PATI – Mondes.co.id | Harga bebek berangsur turun pasca Lebaran, yang sebelumnya Rp28 ribu perkilogram kini menjadi Rp26 ribu perkilogram.
Harga itu pun mulai stabil selama masa-masa hari biasa, seperti halnya di peternakan milik Fuji Lestari di Dukuh Socan, Desa Jimbaran, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati.
Menurut Fuji, harga bebek di peternak seperti dirinya mulai turun sejak dua pekan pasca Hari Raya Idulfitri karena menyesuaikan permintaan yang turun.
Harga ditentukan oleh penyerapan pasar yang terjadi di level produsen.
“Harga bebek pedaging sekarang Rp25.500 sampai Rp26 ribu perkilogram yang dijual ke pemotong atau pedagang. Turunnya dari habis Lebaran dua minggu yang lalu, soalnya waktu Lebaran mencapai Rp27 ribu sampai Rp28 ribu perkilogram bergantung bakul. Karena yang menentukan harga sejauh mana penyerapan pasarnya langsung,” ungkapnya kepada Mondes.co.id, Rabu (23/4/2025).
Menurutnya, harga di tahun 2025 ini jauh lebih baik ketimbang di tahun 2024 lalu.
Ia menyebut harga jual bebek ke pedagang pada tahun lalu hanya Rp22 ribu sampai Rp23 ribu perkilogram saja.
Namun, pada Lebaran tahun lalu harga bebek mencapai kisaran Rp29 ribu hingga Rp30 ribu per kilogram.
Fuji menerangkan kondisi naiknya harga bebek biasanya bertepatan momen Hari Raya Idulfitri dan Hari Natal.
Sedangkan, harga mulai mengalami penurunan usai Hari Raya Idulfitri dan mendekati momen Maulid Nabi Muhammad SAW.
“Masih normal (harga bebek sekarang) karena dulu Rp22 ribu sampai Rp23 ribu, tahun ini belum tahu (turun lagi atau tidak). Bergantung bulannya, turun ketika hari biasa dan mendekati Maulid Nabi,” ucapnya.
Ia menyoroti, meski harga di hari biasa pada tahun ini lebih bagus, akan tetapi pada momen Idulfitri tahun ini jauh lebih rendah dari tahun sebelumnya. Hal itu disebabkan kondisi perekonomian masyarakat yang serba sulit.
Sementara, untuk harga Day Old Duck (DOD) kini di kisaran Rp13 ribu per kilogram, harga tersebut turun dari harga Rp15 ribu sampai Rp16 ribu perkilogram pada saat Hari Raya Idulfitri.
Menurutnya, meski mengalami penurunan, tetapi ia anggap sebagai kondisi yang normal.
“Harga DOD hari ini Rp12.500 sampai Rp13 ribu perkilogram (DOD penetasan dari pabrik), itu berumur satu hari. Pernah Rp15 ribu sampai Rp16 ribu perkilogram pas Bulan Puasa maupun selama Lebaran,” jelasnya.
Pada momentum mendekati Lebaran, harganya melonjak, lantaran peternak mengejar target penjualan pada Hari Raya Idulfitri, sehingga peternak berlomba-lomba mencari stok DOD yang jumlahnya terbatas dari pabrik.
“Harga tinggi karena peminat para peternak mengejar malam takbir sampai Idulfitri, peternak berlomba mencari DOD, dan DOD terbatas sehingga harga naik. Namun, kini harganya mulai stabil,” ujar Fuji saat memperlihatkan DOD-nya.
Selama tiga pekan pasca Lebaran, harga DOD masih stabil. Namun, pada waktu menjelang Dzulhijjah maka harga akan berangsur turun dikarenakan peternak mulai stok mulai menurun dikarenakan banyak yang terjual.
“Sekarang stabil, tapi nanti turun dikarenakan udah memasuki mau sasi besar, terus habis Lebaran peternak istirahat, tidak mengisi kandang karena juga memasuki Iduladha jadinya harga panenan bebek menurun,” katanya.
Tiap minggu ia rata-rata menjual paling minim 35 box DOD, serta paling banyak 70 box yang masing-masing box berisi 80 ekor. Ia sendiri memasok kebutuhan DOD ke seluruh eks-Karesidenan Pati, mulai dari Pati, Kudus, Rembang, Jepara, Blora, dan Grobogan.
“Kalau saya sebagai sub agen di Pati, area penjualan se-Pati Raya, rata-rata menjualnya 60 sampai 70 box yang berisi masing-masing box 80 ekor DOD, diantar makai truk. Kalau mau puasa, musim umrah, Natal, saya mampu menjual 100 box, tetapi kalau sepi cukup 25 sampai 30 box,” ungkapnya.
Ia tiap masa panen per pekan mampu menghasilkan 600 ekor bebek pedaging berumur 35 hari. Namun, jumlah itu pernah mengalami kenaikan tiga kali lipat saat Bulan Ramadan.
“Setiap minggu panen, dua minggu panen ini ngeluarin 500 ekor pedaging (bebek dewasa) berumur 35 hari. Kalau pas lagi ramai per minggu bisa menghasilkan 600 ekor, waktu puasa tiga kali lipat, yakni 1.800 ekor,” bebernya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar