Ada Aksi Tandingan Warga Tolak UMSK Jepara 2025

waktu baca 3 menit
Kamis, 23 Jan 2025 20:10 0 451 Dian A.

JEPARA – Mondes.co.id | Penerapan Upah Minimum Sektoral (UMSK) 2025 berbuntut panjang.

Jika sebelumnya ratusan karyawan mendesak untuk segera memberlakukan, kini giliran kelompok warga yang menolak adanya UMSK 2025.

Mereka yang mengatasnamakan kelompok Masyarakat Peduli Jepara, menggelar aksi di depan Kantor Bupati Jepara, Kamis (23/1/2025).

Aksi mereka ini adalah bentuk aksi tandingan respons terkait penerapan UMSK 2025. Ikut di tengah mereka Mantan ketua Koalisi Kawali Jepara, Tri Hutomo.

Pendemo ini membuat petisi yang berisikan tuntutan agar Pemkab Jepara dan Pemprov Jateng menunda, merevisi, dan/atau membatalkan Keputusan SK Gubernur Jateng tentang pemberlakuan UMSK Jepara tahun 2025 dan rekomendasi Pj Bupati Jepara.

Dasar tuntutan itu adalah adanya penolakan dari perusahaan-perusahaan padat karya, pertimbangan manfaat secara luas bagi masyarakat, risiko berupa pemutusan hubungan kerja (PHK), relokasi pabrik, dan keluarnya investasi dari Jepara.

Dalam petisi itu juga disebutkan adanya penolakan dari pelaku usaha di sekitar pabrik.

Seperti pedagang warung makan, tukang parkir, pengusaha katering, laundry, pengusaha kos-kosan, konter HP maupun pedagang kecil lainnya.

Massa aksi demo meminta agar serikat buruh atau serikat pekerja bisa berpikir jernih, bahwa kenaikan upah minimum terlalu tinggi dinilai akan memberatkan biaya operasional perusahaan.

Risikonya, pabrik berhenti beroperasi. Untuk itu, pemerintah diminta untuk berhati-hati dalam mengambil kebijakan. Terutama dengan mempertimbangkan dampak dan risiko jangka panjang.

Satu di antara pedagang kaki lima yang berada di kawasan PT HWI Jepara, Marsono menolak penerapan UMSK.

BACA JUGA :  8.168 KPM Wedarijaksa akan Terima Bantuan Beras 10 Kg

Menurutnya, hal itu akan berdampak pada keberlangsungan usahanya.

“Kami khawatir jika PHK massal benar-benar terjadi,” kata dia.

Dia khawatir bila anaknya yang kini bekerja di pabrik garmen itu ikut kena gelombang PHK massal.

Terpisah, Soleh (57), warga Desa Pelang, Kecamatan Mayong, merasakan dampak potensial kebijakan ini.

Ia memiliki 66 kamar kos di dekat PT Parkland World Indonesia (PWI) Jepara. Saat ini, dua kamar kos miliknya kosong. Sebagian besar penyewa kos Soleh merupakan karyawan PWI.

“Sudah ada dua penyewa keluar karena kena PHK dari pabrik. Sampai sekarang belum ada lowongan baru di sana,” ungkapnya.

Biaya sewa kos yang dipatoknya berkisar Rp600 ribu hingga Rp700 ribu per bulan. Jika efisiensi perusahaan berlanjut, pendapatannya terancam menurun.

Selain kos, Soleh juga mengelola tempat penitipan motor. Meski jumlah penitipan stabil di 160-an kendaraan, ia khawatir jika pabrik mengurangi karyawan.

“Saya berharap ada pembukaan lowongan kerja lagi agar usaha tetap berjalan baik,” ujarnya.

Sementara itu, pelaku usaha di sekitar PWI juga merasakan kecemasan serupa.

Soleh berharap pemerintah mempertimbangkan ulang kebijakan UMSK yang tinggi.

Menurutnya, upah yang mencapai Rp2,9 juta dapat memberatkan perusahaan dan memicu PHK massal.

“Keputusan ini harus dikaji lagi agar tidak merugikan semua pihak,” tuturnya.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini