Antara Ada dan Tiada Stok, Pengecer Sayangkan Syarat Jadi Pangkalan Gas Ribet

waktu baca 2 menit
Rabu, 12 Feb 2025 10:20 0 294 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Penjual gas elpiji 3 kilogram di level pengecer merasa kesulitan untuk mengurus persyaratan menjadi pangkalan.

Hal ini dikarenakan banyak berkas administrasi yang harus disiapkan oleh si penjual.

Menurut salah seorang pengecer elpiji 3 kilogram asal Desa Kebowan, Kecamatan Winong, Kabupaten Pati, Yayang, langkah untuk menganjurkan pengecer menjadi pangkalan menjadi terobosan yang bagus.

Sayangnya, proses untuk menjadi pangkalan membutuhkan waktu yang lama.

“Menurut saya mendorong pengecer jadi pangkalan sepertinya bagus, tetapi kalau administrasinya masih sama seperti tahun-tahun yang dulu dirasa pengecer keberatan. Karena pengecer tidak hanya mengurus elpiji saja, akan tetapi masih banyak hal lain yang harus dikerjakan,” ucapnya kepada Mondes.co.id pada Selasa, 11 Februari 2025.

Pihaknya mengaku siap andaikan melayani konsumen sebagai pangkalan. Hanya saja, ia tak mau repot harus melampirkan berkas ini dan itu demi menjadi pangkalan elpiji.

“Aslinya siap, karena tentunya merasa iba melihat kondisi banyak masyarakat yang antre ketika mau membeli gas (elpiji 3 kilogram). Akan tetapi masalah administrasi terlalu rumit, banyak menyita waktu karena harus ngurusin KK (Kartu Keluarga) per anggota keluarga dan lain-lain untuk menjadi pangkalan,” imbuh Yayang.

Sebagai seorang pengecer, per pekan ia biasa menyediakan 10 hingga 15 tabung gas melon yang diperoleh dari kiriman pangkalan.

Sedangkan, sejak adanya aturan pangkalan tidak boleh mendistribusikan gas elpiji 3 kilogram, ia tidak mendapat stok.

“Biasanya tiap minggu nyetok antara 10 hingga 15 tabung gas, itu aja kalau dikasih kalau sulit seperti ini tidak dikasih. Biasanya memasoknya tergantung ada atau tidaknya barang,” bebernya saat ditanya.

BACA JUGA :  Tak Ingin Ada Celah, Lapas Pati Lakukan Perawatan Intensif Gembok Blok Hunian

Baginya, fenomena kelangkaan elpiji 3 kilogram hal yang lumrah, sehingga ia tidak kaget bila mendapat kiriman maupun tidak.

Menurutnya, penjual elpiji eceran sepertinya sering terdampak atas adanya terbatasnya pasokan gas tersebut.

“Biasa aja karena dari dulu kalau orang kecil masalah elpiji juga kaya ini, kadang ada kadang tidak ada, sudah menjadi hal yang biasa. Tidak adanya kerugian, karena udah terbiasa kadang ada barangnya dan kadang-kadang tidak ada,” ungkap Yayang.

Ia mengaku, jika setiap hari mampu menjual 50 tabung gas elpiji. Ia memasang harga pada elpiji 3 kilogram senilai Rp23.000 per tabung.

“Kalau ada barangnya 50 biji juga habis. Karena setoran dari sana sudah mahal, saya menjual dengan harga Rp23 ribu,” ujarnya.

Dengan nada pasrah, bahkan ia mengungkapkan bahwa harga elpiji 3 kilogram kerap melonjak tinggi.

Oleh karenanya, ia malah berpikir jika adanya subsudi gas elpiji, tetap menekan ekonomi masyarakat kecil.

“Lebih baik dicabut aja subsidinya. Karena meski disubsidi, akan tetapi harganya sampai pasaran melonjak,” pungkasnya.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini