JEPARA – Mondes.co.id | Kesenian kethoprak tampil apik dimainkan oleh siswa SMA/SMK dan MA di Kabupaten Jepara. Mereka memainkan secara parade di tempat, waktu, dan lakon yang berbeda.
Parade kethoprak ini, melibatkan kelompok teater siswa SMK N 1 Kedung, SMA N 1 Jepara, dan MA NU Tengguli. Masing-masing sekolah membawakan cerita lakon yang berbeda.
Siswa SMK N 1 Kedung mementaskan ketoprak berjudul “Dewi Srigading”. Model pementasan kethoprak Teater Amongjiwo kali ini mengadaptasi bentuk teater rakyat yaitu kethoprak Ongkek dengan tata artistik yang sederhana dengan potongan bambu, hiasan janur, dan damen atau batang padi, memberi nuansa sebuah pentas di tengah perkampungan.
Lakon “Dewi Srigading” mengisahkan seorang gadis desa penari Janggrung yang di kemudian hari bertemu dengan seorang jejaka pengamen kentrung. Dalam pertemuan mereka itulah, kemudian seni Janggrung dan Kentrung dikolaborasikan, sehingga memunculkan bentuk seni Emprak.
Kedua, siswa MA NU Tengguli dengan Teater Laskar membawakan lakon “Naga Samudra” mengemasnya dengan bentuk ketoprak Tonil. Lakon berlatar sejarah tersebut menceritakan peristiwa persiapan laskar Ratu Kalinyamat menyerbu Portugis di Malaka tahun 1551.
Pertempuran dahsyat itu menjadi pukulan telak bagi Portugis. Mereka takut dan tidak berani mengusik Jawa. Dari tahun tersebut sampai akhir koloninya di Nusantara, belum ditemukan catatan tentang Portugis yang agresif hendak menguasai Jawa sebagaimana masa-masa sebelumnya.
Konsentrasi Portugis beralih ke kepulauan Ambon setelah menemukan pusat sumber rempah-rempah tersebut. Meskipun begitu, bukan berarti kerajaan Jepara sedang tidur, apalagi terpuruk. Di bawah kepemimpinan Kanjeng Ratu Kalinyamat, selain di Malaka, di Ambon, pun Jepara tetap menjadi momok yang paling menakutkan bagi Portugis.
Ketiga, SMA N 1 Jepara mengangkat kisah lakon roman yang disadur dari cerita Panji dengan judul “Klana Gandrung”.
Cerita lakon “Klana Gandrung” merupakan legenda kisah perjuangan cinta Prabu Klana Sewandana dengan Dewi Sangga Langit. Saking cantiknya Dewi Sangga Langit itu, tak hanya Klana Sewandana yang gandrung atau suka, namun raja dari kerajaan Lodaya yaitu Prabu Singa Barong juga jatuh cinta.
Dalam perjuangannya, Klana Sewandana harus bersaing dengan Prabu Singa Barong. Berkat Pecut Samandiman yang diberikan oleh gurunya, Klana Sewandana mampu mengalahkan Prabu Singa Barong. Serta membawa Prabu Singa Barong sebagai salah satu syarat perkawinannya dengan Dewi Sangga Langit.
Pada saat iring-iringan lamaran itulah, arak-arakan reog dan barongan muncul mengiringi, hingga pada kemudian hari dikenal sebagai seni barongan.
Kegiatan tersebut merupakan program DKD Kabupaten Jepara melalui Komite Seni Tradisi dengan tujuan salah satunya mengenalkan, melibatkan, guna menggugah kepedulian generasi muda Kabupaten Jepara terhadap seni tradisi kethoprak.
Selain itu, juga untuk mendekatkan kembali Bahasa Daerah atau Bahasa Jawa dalam komunikasi sehari-hari.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jepara, yang diwakili Pamong Budaya bidang kesenian Rizki Joko, merasa antusias sekali dengan perhelatan Parade Kethoprak Remaja Kekinian.
“Tentu saja, sebisa mungkin mendukung secara optimal, karena kegiatan seni budaya seperti ini masuk agenda pokok-pokok pemikiran kemajuan kebudayaan daerah,” terangnya, Selasa (27/8/2024).
Kustam Erey Kristiawan selaku Ketua Umum DKD Kabupaten Jepara mengatakan bahwa kesenian tradisi tersebut dapat menjadi filter serta benteng utama dalam menyaring masuknya budaya-budaya luar yang kurang selaras di dalam kebudayaan kita.
“Dengan melibatkan generasi muda secara langsung dalam hal seperti ini, bukan sekedar mengenalkan warisan budaya kearifan lokal, tetapi juga melakukan pembinaan, pengembangan potensi, serta menjadikan filter dan benteng utama masuknya budaya luar yang kurang selaras,” ujarnya dalam.
Editor; Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar