PATI – Mondes.co.id | Guru merupakan profesi mulia yang penuh dengan tantangan. Mempunyai tanggung jawab besar dalam mengarahkan paradigma pembangunan nasional melalui pendidikan.
Guru menjadi pelopor pembangunan bangsa melalui transfer ilmu dan nilai lewat proses pembelajaran.
Pendidikan menjadi kebutuhan dasar manusia, khususnya di Indonesia. Negara yang luas membentang dari Sabang hingga Merauke, berhak menjamin kebutuhan dasar generasi bangsa agar hak dasar setiap individu terpenuhi tanpa memandang status sosial, gender, wilayah, umur, dan kondisi lainnya.
Salah satunya di wilayah Jawa bagian luar, yakni Kepulauan Karimunjawa. Menjadi wilayah yang masuk ke dalam daerah administratif Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah.
Karimunjawa menjadi daerah sasaran para guru-guru muda untuk mengabdikan diri sebagai pendidik dan pengajar bagi anak di sana. Pasalnya, Kepulauan Karimunjawa merupakan kawasan dengan pesona pariwisata bertaraf internasional, terisolir, memiliki SDM potensial, dan sepi peminat, sehingga menjadi magnet bagi guru muda.
Guru Karimunjawa tak hanya sibuk bekerja sebagai pengajar, tetapi juga dapat sembari berwisata seperti yang dirasakan oleh seorang guru Karimunjawa asal Kabupaten Pati.
Ia adalah Septia Setyo Rahayu (26). Wanita lulusan Universtas Negeri Semarang (UNNES) itu memulai karirnya di Karimunjawa sejak Januari 2021 usai mendapat SK PNS pada 30 November 2020 lalu. Ia kini mengajar kelas 1 di SDN 1 Karimunjawa.
Wanita yang kerap disapa Septi menemukan hal baru di Karimunjawa. Ia mengaku sedang menjalani proses adaptasi di lingkungan Karimunjawa, karena suasana yang berbeda dengan lokasi asalnya di daerah perkotaan.
“Banyak hal baru yang dapat saya sampaikan ke mereka mengenai keadaan di luar Karimunjawa, begitu pun dengan saya yang memperoleh cerita dari murid tentang bagaimana sih Karimunjawa itu. Dan menurut saya cara mengajar yang cocok di sini dengan metode pembelajaran di luar kelas. Lingkungan Karimunjawa lebih aman daripada di kota yang ramai dan banyak lalu lalang kendaraan di jalan raya yang dapat membahayakan siswa,” ungkap Septi saat ditanya Mondes.co.id melalui sambungan telepon, Kamis (18/4/2024).
Septi menambahkan, tingkat kehadiran siswa di Karimunjawa masih rendah bila dibanding dengan tingkat kehadiran siswa di kota. Banyak siswa-siswinya yang absen karena ikut orang tua pergi ke luar pulau. Dirinya hanya bisa memaklumi, karena mereka masih anak usia SD. Jumlah siswa di kelasnya ada 26 anak.
Ia mengungkapkan, pemahaman siswa di Karimunjawa masih kalah dengan siswa di area perkotaan, sebab mereka hanya mengerti hal-hal yang ada di Karimunjawa saja. Kemudian, pengetahuan siswa akan hadirnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) masih rendah.
“Pemahaman siswa mengenai keadaan di luar Karimunjawa dan IPTEK masih minim. Mereka hanya mengetahui apa yang ada di sekelilingnya. Ketika saya meminta mereka menyebut alat transportasi, jawaban pertama dari mereka adalah kapal,” urainya.
“Aslinya siswa di sini sering tidak masuk karena ada yang ikut orang tua pergi menyeberang ke kota, bahkan izinnya sampai lebih dari satu minggu,” imbuhnya.
Sejauh ini, Septi dengan beberapa rekan-rekan guru Karimunjawa yang berasal dari luar pulau, memperoleh fasilitas tempat tinggal berupa asrama.
Ia mengaku, tak semua yang dirasakan di Karimunjawa enak. Ia mengatakan, tidak semua barang mudah ditemukan di wilayah tersebut. Kesulitan itu dihadapi Septi ketika mencari media pembelajaran konvensional.
Untuk mengatasi hal itu, ia sering memesan barang tertentu dari luar Karimunjawa. Akan tetapi jika kondisinya tidak memungkinkan, ia akan menggunakan media seadanya.
“Selain sinyal yang tidak stabil, tidak semua barang dapat saya temukan di Karimunawa, misalnya guru yang ingin menyediakan media pembelajaran sesuai dengan materi tetapi tidak menemukan bahan di sini, maka guru harus membelinya ke luar pulau,” tandasnya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar