadi fondasi utama dalam mewujudkan Pati sebagai KLA yang sesungguhnya.
Dengan sinergi yang solid, diharapkan angka anak yang berhadapan dengan hukum dapat ditekan secara signifikan, dan setiap anak di Bumi Mina Tani memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang secara optimal dalam lingkungan yang penuh kasih, aman, dan bebas dari kekerasan.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar