dirgahayu ri 80

Dari Papan Tulis ke Lini Bisnis, Inilah Kisah Owner Kedai Susu Terkenal di Pati

waktu baca 6 menit
Selasa, 27 Mei 2025 08:00 0 288 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Wanita asal Kabupaten Pati ini cukup menjadi sorotan karena keuletannya dalam manajemen diri menjalani dua profesi, yakni sebagai guru dan pengusaha.

Ia adalah Nyawintari (35), yang merupakan pendiri sekaligus pemilik kedai susu terkenal yang ada di Kabupaten Pati, yakni Soenan Milk.

Seorang guru yang kerap disapa Bu Tari memulai usahanya sejak 2012.

Awalnya, kedai tersebut hanyalah usaha keliling yang berdiri menggunakan tenda, yang tiap saat siap dibongkar pasang.

Namun, seiring berjalannya waktu dan majunya usaha ini, akhirnya berdiri secara semi permanen di sebuah titik lokasi.

Perlu diketahui, kedai miliknya menyediakan aneka menu minuman yang menjadi daya tarik dan sangat identik, yakni susu.

Fresh milk yang diolah menjadi varian rasa membuat pelanggan ketagihan dengan lezat dan gurihnya sajian minuman sehat di kedai miliknya.

Berlokasi di Jalan Makam Pahlawan, Sekarkurung, Desa Muktiharjo, Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pati, Soenan Milk buka mulai dari pukul 10.00-23.00 WIB.

Menurut Tari, produk susu merupakan menu yang bisa dinikmati siapapun tanpa pandang bulu. Terlebih, susu merupakan minuman yan sehat dan menyegarkan.

“Karena ketika kita mau nongkrong gak ada tempat asyik, kita ambil peluang ternyata respon luar biasa, karena saat itu yang beda belum ada kedai susu. Dari 2012 sampai selama setahun bersama suami mendirikan tenda untuk jualan, setiap hari bongkar pasang,” ungkapnya kepada Mondes.co.id.

Produk susu menjadi identitas dari kedai milik Tari.

Walaupun, seiring berjalannya waktu banyak berdiri kedai maupun coffee shop dengan ala-ala produk tertentu yang variatif, tetapi ia tetap tidak meninggalkan kandungan susu di dalam sajian menu andalannya.

BACA JUGA :  Perluas Jangkauan Layanan Rohani Kristen, Kemenag Gaet Berbagai Instansi di Pati

“Karena belum ada kedai yang jual susu murni di Pati, awalnya saya gak doyan susu, gimana caranya biar doyan, mosok jual gak doyan? Karena susu original kerasa amis, hingga akhirnya di-mix pakai rasa hilang amisnya,” imbuh wanita yang beralamatkan Gemiring, Desa Sukoharjo, Kecamatan Margorejo tersebut.

“Menu sampai saat ini yang jadi andalan walaupun varian lain banyak, identitas. Cuma tidak boleh saklek susu aja karena yang datang ke sini tidak semua orang doyan susu, kadang kita ikuti tren wedangan tanpa menghilangkan identitas susu,” sambung Tari.

Perlu diketahui, ia menjual dengan cara online serta konvensional, bahkan di beberapa momen ia memasarkan produknya ke sekolah-sekolah maupun pusat keramaian yang ada di Kota Pati.

Setiap Kamis, ia membuka stand di kompleks Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pati Lor dalam tajuk ‘Kamis Manis’, dan beberapa kali ke Stadion Joyokusumo maupun di event-event workshop.

“Lalu sering ikut event-event selain mengenalkan masyarakat luas, ketika event kita otomatis cocok pengen mengenalkan produknya. Sebelum Corona seminggu full ke sekolah, tapi ketika Corona gak sekolah akhirnya ya event di sekolah SDN Pati Lor saja, karena saya ngajarnya di situ, tiap Kamis blusukan di sekolah, kalau minggu kita di Stadion Joyokusumo, Car Free Day (CFD). Kita juga mengikuti sosmed (sosial media),” ungkapnya.

Ia menjelaskan jika konsep live music di kedai-kedai Kabupaten Pati berawal dari Soenan Milk yang ia dirikan.

Konsep tersebut masih ada dan sudah mulai dilakukan oleh kedai-kedai lainnya.

Lika-Liku Bisnis

Berdiri sejak 2012, ia tetap bertahan dengan segala gonjang-ganjing serta lika-liku yang dihadapi selama menjadi pelaku usaha.

Bahkan, kedai-kedai lainnya yang berdiri pada eranya telah tutup karena tidak mampu bertahan di tengah perubahan zaman yang sangat signifikan ini.

BACA JUGA :  Begini Alasan Cukai Rokok Manual Lebih Murah Dibandingkan Buatan Mesin

“Di 2012 itu lagi ramai-ramainya anak muda nongkrong, kepikiran membuat kedai. Seangkatan saya yang bertahan hanya kami sampai sekarang karena dulu banyak bermunculan bar-bar baru, karena memulai tidak sulit, mempertahankan yang sulit,” tutur guru di SDN Pati Lor 02 itu.

Menjadi perintis memanglah sulit jika dibandingkan dengan pewaris yang memulai usaha dengan privilege modal cukup.

Pasalnya, menjadi perintis seperti dirinya harus bermodalkan tekad dari nol untuk mengadu nasib demi sebuah bisnis yang belum tahu seperti apa endingnya.

“Saat itu menikah di tahun 2011, lalu di 2012 saya dan suami mendirikan usaha ini karena waktu itu saya masih tenaga honorer, suami kerja serabutan, mau cari modal pun saat itu susah, mencari punjaman tidak ada yang percaya, tidak mendapat restu dari orang tua. Maka jalan satu-satunya kami jual cincin pernikahan,” ujarnya sambil mengenang kerasnya perjuangan masa lalu.

Kendati demikian, ia tetap kerja keras dan menyesuaikan zaman yang berkembang pesat ini. Pasalnya, mempertahankan lebih sulit daripada memulai.

“Tentu kita harus terus belajar karena perkembangan zaman secepat ini, sementara kita perintis tidak semudah menbalikkan telapak tangan, beda dengan pewaris yang apa-apa minta bapak bapak/ibu, kita mulai dari nol gak mudah, membangun, cari tempat, modal dari mana. Yang gak terpikirkan anak zaman sekarang ya itu, kita belum punya uang membeli tempat, di sisi lain ingin mempertahankan usaha, makanya gak ada pilihan lain untuk sewa,” tuturnya.

Perjalanan yang ditempuh Tari cukup panjang dan penuh rintangan merintis usaha ini.

Bahkan ketika menyewa tempat, kerap angkat kaki lantaran mengikuti kehendak si pemilik tempat.

Di 2013, perjalanannya memulai usaha sudah konsisten di suatu tempat.

Kala itu, ia memilih lokasi di Randukuning. Setahun berselang berpindah tempat di Jalan Supriyadi, Juwanalan hingga 2019.

BACA JUGA :  Sambangi Tondomulyo Jakenan, Aktivis Internasional Ajak Warga Diskusi Pencegahan Kekerasan Anak

“Semakin tinggi pohon terpaan angin kencang semakin kita rasakan. Pemilik tempat ingin membuka usaha sendiri karena usaha kami ramai, akhirnya kami pindah ke Juwanalan dari 2014 sampai 2019. Tak pernah terpikir mau pindah, namun takdir berkata lain,” terangnya.

Pada waktu itu, pemilik bangunan yang disewa meninggal dunia, kemudian si ahli waris ingin menjual tempat tersebut.

Akhirnya, Tari membawa pindah lagi usahanya ke tempat lain, kala itu ia berpindah ke sebelah Kantor Pemadam Kebakaran (Damkar).

“Berpindah di sebelah Damkar, lalu Covid-19 melanda, hingga beberapa kali kami digusur saat berjualan di tempat. Berkali-kali merasakan tantangan saat berjualan kerap berdebat dengan Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) dan lain sebagainya,” ujarnya.

Singkat cerita, kini ia mulai kokoh mendirikan kedai di lokasi baru. Persiapan setahun, ia bersama suami merampungkan pembangunan agar kedai bisa segera beroperasi.

Dengan upaya kerasnya, ia meyakini jika untuk memulai usaha tak perlu menunggu sempurna, karena yang terpenting dimulai saja.

Alhasil, puluhan hingga ratusan pelanggan datang membeli tiap harinya.

“Kita ada layanan delivery, jemput bola free ongkir (ongkos kirim), saya punya banyak kontak dengan pelanggan. Kita layanan gak hanya makan di tempat, ada delivery, melalui berbagai marketplace,” sebutnya.

Tari berharap produknya tetap diminati oleh masyarakat, khususnya di Kabupaten Pati. Terlebih, produk susu sangat baik untuk kesehatan.

“Harapannya susu tetap diminati di tengah masyarakat Pati yang fomo, kadang musim kopi suka kopi, musim rempahan suka rempahan, doyan gak doyan yang penting keren. Susu kan bagus untuk kesehatan, karena semua kalangan masuk, mau anak kecil maupun orang tua,” tandasnya.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini