146 Ribu Jiwa Terdampak Kekeringan Parah, Pati Masuk Status Tanggap Darurat Bencana

waktu baca 3 menit
Kamis, 12 Okt 2023 11:20 0 677 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Musim kemarau yang melanda dan tak kunjung mereda menyebabkan sebagian wilayah di Indonesia dilanda kekeringan parah, salah satunya Kabupaten Pati. Terhitung sejak Juli 2023 lalu, kota berjuluk Bumi Mina Tani menghadapi situasi yang sama seperti daerah lain yakni kekeringan.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pati, Martinus Budi Prasetya melaporkan bahwa kondisi yang menyebabkan 80 desa dari 10 kecamatan yang mengalami kekeringan tersebut membuat Kabupaten Pati menetapkan status tanggap darurat bencana kekeringan. Kondisi demikian dirasakan di wilayah Pati bagian selatan dan Pati bagian tenggara.

“Saat rapat bersama Pj Bupati beserta jajaran Forkopimda kemarin, kami melaporkan bahwa kekeringan di Pati semakin meluas dan parah. Desa-desa yang alami kondisi tersebut ada 70 desa dari 10 kecamatan. Bahkan kekeringan itu menyebabkan berbagai masalah baru, seperti kelangkaan air bersih dan mahalnya harga kebutuhan pokok masyarakat beras,” ujarnya saat diwawancarai Mondes.co.id di kantornya, Kamis, 12 Oktober 2023.

Ia menjelaskan, faktor yang menyebabkan Pati ditetapkan sebagai daerah tanggap darurat bencana kekeringan karena masyarakat Kabupaten Pati kekurangan persediaan air layak konsumsi. Di samping itu, mereka juga mengalami kegagalan panen di lahan persawahan.

Menurut catatan BPBD Kabupaten Pati, 21.000 hektare lahan sawah tadah hujan di Kabupaten Pati tidak bisa ditanami, lantaran kesulitan pasokan air. Ditambah puluhan hektar lahan sawah mengalami gagal panen. Keadaan tersebut berdampak mahalnya harga beras, masyarakat pun tak bisa menebus harga beras yang semakin meningkat.

“Kondisinya hingga update hari ini semakin meluas, kami mendapati telah ada 80 desa terdampak. Kita lihat saja kesulitan air yang dirasakan karena tak pernah turun hujan berakibat 27 hektare sawah di Gabus dan Pati gagal panen. Selain itu, 21.000 hektar sawah tadah hujan tak bisa ditanami. Selain kesulitan air, masyarakat kesulitan dapat beras dengan harga terjangkau,” ucapnya.

BACA JUGA :  Kementerian Agama RI Gelar Kompetisi Sains Madrasah

Lebih lanjut, kawasan paling parah yang dilanda bencana kekeringan ekstrem ini menurutnya adalah eks Kawedanan Jakenan dan eks Kawedanan Kayen. Tidak hanya kekurangan air dan kesulitan membeli beras saja, masyarakat daerah tersebut juga mendapati air terasa payau ketika melalukan pengeboran. Kondisi ini diakuinya tak terprediksi, apalagi daerah tersebut jauh dari kawasan pantai.

“Ada air yang asin ketika mereka melakukan pengeboran sumur, ini tidak tahu sebabnya. Kami tak memprediksi karena daerah sana auh dari pantai, diduga karena pengaruh tempo dulu sejarahnya Pati itu adalah Selat Muria. Makanya masyarakat ketika gali sumur dalam yang keluar air payau,” ujarnya.

Total ada 146.000 jiwa terdampak bencana kekeringan. Data ini diambil berdasarkan kalkulasi masyarakat yang membutuhkan air bersih dan Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

“Bahkan masyarakat kita yang berada di kemiskinan ekstrem, mereka tak mampu beli beras,” tandasnya.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini