dirgahayu ri 80

Perjalanan Karir Caretaker Pelatih Persipa, Sempat Jadi Legenda Persibas

waktu baca 5 menit
Sabtu, 17 Feb 2024 16:39 0 959 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Penggemar sepak bola di Pati pastinya tak asing dengan nama Agus Yuniardi. Pasalnya, warga Pati pecinta Persatuan Sepakbola Indonesia Pati (Persipa) harus berterimakasih kepada Agus Yuniardi yang sukses mempertahankan posisi Persipa di Liga 2.

Padahal diketahui, Persipa Pati terseok-seok di kompetisi Liga 2 Indonesia musim 2023/2024 setelah tercecer hingga babak play off degradasi. Bahkan awal penyisihan grup babak play off degradasi, Laskar Saridin juga terseok-seok di papan bawah hingga ganti pelatih sebanyak dua kali.

Sebagai informasi Coach Agus Yuniardi merupakan Caretaker Pelatih Persipa Pati. Walau dirinya bukan sebagai Head Coach, tetapi jasa-jasanya memberikan hal yang berharga bagi Persipa, sehingga mampu bertahan di kompetisi bergengsi Liga di musim depan.

Perlu diketahui, Agus Yuniardi mulai mengawali kehidupannya di dunia kulit bundar sejak duduk di bangku kelas IV SD. Lantaran waktu itu belum ada tokoh daerah yang sukses menjadi pesepak bola handal, orang tuanya tidak merestui. Sehingga ia mesti bersabar hingga lulus SMA demi mendapat izin menyalurkan hobinya menjadi sebuah bakat.

Ia pun lantas merantau ke Bogor menjadi bagian dari Sekolah Sepak Bola Indocement sampai naik ke tim yang lebih senior, hingga promosi ke klub Persatuan Sepakbola Serang (Perserang). Sebelum gabung Perserang, dirinya sempat mengikuti turnamen Liga Remaja Soeratin.

“Saya sejak kelas 4 SD ikut SSB di Kroya, tadinya gak dibolehin orang tua karena pikiran orang tua saya sebagai laki-laki harus bisa mendapat pekerjaan yang layak ketika dewasa. Selain itu, di daerah saya belum ada figure sukses pemain bola. Lalu saya pasca SMA baru boleh, kemudian saya ke Indocement Bogor ikut Soeratin, kemudian gabung Perserang selanjutnya Persatuan Sepakbola Indonesia Bengkalis (Persikalis) Riau sampai 2002,” katanya.

BACA JUGA :  Batangan dan Jaken Disisir, Puluhan Miras Diangkut

Pada 2002, Agus yang kala itu berposisi sebagai wing back memutuskan kembali ke daerahnya untuk memperkuat tim-tim lokal di Eks Karesidenan Banyumas, mulai dari Persatuan Sepakbola Indonesia Banyumas (Persibas), Persatuan Sepakbola Indonesia Purbalingga (Persibangga), dan Persatuan Sepakbola Cilacap dan Sekitarny (PSCS). Prestasi gemilangnya sebagai pemain ditorehkan ketika membawa Persibas Banyumas naik kasta ke Liga 2 pada tahun 2007.

“Saya di 2002 memperkuat klub-klub lokal, Persibas, Persibangga, dan PSCS. Pada 2007 saya jadi bagian sejarah Persibas naik ke Liga 2. Waktu itu formatnya sudah liga. Di situ saya berkarir di sepak bola sebagai pemain. Kemudian kisah berlanjut sampai saya ikut lisensi D kepelatihan pada 2009 bertepatan di jeda kompetisi,” ungkap pria dengan penampilan sederhana itu.

Dua tahun usai bawa Persibas promosi ke Liga 2, dirinya berangkat ke Kompleks TNI AD, Magelang untuk ikut lisensi kepelatihan. Hingga pada akhirnya ia diminta menjadi asisten pelatih Coach Putut Wijanarko di Persibas Banyumas yang berkompetisi di Liga 2. Ia menjadi asisten pelatih di klub yang pernah diperkuatnya dari 2015 sampai 2018.

Mengarungi karir sebagai asisten pelatih, dirinya kemudian bertemu dengan Nazal Mustofa yang menjadi koleganya selama bertahun-tahun. Ketika itu pada musim 2017 sampai 2018, Nazal Mustofa menahkodai Persibas dengan Agus Yuniardi sebagai asisten pelatih.

“Di 2015, saya diminta kepala jadi asisten pelatih, Putut Wijanarko. Setelah itu, pada 2017 dan 2018 saya bertemu Coach Nazal Mustofa yang menjadi pelatih kepala. Kemudian, saya kemana-mana ikut Coach Nazal sampai pada 2019 diajak menangani 757 Kepri Jaya FC hingga kompetisi vacuum karena datangnya Covid-19,” sebutnya.

Pada 2019, Nazal Mustofa dan Agus Yuniardi hijrah ke klub asal Batam, 757 Kepri Jaya FC. Tak lama setelah itu, kompetisi terhenti pada awal 2020 sampai 2021 gara-gara pandemi. Selanjutnya, duo pelatih yang berjasa bagi Laskar Saridin datang ke Bumi Mina Tani, mereka membentuk skuad yang disiapkan mengarungi kompetisi Liga 3 Indonesia musim 2021/2022.

BACA JUGA :  Masalah Penambahan Biaya Haji, Kemenag Pati Tunggu Pusat

“Pada 2021, saya bersama Coach Nazal nyeleksi sampai tim terbentuk, setelah tim terbentuk pelatih fisik, Coach Muklis dari Persiter (Persatuan Sepakbola Indonesia Ternate) datang. Kita bentuk fisik dulu daripada banyak taktik, karena secara fisik kedodoran maka percuma. Prinsip kami fisik tetap kami utamakan,” tegasnya.

Lebih lanjut, Laskar Saridin sukses menjuarai Liga 3 Indonesia Jawa Tengah pada musim tersebut. Alhasil, mereka sukses naik kasta ke Liga 2 Indonesia pada musim 2022/2023. Di musim tersebut, kompetisi terhenti imbas tragedi Kanjuruhan.

Baru pada musim 2023/2024, kompetisi Liga 2 Indonesia bergulir kembali. Di bawah kepelatihan Nazal Mustofa dan asisten pelatih Agus Yuniardi, tim Kebo Landoh mengarungi turnamen tersebut.

Pria yang bertempat tinggal di Desa Mujur, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap itu lahir dari keluarga sederhana. Pola didikan orang tuanya sangat membuatnya menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Bahkan setiap hari ia harus ikut bekerja sembari menjalankan kewajibannya bersekolah.

“Setiap apa yang saya ingin capai, saya harus mendapatkannya dengan keringat saya. Saya bersyukur punya orang tua seperti mereka yang penuh rasa cita dan cara seperti itu. Saat sekolah saya bantu nenek di kios biar dapat uang saku sekolah,” katanya saat diwawancarai.

Ia mengatakan bahwa sebelum bermain sepak bola, orang tuanya menyuruhnya membungkus gula pasir dalam satu karung goni seberat 100 kilogram. Dibantu sang kakak, Agus kecil pasca pulang sekoah harus menunaikan tugas tersebut supaya diizinkan menyalurkan hobinya.

“Di toko kelontong orang tua, saya kalau mau berangkat latihan sepak bola harus membungkus gula pasir satu karung goni pas pulang sekolah. Saya kerja sama dengan kakak yang juga sama-sama suka sepak bola. Karung harus terisi penuh dengan gula pasir, kalau tidak saya tidak dapat uang,” ucapnya mengingat memori masa kecil di kampung halaman.

BACA JUGA :  Menilik Keindahan Senja dari Bukit Gong

Ketika memasuki SMA, dirinya bersekolah sambil bekerja membantu pamannya mengisi tampungan air. Uang hasil kerja tersebut digunakan untuk saku sekolah.

“Karakter yang dulu diajarkan orang tua saya baru saya rasakan manfaatnya sekarang, sehingga saya gak takut dicaci. Dulu waktu kecil beli sepatu bola harus menyisihkan uang saku saya, karena sulit diizinkan,” tutupnya.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini